Rabu, 04 Juli 2012

Kewajiban Amar Ma'ruf Nahi Mungkar


Kewajiban Amar Ma'ruf Nahi Mungkar

Orang muslim beriman kepada kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar bagi semua orang Muslim yang mukallaf, mampu, mengetahui ma'ruf (kebaikan), melihat ma'ruf tersebut ditinggalkan manusia, atau mengetahui mungkar, melihat mungkar tersebut dikerjakan manusia, mampu memberikan perintah, dan mampu melakukan perubahan dengan tangannya, atau lisannya.
Amar ma'ruf nahi mungkar adalah kewajiban agama terbesar seteah kewajiban iman kepada Allah Ta'ala. Sebab, Allah Ta'ala menyebutkannya dalam Al-Qur'an bersanding dengan iman kepada-Nya. Allah Ta'ala berfirman, "Kalian umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah." (Ali Imran: 110).
Orang muslim meyakini itu semua karena dalil-dalil wahyu dan dalil-dalil akal.

Dalil-Dalil Wahyu
  1. Perintah Allah Ta'ala kepada muslimin untuk melakukan amar ma'ruf nahi mungkar dalam firman-Nya, "Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung." (Ali Imran: 104).
  2. Penjelasan Allah Ta'ala tentang orang-orang yang berhak mendapatkan pertolongan-Nya dan kepemihakan-Nya, bahwa mereka adalah yang menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam firman-firman-Nya seperti berikut.
    • "(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar." (Al-Hajj: 41).
    • "'Dan laki-laki beriman dan wanita-wanita beriman sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya." (At-Taubah: 71)
    • Firman Allah Ta'ala tentang wali-Nya, Luqman, ketika menasihati anaknya, "Hai anakku, dirikanlah shalat, dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Luqman: 17).
    • Firman Allah Ta'ala ketika mencela Bani Israel, "Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu." (Al-Maidah: 78-79)
    • Firman Allah Ta'ala tentang Bani Israel, bahwa Dia menyelamatkan orang-orang yang melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, dan membinasakan orang-orang yang meninggalkannya. "Dan Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zhalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik." (Al-A'raaf: 165).
  3. Perintah Rasulullah saw. untuk mengerjakan amar ma'ruf nahi mungkar dalam hadits-haditsnya, seperti dalam hadits-hadits berikut.
    • "Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak bisa melakukannya dengan tangannya, hendaklah ia mengubahnya dengan lisannya. Jika tidak bisa melakukannya dengan lisannya, hendaklah ia melakukan dengan hatinya. Itulah iman yang paling lemah." (Diriwayatkan Muslim).
    • "Kalian harus menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, atau (kalau tidak) Allah akan mengirim hukuman kepada kalian, kemudian kalian berdoa kepada-Nya. Namun Dia tidak mengabulkan doa kalian." (Diriwayatkan At-Tarmidzi dan ia meng-hasan-kannya).
  4. Penjelasan Rasulullah saw. tentang amar ma'ruf nahi mungkar dalam sabda- sabdanya, seperti dalam sabda- sabdanya berikut ini.
    • "Tidaklah satu kaum itu melakukan kemaksiatan-kemaksiatan dan di kalangan mereka terdapat orang yang mampu mencegahnya dari mereka namun ia tidak melakukannya, melainkan Allah meratakan siksa dari-Nya kepada mereka." (Diriwayatkan At-Tarmidzi dan ia berkata bahwa hadits ini hasan shahih).

      Abu Tsa'labah Al-Khusyani r.a. bertanya kepada Rasulullah saw. tentang maksud firman Allah Ta'ala, "Orang sesat tidak akan memberikan madzarat kepada kalian jika kalian telah mendapatkan petunjuk," (Al-Maidah: 105) maka beliau bersabda,

