Apa itu Ideologi
?
Ideologi
Menurut Kamus
Berikut ini pengertian ideologi berdasarkan kamus yang dapat di :
Berikut ini pengertian ideologi berdasarkan kamus yang dapat di :
- Sekumpulan Doktrin, mitos, kepercayaan, dll, yang menuntun individu, gerakan sosial, institusi, golongan, atau kelompok yang besar.
- Sekumpulan doktrin, mitos, dll., yang mengacu pada beberapa tujuan politik dan sosial, seperti fasisme, bersama dengan perangkat-perangkat yang mendukung pemakaiannya.
- Filsafat : dapat berarti studi yang mempelajari hakikat dan asal muasal dari ide, dan juga dapat berarti sebuah sistem pemerolehan ide yang secara ekslusif berasal dari sensas.
(Random
House Unabridged Dictionary)
· Sekumpulan ide yang merefleksikan
kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi sosial dari individu, kelompok,
golongan, atau budaya.
· Sekumpulan doktrin atau kepercayaan yang
membentuk dasar-dasar politik, ekonomi, dan sistem-sistem lain.
(The
American Heritage® Dictionary of the English Language, Fourth Edition)
- 1796, ‘ilmu mengenai ide”, Yang semula merupakan filsafat akal yang memperoleh ide atau gagasan dari akal (sebagai lawan dari metafisika), dari bahasa francis “ideologie” , studi atau ilmu mengenai ide-ide. dikemukakan oleh filsuf Prancis Antoine Destutt de Tracy (1754-1836). Kata ini berasal dari ideo- “mengenai ide”. makna ideologi sebagai “sekumpulan ide, doktrin yang sistematis” tercatat pertama kali pada tahun 1909. sedangkan ideologue pertama kali tercatat pada 1815, yang berhubungan dengan Revolusi Prancis.
- “ideologi…biasanya dimaknai sebagai sebuah doktrin yang bersifat preskriptif yang tidak didukung oleh argumentasi rasional,” [D.D. Raphael, "Problems of Political Philosophy," 1970]
(Online
Etymology Dictionary, © 2001 Douglas Harper)
· Sebuah orientasi yang menjadi karakteristik
dari pemikiran sebuah kelompok atau negara.
(WordNet®
3.0, © 2006 by Princeton
University.)
· Sebuah sistem kepercayaan atau teori yang
biasanya bersifat politis, yang dipegang oleh seseorang atau kelompok. kapitalisme,
komunisme, dan sosialisme biasanya disebut sebagai ideologi.
(The
American Heritage® New Dictionary of Cultural Literacy, Third Edition)
· Sekumpulan ide yang merefleksikan kebutuhan
sosial dan aspirasi seseorang, kelompok, golongan, maupun kebudayaan.
(The
American Heritage® Stedman’s Medical Dictionary)
- Sebuah kerangka konsep yang sistematis khususnya mengenai kehidupan atau kebudayaan manusia.
- Sebuah sikap ataupun kandungan dari karakteristik pemikiran seseorang, group, maupun kebudayaan.
(Merriam-Webster’s
Medical Dictionary, © 2002 Merriam-Webster, Inc.)
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia,
pengertian ideologi adalah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas
pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.
Pada
prinsipnya terdapat tiga arti utama dari kata ideologi, yaitu (1) ideologi
sebagai kesadaran palsu; (2) ideologi dalam arti netral; dan (3) ideologi dalam
arti keyakinan yang tidak ilmiah.
Ideologi dalam arti yang pertama,
yaitu sebagai kesadaran palsu biasanya dipergunakan oleh kalangan filosof dan
ilmuwan sosial. Ideologi adalah teori-teori yang tidak berorientasi pada
kebenaran, melainkan pada kepentingan pihak yang mempropagandakannya. Ideologi
juga dilihat sebagai sarana kelas atau kelompok sosial tertentu yang berkuasa
untuk melegitimasikan kekuasaannya.
Arti kedua adalah ideologi
dalam arti netral. Dalam hal ini ideologi adalah keseluruhan sistem berpikir,
nilai-nilai, dan sikap dasar suatu kelompok sosial atau kebudayaan tertentu.
Arti kedua ini terutama ditemukan dalam negara-negara yang menganggap penting
adanya suatu “ideologi negara”. Disebut dalam arti netral karena baik buruknya
tergantung kepada isi ideologi tersebut.
Arti ketiga, ideologi
sebagai keyakinan yang tidak ilmiah, biasanya digunakan dalam filsafat dan
ilmu-ilmu sosial yang positivistik. Segala pemikiran yang tidak dapat
dibuktikan secara logis-matematis atau empiris adalah suatu ideologi. Segala
masalah etis dan moral, asumsi-asumsi normatif, dan pemikiran-pemikiran
metafisis termasuk dalam wilayah ideologi.
