Sabtu, 21 Juli 2012

Ideologi Islam


Apa itu Ideologi ?
Ideologi Menurut Kamus
Berikut ini pengertian ideologi berdasarkan kamus yang dapat di
:
  1. Sekumpulan Doktrin, mitos, kepercayaan, dll, yang menuntun individu, gerakan sosial, institusi, golongan, atau kelompok yang besar.
  2. Sekumpulan doktrin, mitos, dll., yang mengacu pada beberapa tujuan politik dan sosial, seperti fasisme, bersama dengan perangkat-perangkat yang mendukung pemakaiannya.
  3. Filsafat : dapat berarti studi yang mempelajari hakikat dan asal muasal dari ide, dan juga dapat berarti sebuah sistem pemerolehan ide yang secara ekslusif berasal dari sensas.
(Random House Unabridged Dictionary)
·  Sekumpulan ide yang merefleksikan kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi sosial dari individu, kelompok, golongan, atau budaya.
·  Sekumpulan doktrin atau kepercayaan yang membentuk dasar-dasar politik, ekonomi, dan sistem-sistem lain.
(The American Heritage® Dictionary of the English Language, Fourth Edition)
  1. 1796, ‘ilmu mengenai ide”, Yang semula merupakan filsafat akal yang memperoleh ide atau gagasan dari akal (sebagai lawan dari metafisika), dari bahasa francis “ideologie” , studi atau ilmu mengenai ide-ide. dikemukakan oleh filsuf Prancis Antoine Destutt de Tracy (1754-1836). Kata ini berasal dari ideo- “mengenai ide”. makna ideologi sebagai “sekumpulan ide, doktrin yang sistematis” tercatat pertama kali pada tahun 1909. sedangkan ideologue pertama kali tercatat pada 1815, yang berhubungan dengan Revolusi Prancis.
  2. “ideologi…biasanya dimaknai sebagai sebuah doktrin yang bersifat preskriptif yang tidak didukung oleh argumentasi rasional,” [D.D. Raphael, "Problems of Political Philosophy," 1970]
(Online Etymology Dictionary, © 2001 Douglas Harper)
·  Sebuah orientasi yang menjadi karakteristik dari pemikiran sebuah kelompok atau negara.
(WordNet® 3.0, © 2006 by Princeton University.)
·  Sebuah sistem kepercayaan atau teori yang biasanya bersifat politis, yang dipegang oleh seseorang atau kelompok. kapitalisme, komunisme, dan sosialisme biasanya disebut sebagai ideologi.
(The American Heritage® New Dictionary of Cultural Literacy, Third Edition)
·  Sekumpulan ide yang merefleksikan kebutuhan sosial dan aspirasi seseorang, kelompok, golongan, maupun kebudayaan.
(The American Heritage® Stedman’s Medical Dictionary)
  1. Sebuah kerangka konsep yang sistematis khususnya mengenai kehidupan atau kebudayaan manusia.
  2. Sebuah sikap ataupun kandungan dari karakteristik pemikiran seseorang, group, maupun kebudayaan.
(Merriam-Webster’s Medical Dictionary, © 2002 Merriam-Webster, Inc.)
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian ideologi adalah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.
Pada prinsipnya terdapat tiga arti utama dari kata ideologi, yaitu (1) ideologi sebagai kesadaran palsu; (2) ideologi dalam arti netral; dan (3) ideologi dalam arti keyakinan yang tidak ilmiah.
Ideologi dalam arti yang pertama, yaitu sebagai kesadaran palsu biasanya dipergunakan oleh kalangan filosof dan ilmuwan sosial. Ideologi adalah teori-teori yang tidak berorientasi pada kebenaran, melainkan pada kepentingan pihak yang mempropagandakannya. Ideologi juga dilihat sebagai sarana kelas atau kelompok sosial tertentu yang berkuasa untuk melegitimasikan kekuasaannya.