      "Hai Abu Tsa'labah, jika engkau melihat kekikiran ditaati, hawa nafsu diikuti, dunia diutamakan, dan setiap orang mempunyai pendapat dan bangga dengan pendapatnya, maka jagalah dirimu, dan tidak usah menggubris orang-orang awam. Karena, di belakang kalian, berpegang teguh padanya ketika itu mendapatkan pahala lima puluh orang dari kalian." Ditanyakan, "(Pahala lima puluh) orang dari mereka wahai Rasulullah?" Rasulullah saw. bersabda, "Tidak, namun seperti pahala lima puluh orang dari kalian. Karena kalian mendapatkan penolong dalam kebaikan, sedang mereka tidak mendapatkan penolong dalam kebaikan." (Diriwayatkan Abu Daud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi yang meng-hasan-kan nya).
    • "Tidak ada seorang nabi pun yang diutus Allah kepada salah satu umat sebelumku, melainkan ia mempunyai hawariyyun dari umatnya, orang-orang yang mengambil sunnahnya dan melaksanakan perintahnya. Kemudian sesudah mereka datanglah generasi-generasi yang berkata apa yang tidak mereka katakan, dan mengerjakan apa yang mereka tidak diperintahkan untuk mengerjakannya. Maka, barangsiapa berjihad melawan mereka dengan tangannya, ia orang Mukmin. Dan barang siapa berjihad melawan mereka dengan hatinya, ia orang Mukmin dan di hati orang tersebut tidak ada iman seberat biji pun." (Diriwayatkan Muslim).
    • Ketika Rasulullah saw. ditanya tentang jihad yang paling utama, beliau bersabda, "(yaitu) mengatakan kebenaran di depan penguasa yang zhalim." (Diriwayatkan Ibnu Majah, Ahmad, dan An-Nasai. Hadits ni shahih).
Dalil-Dalil Akal
  1. Pengalaman empiris membuktikan, bahwa jika penyakit dibiarkan begitu saja dan tidak diobati, maka ia akan merayap ke dalam tubuh. Dan akan menjadi sulit diobati jika telah melekat di badan dan merayap di dalamnya. Kemungkaran juga begitu. Jika dibiarkan begitu saja dan tidak diubah, maka tidak lama kemudian kemungkaran tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar, dan dikerjakan semua orang, dewasa dan anak kecil. Jika itu telah terjadi, maka kemungkaran tersebut sulit diubah atau dihilangkan. Ketika itulah, para pelakunya berhak mendapatkan hukuman dari Allah Ta'ala. Hukuman tidak mungkin bisa dipungkiri apa pun alasannya, sebab, ia berjalan di atas ketetapan-ketetapan Allah Ta'ala yang tidak berganti dan tidak berubah. Allah Ta'ala berfirman, "Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu." (Fathir: 43).
  2. Pengalaman empiris juga membuktikan, bahwa jika sebuah rumah tidak diurus, tidak dibersihkan, dan kotoran-kotorannya tidak dibuang hingga waktu tertentu, maka akhirnya akhirnya rumah tersebut tidak layak dihuni, baunya tidak sedap, hawanya beracun, dan kuman-kuman penyakit tersebar di dalamnya. Karena kotoran-kotoran menumpuk dan terkumpul di dalamnya dalam waktu yang lama. Begitu juga, jika kemungkaran di sebagian kaum Mukminin dibiarkan begitu saja, tidak diubah, dan kebaikan tidak diperintahkan kepada mereka, maka tidak lama berselang, mereka menjadi orang-orang yang beruhani buruk, orang-orang jahat, tidak menyuruh kepada kebaikan, dan tidak melarang dari kemungkaran. Jika itu telah terjadi, maka tidak layak hidup, kemudian Allah membinasakan mereka dengan sebab-sebab dan perantaraan-perantaraan yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya kekuatan Tuhanmu itu dahsyat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Perkasa, dan Maha Pemberi Hukuman.
  3. Dari hasil pengamatan sehari-hari dapat diketahui, bahwa jika jiwa manusia terbiasa dengan keburukan, maka keburukan akan menjadi wataknya. Itulah kerja amar ma'ruf nahi mungkar. Jika kebaikan ditinggalkan dan tidak diperintahkan pada saat ditinggalkan, maka tidak lama kemudian, manusia terbiasa meninggalkannya, dan akhirnya mengerjakan kebaikan tersebut menjadi kemungkaran menurut mereka. Begitu juga kemungkaran jika tidak segera diubah, dan tidak cepat dihilangkan, maka beberapa saat kemudian, kemungkaran tersebut merebak, beredar luas, terbiasa dikerjakan, dianggap sebagai kewajaran, kemudian dianggap bukan kemungkaran oleh pelakunya, atau bahkan mereka menganggapnya sebagai kebaikan. Ini hati nurani yang rusak, penyimpangan pola pikir, - semoga Allah melindungi kita daripadanya - . Oleh karena itu, Allah Ta'ala, dan Rasul-Nya memerintahkan amar ma'ruf nahi mungkar, dan mewajibkannya kepada kaum Muslimin untuk menjaga kesucian mereka, kebaikan mereka, dan kedudukan tinggi mereka di antara bangsa-bangsa.
Kode Etik Amar Ma'ruf Nahi Mungkar
  1. Orang yang melakukan amar ma'ruf nahi mugnkar harus mengetahui hakikat sesuatu yang ia perintahkan, bahwa sesuatu tersebut adalah kebaikan dalam Syariat, dan bahwa kebaikan tersebut terbukti ditinggalkan dan tidak diamalkan. Ia juga harus mengetahui hakikat kemungkaran yang ia larang, dan ingin ia ubah, bahwa kemungkaran tersebut betul-betul telah dikerjakan, dan bahwa kemungkaran tersebut termasuk kemaksiatan, hal-hal yang diharamkan Syariat.
  2. Ia harus wara' (menjauhkan diri dari maksiat, dan syubhat), tidak mengerjakan kemungkaran yang ia larang, dan tidak meninggalkan kebaikan yang ia perintahkan, karena Allah Ta'ala berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, kenapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian perbuat ? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan." (Ash-Shaff: 2-3).

    Dan karena Allah Ta'ala berfirman, "Kenapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kalian berpikir ?" (Al-Baqarah: 44).
  3. Ia harus berakhlak mulia, penyabar, menyuruh dengan lemah-lembut, melarang dengan ramah, tidak marah jika mendapatkan gangguan dari orang yang ia larang, tidak naik darah jika mendapatkan gangguan dari orang yang ia perintahkan kepada kebaikan, bersabar, dan memaafkan, karena firman Allah Ta'ala, "Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Luqman: 17).
  4. Ia tidak boleh mengetahui kemungkaran dengan memata-matai. Sebab, untuk mengetahui kemungkaran, ia tidak boleh memata-matai manusia di rumah-rumah mereka, atau membuka pakaian salah seorang dari mereka untuk melihat apa yang ada di balik pakaiannya, atau membuka tutup salah satu tempat untuk mengetahui apa yang ada di dalam tempat tersebut. Sebab lain, karena Allah Ta'ala memerintahkan kaum Muslimin menutup aurat manusia, dan melarang mengadakan spionase terhadap mereka. Allah Ta'ala berfirman, "Dan janganlah kalian memata-matai orang lain." (Al-Hujurat: 12).

    Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah kalian memata-matai orang lain." (Diriwatkan Al-Bukhari).

    Rasullullah saw. bersabda, "Barang siapa menutup (aurat) seorang Muslim, maka Allah menutup (aurat)nya di dunia dan di akhirat." (Diriwatkan Muslim).
  5. Sebelum ia memerintahkan kebaikan kepada seseorang, ia harus mengenalkan kebaikan tersebut kepadanya. Sebab, bisa jadi, ia meninggalkan kebaikan tersebut karena ia tidak tahu bahwa kebaikan tersebut adalah kebaikan. Ia harus menjelaskan kemungkaran kepada orang yang hendak ia larang, bahwa perbuatannya adalah kemungakaran. Sebab, bisa jadi, ia mengerjakan kemungkaran tersebut karena tidak tahu bahwa kemungkaran tersebut adalah kemungkaran yang harus ditinggalkan.
  6. Ia harus menyuruh dan melarang dengan cara yang baik. Jika seseorang tidak mengerjakan kebaikan yang ia perintahkan, atau tidak berhenti dari kemungkaran yang ia larang, ia harus menasihatinya dengan sesuatu yang bisa menggugah hatinya. Misalnya, dengan menyebutkan dalil-dalil tentang ajakan dan ancaman yang ada di dalam Syari'at. Jika ini tidak membuahkan hasil, ia pergunakan bahasa-bahasa yang tegas dan keras. Jika cara ini juga tidak ampuh, ia mengubah kemungkaran tersebut dengan tangannya. Jika ia tidak mampu melakukannya, ia meminta bantuan kepada pemerintah, atau teman-temannya.
  7. Jika ia tidak sanggup mengubah kemungkaran dengan tangannya dan lisannya, karena mengkhawatirkan terjadinya sesuatu pada dirinya, atau hartanya, atau kehormatannya, dan tidak sanggup bersabar terhadap apa yang diterimanya, maka ia cukup mengubah kemungkaran tersebut dengan hatinya, karena sabda Rasulullah saw., "Barangsiapa salah seorang dari kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak sanggup mengubahnya dengan tangannnya, hendaklah ia mengubahnya dengan lisannya. Jika ia tidak sanggup mengubahnya dengan lisannya, hendaklah ia mengubahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemahnya iman."
Sumber: Diadaptasi dari Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaajul Muslim, atau Ensiklopedi Muslim: Minhajul Muslim, terj. Fadhli Bahri (Darul Falah, 2002), hlm. 85-91.