Dari
tiga arti kata ideologi tersebut, yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah
ideologi dalam arti netral, yaitu sebagai sistem berpikir dan tata nilai
dari suatu kelompok. Ideologi dalam arti netral tersebut ditemukan wujudnya
dalam ideologi negara atau ideologi bangsa.
Tipe-Tipe
Ideologi
Terdapat
dua tipe ideologi sebagai ideologi suatu negara. Kedua tipe tersebut adalah
ideologi tertutup dan ideologi terbuka. Ideologi tertutup adalah ajaran atau
pandangan dunia atau filsafat yang menentukan tujuan-tujuan dan norma-norma
politik dan sosial, yang ditasbihkan sebagai kebenaran yang tidak boleh
dipersoalkan lagi, melainkan harus diterima sebagai sesuatu yang sudah jadi dan
harus dipatuhi. Kebenaran suatu ideologi tertutup tidak boleh dipermasalahkan
berdasarkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral yang lain. Isinya dogmatis
dan apriori sehingga tidak dapat dirubah atau dimodifikasi berdasarkan
pengalaman sosial. Karena itu ideologi ini tidak mentolerir pandangan dunia
atau nilai-nilai lain.
Salah
satu ciri khas suatu ideologi tertutup adalah tidak hanya menentukan kebenaran
nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar saja, tetapi juga menentukan hal-hal yang
bersifat konkret operasional. Ideologi tertutup tidak mengakui hak
masing-masing orang untuk memiliki keyakinan dan pertimbangannya sendiri.
Ideologi tertutup menuntut ketaatan tanpa reserve.
Ciri
lain dari suatu ideologi tertutup adalah tidak bersumber dari masyarakat,
melainkan dari pikiran elit yang harus dipropagandakan kepada masyarakat.
Sebaliknya, baik-buruknya pandangan yang muncul dan berkembang dalam masyarakat
dinilai sesuai tidaknya dengan ideologi tersebut. Dengan sendirinya ideologi
tertutup tersebut harus dipaksakan berlaku dan dipatuhi masyarakat oleh elit
tertentu, yang berarti bersifat otoriter dan dijalankan dengan cara yang
totaliter.
Contoh
paling baik dari ideologi tertutup adalah Marxisme-Leninisme. Ideologi yang
dikembangkan dari pemikiran Karl Marx yang dilanjutkan oleh Vladimir Ilianov
Lenin ini berisi sistem berpikir mulai dari tataran nilai dan prinsip dasar dan
dikembangkan hingga praktis operasional dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Ideologi Marxisme-Leninisme meliputi ajaran dan paham
tentang (a) hakikat realitas alam berupa ajaran materialisme dialektis dan
ateisme; (b) ajaran makna sejarah sebagai materialisme historis; (c)
norma-norma rigid bagaimana masyarakat harus ditata, bahkan tentang bagaimana
individu harus hidup; dan (d) legitimasi monopoli kekuasaan oleh sekelompok
orang atas nama kaum proletar.
Tipe
kedua adalah ideologi terbuka. Ideologi terbuka hanya berisi orientasi dasar,
sedangkan penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan dan norma-norma sosial-politik
selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan nilai dan prinsip moral yang
berkembang di masyarakat. Operasional cita-cita yang akan dicapai tidak dapat
ditentukan secara apriori, melainkan harus disepakati secara demokratis. Dengan
sendirinya ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat
dipakai melegitimasi kekuasaan sekelompok orang. Ideologi terbuka hanya dapat
ada dan mengada dalam sistem yang demokratis.
Perkembangan
Ideologi Dunia
Istilah
ideologi negara mulai banyak digunakan bersamaan dengan perkembangan pemikiran
Karl Marx yang dijadikan sebagai ideologi beberapa negara pada abad ke-18.
Namun sesungguhnya konsepsi ideologi sebagai cara pandang atau sistem berpikir
suatu bangsa berdasarkan nilai dan prinsip dasar tertentu telah ada sebelum
kelahiran Marx sendiri. Bahkan awal dan inti dari ajaran Marx adalah kritik dan
gugatan terhadap sistem dan struktur sosial yang eksploitatif berdasarkan
ideologi kapitalis.
Pemikiran
Karl Marx kemudian dikembangkan oleh Engels dan Lenin kemudian disebut sebagai
ideologi sosialisme-komunisme. Sosialisme lebih pada sistem ekonomi yang
mengutamakan kolektivisme dengan titik ekstrem menghapuskan hak milik pribadi,
sedangkan komunisme menunjuk pada sistem politik yang juga mengutamakan hak-hak
komunal, bukan hak-hak sipil dan politik individu. Ideologi tersebut berhadapan
dengan ideologi liberalisme-kapitalis yang menekankan pada individualisme baik
dari sisi politik maupun ekonomi.