Arti kedua adalah ideologi dalam arti netral. Dalam hal ini ideologi adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar suatu kelompok sosial atau kebudayaan tertentu. Arti kedua ini terutama ditemukan dalam negara-negara yang menganggap penting adanya suatu “ideologi negara”. Disebut dalam arti netral karena baik buruknya tergantung kepada isi ideologi tersebut.
Arti ketiga, ideologi sebagai keyakinan yang tidak ilmiah, biasanya digunakan dalam filsafat dan ilmu-ilmu sosial yang positivistik. Segala pemikiran yang tidak dapat dibuktikan secara logis-matematis atau empiris adalah suatu ideologi. Segala masalah etis dan moral, asumsi-asumsi normatif, dan pemikiran-pemikiran metafisis termasuk dalam wilayah ideologi.
Dari tiga arti kata ideologi tersebut, yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah ideologi dalam arti netral, yaitu sebagai sistem berpikir dan tata nilai dari suatu kelompok. Ideologi dalam arti netral tersebut ditemukan wujudnya dalam ideologi negara atau ideologi bangsa.
Tipe-Tipe Ideologi
Terdapat dua tipe ideologi sebagai ideologi suatu negara. Kedua tipe tersebut adalah ideologi tertutup dan ideologi terbuka. Ideologi tertutup adalah ajaran atau pandangan dunia atau filsafat yang menentukan tujuan-tujuan dan norma-norma politik dan sosial, yang ditasbihkan sebagai kebenaran yang tidak boleh dipersoalkan lagi, melainkan harus diterima sebagai sesuatu yang sudah jadi dan harus dipatuhi. Kebenaran suatu ideologi tertutup tidak boleh dipermasalahkan berdasarkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral yang lain. Isinya dogmatis dan apriori sehingga tidak dapat dirubah atau dimodifikasi berdasarkan pengalaman sosial. Karena itu ideologi ini tidak mentolerir pandangan dunia atau nilai-nilai lain.
Salah satu ciri khas suatu ideologi tertutup adalah tidak hanya menentukan kebenaran nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar saja, tetapi juga menentukan hal-hal yang bersifat konkret operasional. Ideologi tertutup tidak mengakui hak masing-masing orang untuk memiliki keyakinan dan pertimbangannya sendiri. Ideologi tertutup menuntut ketaatan tanpa reserve.
Ciri lain dari suatu ideologi tertutup adalah tidak bersumber dari masyarakat, melainkan dari pikiran elit yang harus dipropagandakan kepada masyarakat. Sebaliknya, baik-buruknya pandangan yang muncul dan berkembang dalam masyarakat dinilai sesuai tidaknya dengan ideologi tersebut. Dengan sendirinya ideologi tertutup tersebut harus dipaksakan berlaku dan dipatuhi masyarakat oleh elit tertentu, yang berarti bersifat otoriter dan dijalankan dengan cara yang totaliter.
Contoh paling baik dari ideologi tertutup adalah Marxisme-Leninisme. Ideologi yang dikembangkan dari pemikiran Karl Marx yang dilanjutkan oleh Vladimir Ilianov Lenin ini berisi sistem berpikir mulai dari tataran nilai dan prinsip dasar dan dikembangkan hingga praktis operasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ideologi Marxisme-Leninisme meliputi ajaran dan paham tentang (a) hakikat realitas alam berupa ajaran materialisme dialektis dan ateisme; (b) ajaran makna sejarah sebagai materialisme historis; (c) norma-norma rigid bagaimana masyarakat harus ditata, bahkan tentang bagaimana individu harus hidup; dan (d) legitimasi monopoli kekuasaan oleh sekelompok orang atas nama kaum proletar.