“Kepentingan Dakwah”

Hendaklah diantara kamu satu golongan yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar.(pangkal ayat 104).
Kalau pada ayat lalu telah diterangkan, bahwa nikmat islam telah menimbulkan persaudaraan, menjinakkan hati dan menyebut umat manusia yang nyaris terbenam ke dalam neraka, maka untuk memelihara kokohnya nikmat itu, hendaklah ada dalam kalangan jama’ah muslimin itu suatu golongan, dalam ayat ditegaskan suatu umat yang menyediakan diri mengadakan ajakan atau seruan,tegasnya dakwah. Yang selalu mesti mengajak dan membawa manusia berbuat kebaikan, menyuruh berbuat ma’ruf, yaitu yang patut, pantas dan sopan, dan mencegah perbuatan munkar, yang dibenci, dan yang tidak diterima.
Disini terdapat dua kata penting, yaitu menyuruh berbuat ma’ruf, mencegah perbuatan munkar. Berbuat ma’ruf diambil dari kata ‘uruf yang dikenal, atau yang dapat dimengerti dan dapat dipahami serta diterima oleh masyarakat. Perbuatan yang ma’ruf apabila dikerjakan, dapat diterima dan pahami oleh manusia serta dipuji, karena begitulah yang patut dikerjakan oleh manusia yang berakal. Yang munkar artinya ialah yang dibenci, yang tidak disenangi, yang ditolak oleh masyarakat, karena tidak patut, tidak pantas, tidak selayaknya yang demikian dikerjakan oleh manusia berakal. Agama datang dan menuntun manusia memperkenalkan mana yang ma’ruf dan mana yang munkar. Sebab itu, maka ma’ruf dan munkar tidaklah terpisah dari pendapat umum. Kalau ada perbuatan ma’ruf, seluruh masyarakat umumnya menyetujui, membenarkan dan memuji. Kalau ada perbuatan munkar, seluruh masyarakat menolak, membenci dan tidak menyukainya. Sebab itu, bertambah tinggi kecerdasan beragama, bertambah kenal orang akan yang ma’ruf dan yang bertambah benci orang kepada yang munkar. Karena itu wajiblah ada dalam jama’ah muslimin segolongan umat yang bekerja keras menggerakkan orang kepada yang ma’ruf itu dan menjauhi yang munkar, supaya masyarakat itu bertambah tinggi nilainya.
Menyampaikan ajakan kepada yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar itulah yang dinamakan dakwah. Dengan adanya umat yang berdakwah, agama menjadi hidup, tidak menjadi seolah-olah mati.
Bidang untuk menyampaikan dakwah terbagi dua,umum dan khusus. Yang umum banyak pula cabangnya, sebab masyarakat bercabang-cabang pula. dakwah kepada kalangan umat islam sendiri, supaya mereka memegang agama dengan betul dan beragama dengan kesadaran. Dan pemeluk agama ada dalam segala bidang kemasyarakatan, dalam pertanian, perniagaan, pekerjaan tangan perburuhan, dan kepegawaian. Dipertimbangkan juga tingkat kecerdasan, di kampong atau di kota, laki-laki perempuan, tua atau muda, orang yang lebih cerdas atau yang tinggi pendidikannya dengan orang yang rendah kecerdasannya.
Dalam bidang umum, termasuk propaganda menjelaskan kemurnian agama keluar. Pertama bersifat mengajak orang lain supaya turut memahami hikmat ajaran islam. Dan kadang-kadang bersifat menangkis serangan, atau tuduhan yang tidak-tidak terhadap agama.
Yang bersifat khusus ialah dakwah dalam kalangan keluarga sendiri, menimbulkan suasana agama di kalangan keluarga, mendidik agar patuh akan perintah tuhan, berlomba berbuat baik. Dakwah tidak berhenti, walaupun antara sesama golongan sendiri.
Di dalam ayat, bertemu tiga kewajiban yang dihadapi. Yang dua berpusat kepada yang satu. Yang satu ialah mengajak kepada kebaikan. Dia menimbulkan dua tugas. Pertama menyuruh berbuat ma’ruf, kedua melarang berbuat munkar.
Setengah ahli tafsir mengatakan bahwasanya yang dimaksud degan al-khoiri yang berarti kebaikan di dalam ayat ini ialah islam, yaitu memupuk kepercayaan dan iman kepada tuhan, termasuk tauhid dan makrifat, dan itulah hakikat kesadaran beragama yang menimbulkan tahu membedakan yang baik dan yang buruk, yang ma’ruf dengan yang munkar. Selanjutnya ialah timbul dan tumbuhnya rasa kebaikan dalam jiwa yang menyebabkan tahu pula dan berani menegakkan mana yang ma’ruf dan menegakkan mana yang munkar. Kalau kesadaran beragama belum tumbuh, menjadi sia-sia sajalah menyebut yang ma’ruf dan menentang yang munkar. Sebab untuk membedakan yang ma’ruf dengan yang munkar tidak lain dengan ajaran tuhan.
Oleh sebab itu, dapatlah diambil pesan, bahwa di dalam mengadakan dakwah, hendaklah kesadaran beragama ini wajib ditimbulkan terlebih dahulu. Suatu dakwah yang mendahulukan hukum halal dan haram sebelum orang yang menyadari agama adalah perbuatan yang percuma, sama saja seperti seseorang yang menjatuhkan talak kepada istri orang lain.
Di sini kita bertemu dengan dua kata penting, yaitu pertama ummatun, yang berarti umat hendaklah antara suatu umat. Yang kedua kata yad’ unna yaitu melancarkan dan menjalankan seruan, tegasnya dakwah. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa di kalangan umat islam yang beser jumlahnya ini, dewasa ini tidak kurang dari 900 juta umat. Hendaklah ada lagi segolongan umat yang menjadi inti yang kerjanya khusus mengadakan dakwah. Atau hendaklah seluruh umat itu sendiri sadar akan kewajibannya mengadakan dakwah. Sebab kehidupan agama, kemajuan atau kemundurannya sangat bergantung kepada dakwah.
Ayat yang mengatakan: hendaklah ada antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan jelaslah, bahwa bidang yang akan dihadapi oleh umat pemegang dakwah itu ada dua, pertama dakwah ke dalam kalangan umatnya sendiri, dan kedua dakwah keluar kalangan islam.
Pada zaman hidup Rasulullah Saw dan beberapa waktu kemudian setelah beliau meninggal dunia, orang-orang yang telah beragama islam sendiri masih menerima dakwah langsung dari Muhammad Saw dan para sahabat beliau. Maka hukum-hukum yang belum diketahui, mereka minta penjelasannya kepada Rasul. Kalau mereka tidak tahu mereka bertanya. Setelah zaman Rasul dan sahabat berlalu datanglah ulama-ulama, sejak tabiin sampai kepada tabii-tabiin sampai kepada ulama mutaqaddimin, sampai kepada ulama mutaakhirin, melanjutkan dakwah dalam kalangan umat islam sendiri, supaya muslim itu sadar terus akan agamanya.
Dalam pada itu diadakan pula dakwah keluar, memberikan pengertian tentang hakikat kebenaran islam kepada orang-orang yang belum memeluknya.
Yang ma’ruf, sebagaimana kita katakan tadi ialah perbuatan baik yang diterima oleh masyarakat yang baik. Dengan demikian nyatalah kewajiban seorang yang jadi ahli dakwah atau umat dakwah. Membentuk pendapat umat yang sehat, atau public opini. Dan yang munkar adalah segala perbuatan atau gejala-gejala yang buruk yang ditolak oleh masyarakat. Dengan selalu adanya dakwah, maka terdapatlah masyarakat yang sehat dan itulah tujuan hidup manusia, sebab manusia itu pada hakikatnya tidaklah ada yang menyukai yang munkar dan menolak yang ma’ruf. Maka apabila amar ma’ruf nahi munkar terhenti, itulah tanda bahwa masyarakat tadi mulai ditimpa penyakit. Kemenangan dan kejayaan pergaulan hidup manusia ialah pada adanya kesadaran akan kebaikan dan ma’ruf dan tolakan yang mutlak atas yang munkar. Itulah sebabnya, maka ujung ayat menjelaskan : dan mereka itu, ialah orang-orang yang memperoleh kemenangan (ujung ayat 104).
Meskipun di dalam rasa bahasa, sepintas lalu agak kaku bunyinya salinan ayat ini yaitu “dan mereka itu ialah” namun dengan menyalin demikian lebih terasalah inti maksud ayat, yaitu hanya orang-orang yang tetap menjalankan dakwah itu, artinya itu sajalah yang akan memperoleh kemenangan. Sebab dengan adanya dakwah, kemunkaran dapat dibendung dan yang ma’ruf dapat dialirkan terus sehingga umat tadi menjadi pelopor kebajikan di dalam dunia.