Kedua
ideologi besar tersebut menjadi ideologi utama negara-negara dunia pasca perang
dunia kedua hingga berakhirnya era perang dingin. Walaupun demikian baik
komunisme maupun kapitalisme memiliki warna yang berbeda-beda dalam
penerapannya di tiap wilayah. Ideologi selalu menyesuaikan dengan medan pengalaman dari
suatu bangsa dan masyarakat. Komunisme Uni Soviet berbeda dengan komunisme di Yugoslavia, Cina, Korea
Utara, dan beberapa negara Amerika Latin. Demikian pula dengan kapitalisme yang
memiliki perbedaan antara yang berkembang di Eropa Barat, Amerika Serikat, dan Asia.
Walaupun
negara-negara yang menganut kedua besaran ideologi tersebut saling
berhadap-hadapan, namun proses penyesuaian diantara kedua ideologi tersebut
tidak dapat dihindarkan. Kapitalisme, dalam perkembangannya banyak menyerap
unsur-unsur dari sosialisme. Setelah mengalami krisis besar pada tahun 1920-an
(the great depression) Amerika Serikat banyak mengadopsi kebijakan-kebijakan
intervensi negara di bidang ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kebijakan-kebijakan tersebut kemudian berkembang menjadi konsep negara
tersendiri, bahkan ada yang menyebutnya sebagai ideologi, yaitu negara
kesejahteraan (welfare state) yang berbeda dengan ideologi kapitalisme klasik.
Di
sisi lain, beberapa negara komunis yang semula sangat tertutup lambat-laun
membuka diri, terutama dalam bentuk pengakuan terhadap hak-hak sipil dan politik.
Proses demokratisasi terjadi secara bertahap hingga keruntuhan negara-negara
komunis yang ditandai dengan tercerai-berainya Uni Soviet dan Yugoslavia pada
dekade 1990-an.
Ada yang
menafsirkan bahwa keruntuhan Uni Soviet dan Yugoslavia sebagai pilar utama
adalah tanda kekalahan komunisme berhadapan dengan kapitalisme. Bahkan Fukuyama
pernah mendalilkan hal ini sebagai berakhirnya sejarah yang selama ini
merupakan panggung pertentangan antara kedua ideologi besar tersebut. Namun
kesimpulan tersebut tampaknya terlalu premature. Keruntuhan komunisme, tidak
dapat dikatakatan sebagai kemenangan kapitalisme karena dua alasan, yaitu (a)
ide-ide komunisme, dan juga kapitalisme tidak pernah mati; dan (b) ideologi
kapitalisme yang ada sekarang telah menyerap unsur-unsur sosialisme dan
komunisme.
Ide-ide
komunisme tetap hidup, dan memang perlu dipelajari sebagai sarana mengkritisi
sistem sosial dan kebijakan yang berkembang. Ide-ide tersebut juga dapat hidup
kembali menjadi suatu gerakan jika kapitalisme yang saat ini mulai kembali ke
arah libertarian berada di titik ekstrim sehingga menimbulkan krisis sosial.
Demikian pula halnya dengan gerakan-gerakan demokratisasi dan perjuangan atas
hak-hak individu akan muncul pada sistem yang terlalu menonjolkan komunalisme.
Ideologi dan Konstitusi
Menurut
Brian Thompson, secara sederhana pertanyaan: what is a constitution dapat
dijawab bahwa “…a constitution is a document which contains the rules for the
the operation of an organization” . Organisasi dimaksud bera¬gam bentuk dan
kompleksitas strukturnya. Negara sebagai salah satu bentuk organisasi, pada
umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi atau
Undang-Undang Dasar. Hanya Inggris dan Israel saja yang sampai sekarang
dikenal tidak memiliki satu naskah tertulis yang disebut Undang-Undang Dasar.
Undang-Undang Dasar di kedua negara ini tidak pernah dibuat, tetapi tumbuh
menjadi konstitusi dalam pengalaman praktek ketatanegaraan. Namun para ahli
tetap dapat menyebut adanya konstitusi dalam konteks hukum tata negara Inggris.
Berlakunya
suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan
tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara
itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu
adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang
menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para
ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada di luar
dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di lingkungan
negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu
konstitusi.