Tipe kedua adalah ideologi terbuka. Ideologi terbuka hanya berisi orientasi dasar, sedangkan penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan dan norma-norma sosial-politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan nilai dan prinsip moral yang berkembang di masyarakat. Operasional cita-cita yang akan dicapai tidak dapat ditentukan secara apriori, melainkan harus disepakati secara demokratis. Dengan sendirinya ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat dipakai melegitimasi kekuasaan sekelompok orang. Ideologi terbuka hanya dapat ada dan mengada dalam sistem yang demokratis.
Perkembangan Ideologi Dunia
Istilah ideologi negara mulai banyak digunakan bersamaan dengan perkembangan pemikiran Karl Marx yang dijadikan sebagai ideologi beberapa negara pada abad ke-18. Namun sesungguhnya konsepsi ideologi sebagai cara pandang atau sistem berpikir suatu bangsa berdasarkan nilai dan prinsip dasar tertentu telah ada sebelum kelahiran Marx sendiri. Bahkan awal dan inti dari ajaran Marx adalah kritik dan gugatan terhadap sistem dan struktur sosial yang eksploitatif berdasarkan ideologi kapitalis.
Pemikiran Karl Marx kemudian dikembangkan oleh Engels dan Lenin kemudian disebut sebagai ideologi sosialisme-komunisme. Sosialisme lebih pada sistem ekonomi yang mengutamakan kolektivisme dengan titik ekstrem menghapuskan hak milik pribadi, sedangkan komunisme menunjuk pada sistem politik yang juga mengutamakan hak-hak komunal, bukan hak-hak sipil dan politik individu. Ideologi tersebut berhadapan dengan ideologi liberalisme-kapitalis yang menekankan pada individualisme baik dari sisi politik maupun ekonomi.
Kedua ideologi besar tersebut menjadi ideologi utama negara-negara dunia pasca perang dunia kedua hingga berakhirnya era perang dingin. Walaupun demikian baik komunisme maupun kapitalisme memiliki warna yang berbeda-beda dalam penerapannya di tiap wilayah. Ideologi selalu menyesuaikan dengan medan pengalaman dari suatu bangsa dan masyarakat. Komunisme Uni Soviet berbeda dengan komunisme di Yugoslavia, Cina, Korea Utara, dan beberapa negara Amerika Latin. Demikian pula dengan kapitalisme yang memiliki perbedaan antara yang berkembang di Eropa Barat, Amerika Serikat, dan Asia.
Walaupun negara-negara yang menganut kedua besaran ideologi tersebut saling berhadap-hadapan, namun proses penyesuaian diantara kedua ideologi tersebut tidak dapat dihindarkan. Kapitalisme, dalam perkembangannya banyak menyerap unsur-unsur dari sosialisme. Setelah mengalami krisis besar pada tahun 1920-an (the great depression) Amerika Serikat banyak mengadopsi kebijakan-kebijakan intervensi negara di bidang ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan-kebijakan tersebut kemudian berkembang menjadi konsep negara tersendiri, bahkan ada yang menyebutnya sebagai ideologi, yaitu negara kesejahteraan (welfare state) yang berbeda dengan ideologi kapitalisme klasik.
Di sisi lain, beberapa negara komunis yang semula sangat tertutup lambat-laun membuka diri, terutama dalam bentuk pengakuan terhadap hak-hak sipil dan politik. Proses demokratisasi terjadi secara bertahap hingga keruntuhan negara-negara komunis yang ditandai dengan tercerai-berainya Uni Soviet dan Yugoslavia pada dekade 1990-an.
Ada yang menafsirkan bahwa keruntuhan Uni Soviet dan Yugoslavia sebagai pilar utama adalah tanda kekalahan komunisme berhadapan dengan kapitalisme. Bahkan Fukuyama pernah mendalilkan hal ini sebagai berakhirnya sejarah yang selama ini merupakan panggung pertentangan antara kedua ideologi besar tersebut. Namun kesimpulan tersebut tampaknya terlalu premature. Keruntuhan komunisme, tidak dapat dikatakatan sebagai kemenangan kapitalisme karena dua alasan, yaitu (a) ide-ide komunisme, dan juga kapitalisme tidak pernah mati; dan (b) ideologi kapitalisme yang ada sekarang telah menyerap unsur-unsur sosialisme dan komunisme.