sumber: tafsir al-Azhar juz 4 QS.3:104

AJAKAN KEPADA KEBAIKAN
A.     AJAKAN KEPADA YANG MA’RUF DAN MENJAHUI DARI YANG MUNGKAR
ﻋﻦ ﺣﺬﻴﻔﺔ ﺮﺻﻰ ﺍﷲ ﻋﻦ ﺍﻠﻧﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﻮﺴﻠﻤ ﻘﺎﻝ : ﻮﺍﻠﺫﻱ ﻧﻔﺴﻰ ﺒﻴﺪﻩ ﻠﺘﺎﻤﺮﻥ ﺒﺎﻠﻤﻌﺮﻭﻑﻭﻠﺘﻧﻬﻭﻥ ﻋﻥ ﺍﻠﻤﻧﻜﺮ ﺍﻭ ﻠﻴﻭﺸﻜﻥ ﺍﷲ ﺍﻥ ﻴﺑﻌﺙ ﻋﻠﻴﻜﻤ ﻋﻘﺎﺑﺎ ﻤﻨﻪ ﺛﻤ ﺗﺪﻋﻭﻨﻪ ﻔﻼ ﻴﺴﺗﺟﺎﺏ ﻠﻜﻤ (ﺮﺍﻭﻩﺍﻠﺮﻤﺫﻯ)
Terjemah Hadits:
“Huzaifah berkata bahwa Nabi bersabdah, “Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, kamu harus menganjurkan kebaikan dan mencegah dari kemungkaran,atau kalau tidak, pasti Allah akan menurunkan siksa kepadamu, kemudian kamu berdoa, maka tidak diterima doa dari kamu.” (H.R. Tirmidzi)
Penjelasanya
Bahwa umat Islam diperintahkan untuk menjaga saudara-saudaranya sesama manusia, khususnya umat Islam, untuk berbuat kebaikan yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala kesesatan yang dilarang-Nya.[1] Amar ma’ruf nahi mungkar itu sangat penting dalam ajaran Islam. Mereka yang melakukan akan dapat kemuliaan dan kebahagiaan, sebagaimana dijanjikan oleh Allah SWT. Dalam Al-Quran:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
Artinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 104)
Kebahagiaan dan keberuntungan bukan saja milik mereka yang melakukan amal ma’ruf nahi mungkar, tetapi bagi mereka yang diajak apabila menuruti ajakan tersebut, manusia terkadang lupa diri, tidak ingat tujuan hidup dan kehendak kemana setelah hidup. Akibatnya, ia berbuat semena-mena tanpa kendali, tidak dapat membedakan mana perbuatan yang pantas dilakukan dan harus dilakukan dan mana perbuatan yang harus dihindari. keadaan seperti ini harus dihindari atau dikurangi bila ada segolongan orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Maka sesungguhnya mereka telah menolong saudaranya yang tengah lalai tersebut. Allah SWT. Berfirman:
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 šcrâßDù'tƒ Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# šcqßÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# šcqè?÷sãƒur no4qx.¨9$# šcqãèŠÏÜãƒur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷Žzy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îƒÍtã ÒÅ3ym ÇÐÊÈ    
Artinya:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah: 71)
Sebaliknya orang yang tidak peduli terhadap perbuatan saudaranya sesama muslim, bahkan untuk mengajak melakukan perbuatan yang dilarang syara’ atau merasa senang jika melihat saudaranya terjerumus dalam perbuatan tercela yang dilarang Islam dan dipandang buruk bahkan merintagi mereka yang akan berbuat kebaikan, mereka itu tergolong sebagai orang munafik, Allah SWT. Berfirman:
tbqà)Ïÿ»uZßJø9$# àM»s)Ïÿ»oYßJø9$#ur OßgàÒ÷èt/ .`ÏiB <Ù÷èt/ 4 šcrããBù'tƒ Ìx6ZßJø9$$Î/ šcöqpk÷]tƒur Ç`tã Å$rã÷èyJø9$# šcqàÒÎ6ø)tƒur öNåkuÏ÷ƒr& 4 (#qÝ¡nS ©!$# öNåkuŽÅ¡t^sù 3 žcÎ) tûüÉ)Ïÿ»oYßJø9$# ãNèd šcqà)Å¡»xÿø9$# ÇÏÐÈ    
Artinya: “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang Munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. mereka telah lupa kepada Allah, Maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. At-Taubah: 67)
Demikian Amar maruf nahi mungkar sangat besar pengaruhnya bagi ketentraman hidup manusia, baik untuk individu maupun untuk masyarakat. Tidak heran bahwa Al-Quran menyebutkan bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan salah satu kewajiban dalam Islam yang merupakan umat terbaik. Mereka yang tidak mau menjaklankan amar ma’ruf nahi mungkar sangat dicela dan dianggap telah berbuat kejelekan walaupun ia sendiri tidak melakukanya.
Akan tetapi dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar ini, kita tidak perlu memaksakan diri misalnya, dengan cara-cara tertentu yang bersifat memaksa, sehingga mengakibatkan kita celaka. Setiap da’i hendaklah selalu ingat bahwa kita hanya diperintahkan  melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, sedangkan masalah menurut atau tidaknya orang yang diajaknya diserahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Oleh karena itu, dalam melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar diperlukan metode tertentu agar berhasil dengan baik, diantara metode yang diajarkan al-Quran adalah sebagai berikut:
äí÷Š$# 4n<Î) È@‹Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Artinya:
 ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl:125)
            Selain itu, dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang hendak melaksanakanya. Nabi SAW. Menawarkan tiga alternatif. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits, yang Artinya:
“Said Al-Khuidri berkata, saya mendengar rasulullah SAW bersabdah, “Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, kalau tidak bisa, maka dengan ucapannya, dan kalau tidak bisa, maka dengan hatinya. Namun hati itu selemah-lemahnya iman.” (H.R. Muslim)[2]
            Menurut sebagian ulama, maksud dari hadits di atas bahwa kemungkaran harus diubah dengan:[3]
  1. Kekuasaan bagi para penguasa;
  2. Nasihat atau ceramah bagi para ulama, kaum cerdik pandai, juru penerang, para wakil rakyat, dan lain-lain;
  3. Membencinya dalam hati bagi masyarakat umum
Setiap orang memiliki kekuatan dan kedudukan sendiri-sendiri untuk mencegah kemungkaran. Dengan kata lain, hadits tersebut menunjukan bahwa umat Islam harus berusaha melakukan amar ma’ruf nahi mungkarmenurut kemampuanya, sekalipun hanya melalui hati. Hal itu menunjukan bahwa amar ma’ruf nahi mungkar sangat penting dalam Islam dan harus dilaksanakan oleh semua umat Islam agar tercipta tatanan hidup yang baik di masyarakat.
            Menurut Al-Faqih abu Laits Samarqandhi, ada lima syarat dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, yaitu:[4]
  1. Berilmu
  2. Ikhlas semata
  3. Mengunakan metode yang baik
  4. Sabar dan tenang
  5. Melakukan hal-hal yang diperintahkan (Menyesuaikan ucapan dan perbuatan).
Namun demikian, yang paling penting, sebagaimana telah disebutkan di atas, adalah keinginan dan usaha untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Jika tidak ada usaha dari umat Islam untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar maka Allah akan memberikan azabnya dan tidak akan menerima do’a kaum muslimin yang ada di tempat itu.
B.     KEUTAMAAN MENGAJAK KEPADA KEBAIKAN
ﻋﻦ ﺍﺒﻰ ﻫﺮﻴﺮﺓ ﺮﺼﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻘﺎﻞ : ﻘﺎﻞ ﺮﺴﻮﻞ ﺍﷲ ﺼﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻮﺴﻠﻤ ﻤﻦ ﺩﻋﺎ ﺍﻠﻰ ﻫﺩﻯﻜﺎﻦ ﻠﻪ ﻤﻦ ﺍﻻﺠﺮ ﻤﺜﻝ ﺍﺠﻮﺮ ﻤﻦ ﺘﺒﻌﻪ ﻻﻴﻧﻘﺺ ﺬﻠﻠﻚ ﻤﻦ ﺍﺜ ﺎﻤﻬﻤ ﺷﻴﺄ (ﺭﻭﺍﻩ ﻤﺴﻠﻤ)
Terjemah Hadits:
“Abu Hurairah r.a. berkataRasullullah SAW bersabdah, “barang siapa yang mengajak kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi dari mereka sedikitpun dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan maka baginya dosa sebagaimana dosanya orang yang mengikutinya tanpa dikurangi dari mereka sedikitpun,” (H.R. Muslim)[5]
Penjelasan Hadits:
Hadits diatas menjelaskan bahwa orang yang mengajak kepada kebaikan akan mendapat pahala sebesar pahala orang yang mengerjakan ajakanya tanpa dikurangi sedikit pun. Begitu pula orang yang mengajak kepada kesesatan akan mendapat dosa besar sebesar dosa orang yang mengerjakan ajakanya tanpa dikurangi sedikit pun.[6] Tidak diragukan lagi bahwa hadits tersebut merupakan kabar gembira bagi mereka yang suka mengajak orang lain untuk mengerjakan kebaikan, Allah SWT memberikan penghargaan tinggi bagi mereka yang suka mengajak kepada kebaikan tentu saja bila ajakan itu didasarkan atas niat yang ikhlas, bukan untuk mencari materi dan keuntungan dunia.
            Namun tidaklah demikian, tidaklah bijaksana jika seorang muslim hanya mengharapkan pahala dari melakulan amar ma’ruf dan nahi mungkar, sedangkan dia sendiri lupa untuk mengajak dirinya agar melaksanakan apa-apa yang ia ajarkan kepada orang lain, bagainanapun orang tersebut tidak lepas dari siksa Allah SWT, padahal di dalam Al-Quran telah dijelaskan:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 šcqä9qà)s? $tB Ÿw tbqè=yèøÿs? ÇËÈ   uŽã9Ÿ2 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB Ÿw šcqè=yèøÿs? ÇÌÈ  
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. As-Saaf: 2-3)
            Dengan demikian, sangatlah jelas bahwa mereka yang hanya dapat memberiakan nasihat melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar kepada orang lain, tetapi dirinya lalai, dia tidak akan mendapat pahala, tapi murka Allah SWT. Dan diantara penyebab kesuksesan dakwah Nabi SAW, dalam waktu yang singkat sehingga mampu mengubah bangsa Arab yang terkenal jahiliyah dari segi akhlaknya dan  keras perangainya, adalah sikap beliau yang tidak banyak bicara, tetapi juga melaksanakan segala sesuatu yang beliau ucapkan sebelum orang lain melakukanya. Beliau memberikan teladan dalam melaksanakan dan membuktikan apa yang diucapkanya. Dengan demikian, jelaslah mengajak kepda diri sendiri untuk melakukan kebaikan adalah sangat utama, dan merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam berdakwah. Apalagi jika ia mengajak kepada orang lain dan orang tersebut melakukanya. Perbuatan yang harus dihindari adalah melakukan kejelekan atau mengajak orang lain berbuat kejelekan.