Constituent power mendahului
konstitusi, dan konstitusi mendahului organ pemerintahan yang diatur dan
dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian constituent power berkaitan pula
dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum
yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya,
karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan
otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan
lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar
peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat
berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan
dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Konstitusi
selalu terkait dengan paham konstitusionalisme. Walton H. Hamilton menyatakan “Constitutionalism
is the name given to the trust which men repose in the power of words engrossed
on parchment to keep a government in order” . Untuk tujuan to keep a
government in order itu diperlukan pengaturan yang sedemikian rupa, sehingga
dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan
sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara
alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespons perkembangan peran
relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.
Konstitusionalisme
di zaman sekarang dianggap sebagai suatu konsep yang niscaya bagi setiap negara
modern. Seperti dikemukakan oleh C.J. Friedrich sebagaimana dikutip di atas, “constitutionalism
is an institutionalized system of effective, regularized restraints upon
governmental action”. Basis pokoknya adalah kesepakatan umum atau
persetujuan (consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang
diidealkan berkenaan dengan negara.
Organisasi
negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka
bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan
mekanisme yang disebut negara. Kata kuncinya adalah konsensus atau general
agreement. Jika kesepakatan umum itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi
kekuasaan negara yang bersangkutan, dan pada gilirannya perang saudara (civil
war) atau revolusi dapat terjadi. Hal ini misalnya, tercermin dalam tiga
peristiwa besar dalam sejarah umat manusia, yaitu revolusi penting yang terjadi
di Perancis tahun 1789, di Amerika pada tahun 1776, dan di Rusia pada tahun
1917, ataupun peristiwa besar di Indonesia pada tahun 1945, 1965 dan 1998.
Konsensus
yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya dipahami
bersandar pada tiga elemen kesepakatan (consensus), yaitu :
- Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general acceptance of the same philosophy of government).
- Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basis of government).
- Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures).
Kesepakatan
(consensus) pertama, yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama sangat menentukan
tegaknya konstitusi dan konstitusionalisme di suatu negara. Oleh karena itu, di
suatu masyarakat untuk menjamin kebersamaan dalam kerangka kehidupan bernegara,
diperlukan perumusan tentang tujuan-tujuan atau cita-cita bersama yang biasa
juga disebut sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang
berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common platforms atau
kalimatun sawa di antara sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan
bernegara.
Kesepakatan
kedua adalah kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum
dan konstitusi. Kesepakatan atau konsensus kedua ini juga sangat prinsipil,
karena dalam setiap negara harus ada keyakinan bersama bahwa apapun yang hendak
dilakukan dalam konteks penyelenggaraan negara haruslah didasarkan atas rule of
the game yang ditentukan bersama. Istilah yang biasa digunakan untuk itu adalah
the rule of law yang dipelopori oleh A.V. Dicey, seorang sarjana Inggris
kenamaan. Bahkan di Amerika Serikat istilah ini dikembangkan menjadi jargon,
yaitu The Rule of Law, and not of Man untuk menggambarkan pengertian bahwa
hukumlah yang sesungguhnya memerintah atau memimpin dalam suatu negara, bukan
manusia atau orang.
Istilah
The Rule of Law jelas berbeda dari istilah The Rule by Law. Dalam istilah
terakhir ini, kedudukan hukum (law) digambarkan hanya sekedar bersifat
instrumentalis atau alat, sedangkan kepemimpinan tetap berada di tangan orang
atau manusia, yaitu The Rule of Man by Law. Dalam pengertian demikian, hukum
dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem yang di puncaknya terdapat
pengertian mengenai hukum dasar yang tidak lain adalah konstitusi, baik dalam
arti naskah tertulis ataupun dalam arti tidak tertulis. Dari sinilah kita
mengenal adanya istilah constitutional state yang merupakan salah satu ciri
penting negara demokrasi modern. Karena itu, kesepakatan tentang sistem aturan
sangat penting sehingga konstitusi sendiri dapat dijadikan pegangan tertinggi
dalam memutuskan segala sesuatu yang harus didasarkan atas hukum. Tanpa ada
konsensus semacam itu, konstitusi tidak akan berguna, karena ia akan sekedar
berfungsi sebagai kertas dokumen yang mati, hanya bernilai semantik dan tidak
berfungsi atau tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
Kesepakatan
ketiga adalah berkenaan dengan (a) bangunan organ negara dan prosedur-prosedur
yang mengatur kekuasaannya; (b) hubungan-hubungan antar organ negara itu satu
sama lain; serta (c) hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga
negara. Dengan adanya kesepakatan itu, maka isi konstitusi dapat dengan mudah
dirumuskan karena benar-benar mencerminkan keinginan bersama berkenaan dengan
institusi kenegaraan dan mekanisme ketatanegaraan yang hendak dikembangkan
dalam kerangka kehidupan negara berkonstitusi (constitutional state).
0 komentar:
Posting Komentar