Ide-ide komunisme tetap hidup, dan memang perlu dipelajari sebagai sarana mengkritisi sistem sosial dan kebijakan yang berkembang. Ide-ide tersebut juga dapat hidup kembali menjadi suatu gerakan jika kapitalisme yang saat ini mulai kembali ke arah libertarian berada di titik ekstrim sehingga menimbulkan krisis sosial. Demikian pula halnya dengan gerakan-gerakan demokratisasi dan perjuangan atas hak-hak individu akan muncul pada sistem yang terlalu menonjolkan komunalisme.
Ideologi dan Konstitusi
Menurut Brian Thompson, secara sederhana pertanyaan: what is a constitution dapat dijawab bahwa “…a constitution is a document which contains the rules for the the operation of an organization” . Organisasi dimaksud bera¬gam bentuk dan kompleksitas strukturnya. Negara sebagai salah satu bentuk organisasi, pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Hanya Inggris dan Israel saja yang sampai sekarang dikenal tidak memiliki satu naskah tertulis yang disebut Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar di kedua negara ini tidak pernah dibuat, tetapi tumbuh menjadi konstitusi dalam pengalaman praktek ketatanegaraan. Namun para ahli tetap dapat menyebut adanya konstitusi dalam konteks hukum tata negara Inggris.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian constituent power berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionalisme. Walton H. Hamilton menyatakan “Constitutionalism is the name given to the trust which men repose in the power of words engrossed on parchment to keep a government in order” . Untuk tujuan to keep a government in order itu diperlukan pengaturan yang sedemikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespons perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.
Konstitusionalisme di zaman sekarang dianggap sebagai suatu konsep yang niscaya bagi setiap negara modern. Seperti dikemukakan oleh C.J. Friedrich sebagaimana dikutip di atas, “constitutionalism is an institutionalized system of effective, regularized restraints upon governmental action”. Basis pokoknya adalah kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara.
Organisasi negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut negara. Kata kuncinya adalah konsensus atau general agreement. Jika kesepakatan umum itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan, dan pada gilirannya perang saudara (civil war) atau revolusi dapat terjadi. Hal ini misalnya, tercermin dalam tiga peristiwa besar dalam sejarah umat manusia, yaitu revolusi penting yang terjadi di Perancis tahun 1789, di Amerika pada tahun 1776, dan di Rusia pada tahun 1917, ataupun peristiwa besar di Indonesia pada tahun 1945, 1965 dan 1998.
Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya dipahami bersandar pada tiga elemen kesepakatan (consensus), yaitu :
  1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general acceptance of the same philosophy of government).
  2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basis of government).
  3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures).
Kesepakatan (consensus) pertama, yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama sangat menentukan tegaknya konstitusi dan konstitusionalisme di suatu negara. Oleh karena itu, di suatu masyarakat untuk menjamin kebersamaan dalam kerangka kehidupan bernegara, diperlukan perumusan tentang tujuan-tujuan atau cita-cita bersama yang biasa juga disebut sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa di antara sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan bernegara.
Kesepakatan kedua adalah kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan konstitusi. Kesepakatan atau konsensus kedua ini juga sangat prinsipil, karena dalam setiap negara harus ada keyakinan bersama bahwa apapun yang hendak dilakukan dalam konteks penyelenggaraan negara haruslah didasarkan atas rule of the game yang ditentukan bersama. Istilah yang biasa digunakan untuk itu adalah the rule of law yang dipelopori oleh A.V. Dicey, seorang sarjana Inggris kenamaan. Bahkan di Amerika Serikat istilah ini dikembangkan menjadi jargon, yaitu The Rule of Law, and not of Man untuk menggambarkan pengertian bahwa hukumlah yang sesungguhnya memerintah atau memimpin dalam suatu negara, bukan manusia atau orang.