 Kesimpulan
Islam diperintahkan untuk menjaga saudara-saudaranya sesama manusia, khususnya umat Islam, untuk berbuat kebaikan yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala kesesatan yang dilarang-Nya. dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang hendak melaksanakanya. Nabi SAW. Menawarkan tiga alternatif. Yaitu siapa diantara kamu melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, kalau tidak bisa, maka dengan ucapannya, dan kalau tidak bisa, maka dengan hatinya. dan  orang yang mengajak kepada kebaikan akan mendapat pahala sebesar pahala orang yang mengerjakan ajakanya tanpa dikurangi sedikit pun. Begitu pula orang yang mengajak kepada kesesatan akan mendapat dosa besar sebesar dosa orang yang mengerjakan ajakanya tanpa dikurangi sedikit pun.



[1]  Rachmat Syafei, Al-Hadis Aqidah Akhlaq Sosial  dan Hukum, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal: 237
[2]  Maftuh Ahnan, Kumpulan Hadits Terpilih Shahih Bukhari, Terbit Terang, Surabaya, 2005, hal:  213
[3]  Rachmat Syafei, Al-Hadis Aqidah Akhlaq Sosial  dan Hukum, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal: 241
[4]  Rachmat Syafei, Al-Hadis Aqidah Akhlaq Sosial  dan Hukum, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal: 243
[5]  Maftuh Ahnan, Kumpulan Hadits Terpilih ShahihMuslim, Terbit Terang, Surabaya, 2003, hal:  267

[6] Rachmat Syafei, Al-Hadis Aqidah Akhlaq Sosial  dan Hukum, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal: 245

Prinsip Mengajak Kepada Kebaikan : Al-Arham Edisi 2 (B)
Rabu, 29 Juli 2009 07:07 Nur Qomariyah

Dalam Alquran, kita sering menjumpai lafadz "amar ma'ruf nahi munkar" di beberapa tempat. Sebagai contoh dalam QS. Ali Imran: 104, "Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung". 

Dalam ayat lain disebutkan, "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi umat manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah" (QS. Ali Imran: 110). Kata amar ma'ruf dan nahi munkar juga bisa ditemukan dalam QS. At Taubah: 71, Al Hajj: 41, Al-A'raf: 165, Al Maidah: 78-79, serta masih banyak lagi dalam surat yang lain.

Bila dicermati, ayat-ayat di atas menyiratkan bahwa amar ma'ruf nahi munkar merupakan perkara yang benar-benar urgen (sangat penting) dan harus diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Secara global ayat-ayat ini menganjurkan terbentuknya suatu kelompok atau segolongan umat yang intens mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kejelekan. Kelompok tersebut bisa berupa sebuah organisasi, badan hukum, partai ataupun kumpulan individu-individu yang sevisi. Mereka yang dengan sadar melakukan hal baik ini tercatat sebagai muslim yang berjihad di jalan Allah swt. Rasulullah saw. bersabda: 

Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat adil (benar, lurus) kepada Sultan atau pemerintah/ pemimpin yang menyimpang”. (HR. Imam Tirmidzi)   

Nampaknya di antara kewajiban asasi dalam Islam adalah kewajiban melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Di mana kewajiban ini dijadikan oleh Allah Swt. sebagai salah satu dari dua unsur pokok keutamaan dan kebaikan umat Islam. 

Pada dasarnya ma’ruf adalah maa ‘arafahu al-aqlu wasy-syarru’ (sesuatu dianggap ma’ruf bila sesuai dengan ajaran Islam dan akal), sehingga ukuran kebaikan itu tidak terletak pada subyektifitas perorangan. Kita sering mendengar sesuatu baik, akan tetapi tidak jelas baik menurut siapa. ’Baik’ dalam hasanah kajian keislaman adalah baik menurut Allah dan baik menurut akal. Sedangkan al-munkar adalah maa ankara ‘alaihi aqlu wasy-syar’u (sesuatu yang diingkari oleh akal dan Islam). Jadi amar ma’ruf nahi munkar itu dua istilah terminologi dalam Islam, sehingga cara memahaminya harus dikembalikan kepada Islam pula.

Dalam Islam, Allah menganjurkan amar ma’ruf dan nahi munkar, baik kepada laki-laki maupun perempuan. Di dalam konteks rumah tangga, landasan ini menjadi penting untuk membangun relasi kesetaraan di antara keduanya. Di mana ada ketertindasan, di sanalah siapapun wajib membela dan berhak untuk dibela, baik dalam ranah domestik maupun publik. Apalagi sekarang undang-undang telah melegalkan kita untuk melaporkan bentuk kekerasan apapun yang terjadi dalam aspek kehidupan. Dalam kasus kekerasan yang terjadi di rumah tangga, kita bisa menggunakan UU PKDRT No.23/2004, sebagai landasan hukum disamping Alquran dan Hadis untuk menolak kekerasan (an-nahyil munkar). Namun sayang, perempuan dalam keluarga pada tahapan ini, seringkali merasa tak berdaya ketika harus berhadapan dengan superioritas lelaki. Relasi kuasa yang tidak setara antara suami isteri inilah yang menyebabkan perempuan acapkali menjadi korban kekerasan. 

Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Maka barangsiapa tidak mampu (mengubah dengan tangannya), hendaklah ia mengubah dengan lisannya, dan barangsiapa tidak mampu (mengubah dengan lisannya), hendaklah ia mengubah dengan hatinya, tetapi yang demikian itu adalah selemah-lemah iman”. (HR. Muslim) 

Hadis ini dengan jelas menunjukkan bahwa mengubah kemungkaran merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah. Sesuai dengan urutannya, setiap orang hendaknya berupaya semaksimal mungkin untuk menghentikan kemungkaran dengan tangannya. Bila tidak mampu dengan tangan, maka dengan lisannya. Bila tidak mampu juga, maka cukuplah hati kita mengingkari dan menolaknya, bukan justru mendukungnya.

