PENGENALAN ULAR BERBISA DAN PENANGANANNYA
|
Ular merupakan salah
satu jenis hewan melata (reptilia) yang sangat umum berada di sekitar kita.
Mereka menghuni hampir sebagian besar wilayah mulai kawasan pegunungan,
pemukiman penduduk, persawahan, kawasan karst hingga di sekitar kawasan
pesisir. Peran mereka yang penting dalam menjaga keseimbangan di alam
(ekosistem) menjadikan penting bagi kita untuk mengetahui lebih jauh mengenai
jenis hewan ini.
Beberapa jenis ular dikenal berbahaya
bagi manusia karena “bisa” (venom) yang mereka miliki. Banyak kasus gigitan
ular yang berakibat fatal telah tercatat di berbagai wilayah di Indonesia
dalam beberapa dekade terakhir ini. Fakta ini mengakibatkan image yang
buruk mengenai ular. Banyak yang menganggap bahwa semua ular berbisa,
sehingga kebanyakan orang akan takut saat berjumpa dengan ular. Faktanya,
hanya ular berbisa dan hanya sebagian dari kelompok ular tersebut yang
mematikan bagi manusia. Oleh karenanya, kami menekankan pentingnya pengenalan
jenis – jenis ular, baik yang berbisa maupun yang tidak. Diharapkan
masyarakat menjadi lebih sadar dan mengerti sehingga tidak membunuhi mereka
dengan membabi buta. Semoga kita menjadi lebih bijaksana dalam bertindak
ketika menangani hewan ini. Oleh karena hal tersebut selanjutnya nanti akan
dijelaskan sedikit mengenai membedakan ular yang berbisa dan tidak berbisa.
Kebanyakan orang
membedakan ular berbisa dan tidak (berbisa) dari warna tubuhnya, bentuk
tubuh, atau bentuk kepalanya yang segitiga serta gerakannya yang lambat. Akan
tetapi cara ini tidak sepenuhnya berlaku untuk semua jenis ular. Banyak jenis
ular yang tidak memiliki bentuk kepala segitiga tetapi memiliki bisa yang
sangat kuat. Contohnya pada ular cabe (Manticora intestinalis).
Jenis ular lain yang mirip dengan jenis ini adalah ular kepala dua (Cylindrophis
rufus), sehingga sering kali orang keliru dan tidak berhati – hati
dengannya. Jenis lain seperti ular gadung (Ahaetulla prasina) dan
ular luwuk (Cryptelitrops albolabris) juga sering kali dianggap
mirip karena warnanya yang sama – sama hijau. Padahal apabila diperhatikan
keduanya memiliki perbedaan bentuk tubuh dan kepala yang sangat jelas. Belum
ada cara yang sederhana untuk mengenali ular berbisa tinggi. Beberapa jenis
ular tidak berbisa memiliki bentuk morfologi (tampakan luar) yang sangat
mirip dengan jenis ular yang berbisa. Namun untuk jenis – jenis ular berbisa
tinggi dan berbahaya yang tersebar di Jawa biasanya memiliki ciri khusus
seperti ukuran, bentuk tubuh, warna, pola pewarnaan dan perilaku serta bunyi
– bunyian tertentu yang mereka buat saat merasa terancam. Sebagai contoh,
perilaku bertahan yang sudah banyak dikenal adalah perilaku dari ular kobra
dimana mereka akan menegakkan tubuhnya, membuka tudungnya (hood), mendesis
dan melakukan serangan difensif yang berulang – ulang. Pola warna pada ular
juga dapat sangat bervariasi. Akan tetapi, beberapa pola pewarnaan seperti
pola bulatan putih dikelilingi lingkaran hitam pada ular bandotan puspo, atau
pola warna hitam dan kuning berselang – seling dari kepala hingga ke ujung
tubuh pada ular welang dan weling juga dapat dibedakan dengan mudah. Desisan
keras ular bandotan puspo juga merupakan peringatan dari ular tersebut.
Ular berbisa tinggi
memiliki sepasang gigi besar di bagian depan rahang atasnya, dan disebut taring
bisa. Taring bisa ini memiliki struktur yang berfungsi sebagai saluran bisa
mirip seperti saluran pada jarum suntik. Pada jenis yang lain saluran
tersebut terbuka seperti lekukan. Kedua struktur tersebut membantu ular
berbisa untuk memasukkan bisa atau venom jauh kedalam jaringan tubuh
mangsanya. Jika seseorang terkena gigitan ular berbisa, bisa umumnya akan
diinjeksi ke jaringan di bawah kulit (subcutaneous) atau ke dalam
jaringan otot (intramuscular). Kobra penyembur dari Asia (Naja
sputatrix) dengan alur lekukan pada taring bisanya, mampu mengeluarkan
bisa dengan sangat cepat keluar melalui ujung taring bisanya sehingga
menghasilkan semburan bisa. Semburan tersebut umumnya diarahkan ke mata
lawannya.
Ada tiga tipe taring bisa menurut
letaknya di rahang atas, yakni:
Prinsip
Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular
adalah, meringankan sakit, menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular
tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh tubuh sebelum dibawa ke rumah sakit.
Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan torniket dianjurkan. Seiring
berkembangannya ilmu pengetahuan kini dikembangkan metode penanganan yang
lebih baik yakni metode pembalut dengan penyangga. Idealnya digunakan
pembalut dari kain tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat juga digunakan
sobekan pakaian atau baju yang disobek menyerupai pembalut. Metode ini
dikembangkan setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui pembuluh limfa dari
korban. Diharapkan dengan membalut bagian yang tergigit maka produksi getah
bening dapat berkurang sehingga menghambat penyebaran bisa sebelum korban
mendapat ditangani secara lebih baik di rumah sakit.
Adapun langkah – langkah penanganannya
adalah sebagai berikut:
a) Jika terpatuk,
langsung gunakan pembalut atau bahan lain yang serupa dan bebatkan dengan
kencang. Bebatkan seluas mungkin daerah yang dipatuk. Usahakan menggunakan
penyangga atau kain penggantung. Kurangi aktifitas atau gerakan korban untuk
mencegah penyebaran bisa. Selalu posisikan daerah yang terpatuk lebih rendah
dari jantung.
b) Jangan pernah
memperlebar luka bekas gigitan karena dapat menyebabkan infeksi dan trauma
pada korban. Juga jangan pernah menghisap darah dari bekas luka patukan.
Selain beresiko jika ada luka pada mulut penolong, juga tidak terlalu efektif
dalam mengurangi jumlah bisa yang masuk.
c) Penting untuk
meyakinkan korban bahwa kemungkinan selamatnya tinggi karena telah banyak
antivenom (baik monovalent maupun polivalent) di rumah sakit.
d) Jangan pernah
izinkan pasien untuk meminum alkohol.
e) Segera bawa ke
rumah sakit atau puskesmas terdekat. Informasikan kepada dokter mengenai
penyakit yang diderita pasien seperti asma dan alergi pada obat – obatan
tertentu, atau pemberian antivenom sebelumnya. Ini penting agar dokter dapat
memperkirakan kemungkinan adanya reaksi dari pemberian antivenom selanjutnya.
f) Kenali jenis ular
yang mematuk. Apabila anda ragu dan agar lebih amannya maka bunuhlah ular
yang mematuk agar hasil identifikasi lebih positif. Hal ini penting untuk
menentukan pemberian antivenom yang monovalent, sehingga efeknya lebih tepat
dan cepat. Jika tidak pun tidak apa – apa, sebab ada antivenom polyvalent
yang dapat menetralisir bisa dari berbagai jenis ular.
|
0 komentar:
Posting Komentar