Istilah The Rule of Law jelas berbeda dari istilah The Rule by Law. Dalam istilah terakhir ini, kedudukan hukum (law) digambarkan hanya sekedar bersifat instrumentalis atau alat, sedangkan kepemimpinan tetap berada di tangan orang atau manusia, yaitu The Rule of Man by Law. Dalam pengertian demikian, hukum dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem yang di puncaknya terdapat pengertian mengenai hukum dasar yang tidak lain adalah konstitusi, baik dalam arti naskah tertulis ataupun dalam arti tidak tertulis. Dari sinilah kita mengenal adanya istilah constitutional state yang merupakan salah satu ciri penting negara demokrasi modern. Karena itu, kesepakatan tentang sistem aturan sangat penting sehingga konstitusi sendiri dapat dijadikan pegangan tertinggi dalam memutuskan segala sesuatu yang harus didasarkan atas hukum. Tanpa ada konsensus semacam itu, konstitusi tidak akan berguna, karena ia akan sekedar berfungsi sebagai kertas dokumen yang mati, hanya bernilai semantik dan tidak berfungsi atau tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
Kesepakatan ketiga adalah berkenaan dengan (a) bangunan organ negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaannya; (b) hubungan-hubungan antar organ negara itu satu sama lain; serta (c) hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga negara. Dengan adanya kesepakatan itu, maka isi konstitusi dapat dengan mudah dirumuskan karena benar-benar mencerminkan keinginan bersama berkenaan dengan institusi kenegaraan dan mekanisme ketatanegaraan yang hendak dikembangkan dalam kerangka kehidupan negara berkonstitusi (constitutional state).

MASALAH UMUM PENDIDIKAN DI INDONESIA


MASALAH UMUM PENDIDIKAN
DI INDONESIA


1.       Pendidikan Dan Anak Didik
Pendidikan ;
a.        Pengertian Tentang Pendidik;
a)       Orang tua (ayah dan ibu).
b)       Pengajar atau Guru di sekolah.
c)       Pemimpin/pemuka masyarakat. 
b.        Tugas Pendidik;
a)       Tugas Educational (Pendidikan).
b)       Tugas Instructional (Pelajaran).
c)       Tugas Managerial (Pelaksanaan).    
c.        Syarat pendidik;
a)       Umur (Dewasa sesudah berumur 18 tahun atau sudah kawin).
b)       Kesehatan.   
c)       Keahlian atau Skill (Kecakapan atau keahlian pada para pelaksana itu).
d)      Kesusilaan dan Dedikasi.
d.        Sikap dan Sifat Pendidik;
1.       Tugas memenuhi sila pertama, yaitu tugas ke Tuhanan Yang Maha Esa.
2.       Tugas memenuhi sila kedua, yaitu tugas Kemanusiaan Yang adil dan beradab.
3.       Tugas memenuhi sila ketiga, yaitu tugas Persatuan Indonesia atau tugas negara yang dimiliki bangsa Indonesia.
4.       Tugas memenuhi sila keempat, yaitu tugas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5.       Tugas memenuhi sila kelima, yaitu tugas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
a)        Sikap Ketuhanan
b)       Sikap perikemanusian yang adil dan beradap. 
c)        Sikap Persatuan Indonesia.
d)       Sikap Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
e)        Sikap keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidik dalam menghadapi anak didik sehari-hari memerlukan sifat khusus, yang sangat penting, dan yang wajib dimiliki oleh setiap pendidik.  
Sifat-sifat itu adalah :
1.       Sifat positif, dapat di perinci lagi dalam :
a.        Rasa tanggung jawab dan dedikasi.
b.        Kecintaan, kebijaksanaan, dan kesabaran.   
2.       Sifat negatif, yang seyogyanya dijauhi pendidik :
a.        Lekas marah atau lekas menaruh syak wasangka.
b.        Suka menyendiri
c.        Haus akan penghormatan dan pujian orang lain.
d.       Penggup, bimbang, ragu, takut.
e.        Mudah kecewa.