Oleh sebab itu agar menjadi yang terbaik, hendaklah kita berani untuk melakukan perbaikan di segala bidang kehidupan baik dalam rumah tangga maupun sosial di tengah masyarakat. Dengan menjadi umat terbaik, kita bisa memelihara kehidupan manusia dari berbagai macam keburukan dan kerusakan, mulai keburukan ahlak dalam rumah tangga, dunia pendidikan, sampai dalam sistem ekonomi, dan dunia politik. Upaya pemeliharan ini dapat kita lakukan dengan senantiasa menggulirkan amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan ajakan tersebut dapat berlangsung dengan baik, apabila kita memiliki kekuatan dan dukungan yang memadai. Kekuatan dan dukungan ini harus datang dari diri sendiri serta lingkungan, seperti keluarga, sahabat, dan masyarakat sekitar. Selain itu, amar ma’ruf nahi munkar hendaknya dilakukan dengan cara yang ihsan. Agar upaya mengajak kepada kebaikan ini tidak menyinggung perasaan orang lain atau berubah menjadi penelanjangan aib seseorang. Ingatlah ketika Allah berfirman kepada Musa dan Harun agar berbicara dengan lembut kepada Fir'aun (QS. Thaha: 44). 

Akhirnya, Islam sesungguhnya adalah agama yang berdimensi individual dan sosial. Sebelum memperbaiki orang lain setiap muslim, baik lelaki maupun perempuan hendaklah berintrospeksi dan berbenah diri. Sebab penyampaian amar ma'ruf nahi munkar yang baik adalah yang diiringi dengan keteladanan, agar dapat diimplementasikan dalam masyarakat secara berkesinambungan. Wallahu a’lamu bishawab . [Nur Qomariyah]

“Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, niscaya ia mendapatkan pahala seperti pahala orang- orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. (HR. Muslim)
Salman: ”Orang yang banyak mencari fadhilah amalan sunnah tapi tidak menyempurnakan amalan wajib bagai pedagang yang rugi tapi ingin mencari keuntungan. ” (Tanbihul Mughtarin: 159)
Hasan bin Sholih: “Mengerjakan kebaikan adalah kekuatan di badan, cahaya di hati, dan sinar di mata. ” (Hilyatul Auliya’ VII/330)

Al-Qur’an :
“Katakanlah : ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?”’ (QS. Az-Zumur [39]:9)
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS.Al-Mujaadilah [58]:11)
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara para hamba-Nya hanyalah para Ulama.” (QS.Faathir [35]:28)
Hadits :
Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Mu’awiyah RA, ia berkata bahwa Rasullah SAW bersabda : “Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, niscaya diberi pemahaman agama yang mendalam oleh-Nya.”
Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Abu Musa RA, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda : “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus aku untuk mengembannya adalah bak hujan yang jatuh ke tanah. Diantara tanah tersebut ada bagian yang subur, maupun meyerap air dengan baik, lalu menumbuhkan pepohonan dan rerumputan yang banyak. Diantaranya ada yang keras, mampu menampung air sehingga manusia bisa mengambil air darinya untuk keperluan minum, menyirami tanaman, dan untuk irigasi. Dan diantaranya pula ada yang tidak mampu menampung air dan tidak mampu menumbuhkan pepohonan dan rerumputan. Seperti itulah perumpamaan orang yang diberi pemahaman agama yang aku diutus untuk mengembannya : diantara mereka ada yang mampu mendalaminya, lalu mengajarkannya kepada orang lain, dan ada juga diantaranya yang sama sekali tidak mau menerima petunjuk.”
Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Sahl bin Sa’d RA, bahwa Nabi SAW pernah bersabda kepada Ali : “Demi Allah, jika Allah memberi petunjuk kepada satu orang melalui perantaraan dirimu, hal itu jauh lebih baik bagimu daripada kekayaan yang sangat berharga.”
Bukhari meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Amr RA, bahwa Nabi SAW bersabda: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat. Kalian boleh menyampaikan riwayat (yang benar) dari kalangan Bani Israil, namun juga tidak berdosa (jika kalian tidak menyampaikannya). Barang siapa sengaja berdusta dengan mengatasnamakan aku, maka bersiap-siaplah masuk neraka.”
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasullah SAW bersabda, : “Barang siapa yang menempuh perjalanan dengan tujuan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan jalan ke surga baginya.”
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang mengajak orang lain untuk mengikuti petunjuk, niscaya akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.”
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasullah SAW bersabda : “Jika seorang anak Adam meninggal dunia, maka semua (pahala) amalnya terputus, kecuali (pahala) shadaqah jariyah, ilmu bermanfaat, anak shalih yang selalu memanjatkan do’a untuknya.”
Bukhari-Muslim meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Amr RA, ia berkata : “Aku pernah mendengar Rasulllah SAW bersabda : “Allah tak akan mencabut ilmu secara langsung dari tengah-tengah manusia, melainkan dengan cara mewafatkan para ulama’, sehingga jika sudah tidak ada lagi seorang yang berilmu, manusia akan mengangkat para pemimpin yang bodoh, lalu memberikan fatwa tanpa berdasar ilmu, sehingga mereka semuanya sesat dan menyesatkan.”

Dikutip dari : Kitab Riyadush Sholihin karangan Imam Nawawi Al-Bantany

   

Keutamaan Menyeru dalam Kebaikan

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma”ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran:104)

Dari Abu Hurairah ra. berkata Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang mengajak kepada kebenaran, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengerjakannnya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan siapa saja yang mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapat dosa seperti dosa orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun” (HR. Muslim)

Dari Ibnu Mas’ud ‘Uqbah bin Amr Al-Anshari Al-Badri ra., berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang menunjukan (mengajak) kepada kebaikan, maka ia mendapat pahala orang yang mengerjakan kebaikan itu” (HR. Muslim)

Beruntunglah orang-orang yang menyeru kedalam kebaikan. Ia akan mendapat pahala seperti orang yang mengerjakan kebaikan itu. Seorang muadzin akan mendapat pahala sebanyak orang yang menghadiri shalat berjamaah di masjid, karena dia telah berjasa mengajak orang untuk shalat. Dengan mengajak saja akan mendapat pahala. Itulah keuntungan berdakwah.

Sungguh merugi bagi orang-orang yang mengajak kedalam dosa. Ia akan mendapat dosa sebanyak orang yang berbuat dosa akibat ajakannya itu. Selain dari itu, dalam ajaran Islam ada yang disebut pahala dan dosa rintisan.