Anak didik;
a.        Pengertian Tentang Anak Didik
Yang dimaksudkan dengan anak didik adalah anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu.
b.        Pembawa Anak Didik.
c.        Perkembangan Anak Didik.
Suatu perkembangan akan menunjukkan cirri-ciri khas sebagai berikut :
1.       Perkembangan anak berlangsung dengan sendirinya atas kekuatan dari dalam.
2.       Jalan perkembangan itu sendiri tidak dapat dicampuri dengan mengubahnya.
3.       Tingkat perkembangan yang dicapai adalah suatu perpaduan kekuatan dari dalam yang mendorong untuk berkembang dan situasi lingkungan yang dipengaruhi jalan perkembangan.  
2.       Problema Pendidikan
Problematika yang menyangkut proses pendidikan menyangkut 5 W dan 1 H, yaitu : 
1.        Problematika Who,
Problematika Who, (siapa) menyangkut pendidikan dan anak didik.
2.        Problematika Why,
Problematika Why, (mengapa) menyangkut pelaksanaan pendidikan.
3.        Problematika Where,
Problematika Where, (dimana) menyangkut tempat pelaksanaan pendidikan.
4.        Problematika When,
Problematika When, (bilamana/kapan) menyangkut waktu dilaksanakan pendidikan.
5.        Problematika What, (apa) menyangkut dasar, tujuan dan bahan pendidikan.
6.        Problematika How,
Problematika How, (bagaimana) menyangkut cara/metode yang digunakan dalam proses pendidikan.
a.        Problematika WHO   
Dalam pendidikan, problematika Who adalah masalah Pen­didikan (subyek) yang melaksanakan aktivitas pendidikan dan masalah anak didik (obyek) yang dikenai sebagai sasaran aktivitas pendidikan.
1.       Problem Pendidikan.
a)        Problem kemampuan ekonomi.
b)       Problem kemampuan pengetahuan dan pengalaman.
c)        Problem kemampuan skill.
d)       Problem kewibawaan.
e)        Problem kepribadian.
f)        Problem ittitud (sikap).
g)       Problem sifat.
h)       Problem kebijaksanaan.
i)         Problem kerajinan.
j)         Problem tanggung jawab.
k)       Problem kesehatan, dan sebagainya.
2.       Problem Anak didik.
Adapun problem-problem yang ada pada anak didik anatara lain : 
a)        Problem Inteligensi.
b)       Problem kepribadian.
c)        Problem sikap.
d)       Problem sifat.
e)        Problem pergaulan.
f)        Problem kesehatan.
b.        Problematika WHY
Seperti mengapa :
1.       Mengapa anak-anak sulit bekerja sama sesama mereka.
2.       Mengapa masyarakat tidak menghargai jasa guru yang mendidik putera-putera mereka.    
c.        Problematika WHERE.
Ada 3 (tiga) tempat pendidikan, yaitu di keluarga sekolah dan masyarakat. Problem  pendidikan keluarga sebagai tempat pendidikan anak-anak antara lain adalah situasi keluarga itu sendiri dan letak keluarga yang berada di tengan-tengah lilngkungan yang tidak menguntungkan. Demikian pula sekolah sebagai tempat pendidikan murid-murid, bila letak sekolah itu di tengah-tengah lingkungan yang_tidak menguntungkan, juga akan menjadi  problema.
d.        Problematika WHEN.
Problem When (bilaman/kapan) banyak menyangkut tentang timing penyampaian sesuatu kepada anak didik, sehingga akan timbul beberapa pertanyaan yaitu :
1.       Kapan sesuatu hukuman itu dijatuhkan.
2.       Kapan sesuatu ganjaran itu diberikan.
3.       Kapan sesuatu kewajiban itu dibebankan. 
e.        Problematika What.
Problem What (apa) menyangkut dasar, tujuan, bahan/materi, sarana,  prasarana dan media.    
f.          Problematika HOW.
Masalah How (bagaimana) berkenaan dengan cara/metode yang digunakan dalam proses dalam proses pendidikan.

3.       Masalah pemerataan dalam pendidikan
1)       Segi pemerataan, kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak-anak Indonesia memang cukup luas. 
2)       Segi mutu, pada awal perkembangannya memang menitik beratkan kepada segi kuantitatif dan usaha pemerataan.
Amanat yang menghendaki terciptanya pemerataan pendidikan antara lain :
a)        Asas demokrasi dalam pendidikan :
Sebagaimana diketengahkan di dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran, maka pemerintah mengadakan suatu sistem pengajaran Nasional yang diatur dengan Undang-undang (ayat 2).   
Oleh sebab itu aspek-aspek yang mempengaruhi asas demokrasi di dalam pendidikan adalah :
(1)    Formal
(2)    Material
(3)    Kaidah
(4)    Tujuan
(5)    Organisasi
(6)    Semangat 
b)       Masalah geografis,  ekonomis sosial :
Ketiga masalah di atas jelas melatar belakangi timbulnya pemerataan pelayanan pendidikan : 
(1)    Geografis
(2)    Ekonomis
(3)    Sosial
c)        Masalah ledakan penduduk.
d)       Keragaman kemampuan jasmani dan mental peserta didik :
Bangsa Indonesia yang begitu sarat penduduk, kalau diperhatikan tentang anak usia sekolah saja sudah terlihat betapa banyaknya anak tuna/berbakat yang perlu mendapat pelayanan yang khusus.
Ketentuan itu antara lain :
(1)    Tuna Netra
(2)    Tuna Rungu
(3)    Tuna Grahita
(4)    Tuna Dagsa
(5)    Tuna Laras/sosial
Sedangkan untuk anak berbakat digolongkan menjadi anak yang super normal.    
e)        Masalah penyediaan sarana dan prasarana.
   
4.       Sekolah Sebagai Lembaga Sosial 
1.      Fungsi Sosial sekolah
a.        Sekolah berfungsi untuk sosial.
Sosialisasi adalah suatu proses belajar, dimana kita mempelajari cara-cara hidup masyarakat.   
b.       Fungsi transmisi dan transformasi kebudayaan.
Fungsi transmisi kebudayaan masyarakat kepada anak dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1)       Transmisi pengetahuan dan keterampilan.
2)       Transmisi sikap, nilai-nilai dan norma-norma. 
c.        Sekolah sebagai lembaga seleksi. 
Masyarakat kita telah mengenal deferensasi dan spesialisasi pekerjaan ini dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain :
1)       Masyarakat harus mempunyai fasilitas untuk mengerjakan bermacam-macam spesialisasi itu.
2)       Masyarakat harus menggusahakan agar orang-orang yang mempunyai spesialisasi itu jumlahnya seimbang sesuai dengan kebutuhan. 
3)       Masyarakat harus menciptakan mekanisme yang mampu menyerasikan antara bakat dan kemampuan individu dengan tuntutan spesilisasi.        
2.      Kebudayaan Sekolah
Yang dimaksud kebudayaan sekolah adalah kehidupan disekolah, nilai-nilai tingkah laku serta norma-norma yang berlaku di sekolah tersebut.
W. Waller mengatakan bahwa sekolah ibaratnya sebagai musium kebijakan (Saleh Sugiyanto1986: 83). Sedang menurut Emile Durkhein Sekolah disebutkan sebagai penjaga karakter nasional.
3.      Peranan sekolah dalam sistem sosial
4.      Iklan sosial di sekolah
a.        Iklim terbuka.
b.       Iklim mandiri.
c.        Iklim terkontrol.
d.       Iklim persaudaraan .
e.        Iklim kebapakan.
f.        Iklim tertutup.