Jika sesorang berbuat kebaikan, kemudian ada orang lain yang menirunya (walaupun dia sendiri tidak mengajaknya) juga dia akan mendapat pahala tambahan. Sama halnya dengan perbuatan dosa. Jika seseorang berbuat kejahatan dan ada orang lain yang meniru kejahatan itu (walaupun dia tidak mengajaknya), maka dia kan mendapat dosa tambahan. Perhatikanlah hadis berikut:

Dari Ibnu Mas’ud ra., ia berkata: Sesungguhnya Rasulllah SAW bersabda; “Tiap-tiap jiwa yang terbunuh dengan penganiayaan, maka putra Adam yang pertama (Qabil) mendapat bagian dari dosa penumpahan darah, karena dialah orang pertama yang melakukan pembunuhan” (HR. Bukhari Muslim)

Meskipun berdakwah itu mempunyai keuntungan yang amat besar, akan tetapi harus waspada, jika antara lidah dan amal bertolak belakang. Dikisahkan bahwa ada seorang penduduk neraka yang sedang disiksa. Dia berputar-putar dalam nerakan itu, dengan kondisi yang mengerikan. Ususnya sampai keluar akibat siksaan. Kemudian penduduk neraka bertanya tentang keadaannya: “Mengapa kamu bisa demikian? Bukankah engkau selalu menyeru kedalam kebaikan?” Kemudian orang itu menjawab: “Benar. Aku menyeru kedalam kebaikan, tapi aku sendiri tidak mengerjakannya. Dan aku melarang orang-orang berbuat kejahatan, tetapi aku sendiri yang melakukannya”

Wallahu’alam Bisshowab.

http://elqolam.myblogrepublika.com/2010/06/17/keutamaan-menyeru-dalam-kebaikan/
hilman

Keutamaan Berdakwah
Allah Ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang ummi (buta huruf) seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan Hikmah (As-Sunnah).” (QS. Al-Jumuah: 2)
dan Allah Ta’ala berfirman:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
“Kalian adalah umat terbaik yang pernah dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (QS. Alu Imran: 110)
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al-Anshari -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ, لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئاً. وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ, لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئاً
“Barangsiapa yang mengajak menuju hidayah maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tapi tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala-pahala mereka. Barangsiapa yang mengajak menuju kesesatan maka dia mendapatkan dosa seperti doa orang-orang yang mengikutinya, tapi tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim no. 2674)
Dari Abu Umamah Al-Bahili -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا, لَيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِي النَّاسِ الْخَيْرَ
“Sesungguhnya para malaikat, serta semua penduduk langit-langit dan bumi, sampai semut-semut di sarangnya, mereka semua  bershalawat atas orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. At-Tirmizi no. 2685 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib: 1/36 dan Shahih Al-Jami’ no. 1883)
Makna bershalawat atasnya adalah mendoakan dan memintakan ampun untuknya.
Penjelasan ringkas:
Para ulama adalah pewaris para nabi, dan selain mereka mewarisi ilmu mereka, mereka juga mewarisi tugas mereka yaitu berdakwah dan mengajak manusia menuju kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran. Karenanya mereka (para ulama) merupakan manusia yang terbaik pada setiap zaman tatkala mereka mewarisi tugas manusia yang terbaik pula, yaitu para nabi.
Dalam ayat surah Al-Jumuah di atas disebutkan 4 tugas para nabi yang juga merupakan tugas para ulama: Membacakan ayat-ayat Allah kepada manusia, menyucikan mereka, mengajarkan Al-Kitab kepada mereka, dan mengajarkan sunnah kepada mereka. Inilah tugas mereka, sehingga barangsiapa yang mengajari manusia dengan selain dengan empat perkara ini maka sungguh dia telah melenceng dari tugasnya yang sebenarnya. Dan bisa dipastikan barangsiapa yang mengajak manusia dengan selain empat perkara ini maka dia telah mengajak mereka kepada kesesatan dan dia akan mendapatkan dosa semua orang yang telah dia sesatkan sampai hari kiamat.
Sebaliknya orang yang menjalankan keempat tugas ini maka sungguh dia telah mengajak kepada petunjuk dan dia akan mendapatkan pahala semua orang yang mengikutinya sampai hari kiamat. Bahkan bukan hanya itu, dia juga akan mendapatkan pengampunan dari Allah Ta’ala serta akan didoakan dan dimintakan ampun oleh semua penghuni langit dan bumi, mulai dari semut di dalam tanah sampai para malaikat yang berada di atas langit.

Incoming search terms:

  • hadist sahih dan ayat ayatnya yang mengajak untuk berdakwah
  • keutamaan berdakwah
  • keutamaan mengajak kepada kebaikan

KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU DAN MENGAJAK KEPADA KEBAIKAN
Peringkat Pengguna: / 2
JelekBagus

Views : 140
Favoured : 11
Al-Qur’an :
“Katakanlah : ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?”’ (QS. Az-Zumur [39]:9)
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS.Al-Mujaadilah [58]:11)
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara para hamba-Nya hanyalah para Ulama.” (QS.Faathir [35]:28)
Hadits :
Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Mu’awiyah RA, ia berkata bahwa Rasullah SAW bersabda : “Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, niscaya diberi pemahaman agama yang mendalam oleh-Nya.”
Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Abu Musa RA, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda : “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus aku untuk mengembannya adalah bak hujan yang jatuh ke tanah. Diantara tanah tersebut ada bagian yang subur, maupun meyerap air dengan baik, lalu menumbuhkan pepohonan dan rerumputan yang banyak. Diantaranya ada yang keras, mampu menampung air sehingga manusia bisa mengambil air darinya untuk keperluan minum, menyirami tanaman, dan untuk irigasi. Dan diantaranya pula ada yang tidak mampu menampung air dan tidak mampu menumbuhkan pepohonan dan rerumputan. Seperti itulah perumpamaan orang yang diberi pemahaman agama yang aku diutus untuk mengembannya : diantara mereka ada yang mampu mendalaminya, lalu mengajarkannya kepada orang lain, dan ada juga diantaranya yang sama sekali tidak mau menerima petunjuk.”
Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Sahl bin Sa’d RA, bahwa Nabi SAW pernah bersabda kepada Ali : “Demi Allah, jika Allah memberi petunjuk kepada satu orang melalui perantaraan dirimu, hal itu jauh lebih baik bagimu daripada kekayaan yang sangat berharga.”
Bukhari meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Amr RA, bahwa Nabi SAW bersabda: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat. Kalian boleh menyampaikan riwayat (yang benar) dari kalangan Bani Israil, namun juga tidak berdosa (jika kalian tidak menyampaikannya). Barang siapa sengaja berdusta dengan mengatasnamakan aku, maka bersiap-siaplah masuk neraka.”
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasullah SAW bersabda, : “Barang siapa yang menempuh perjalanan dengan tujuan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan jalan ke surga baginya.”
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang mengajak orang lain untuk mengikuti petunjuk, niscaya akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.”
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasullah SAW bersabda : “Jika seorang anak Adam meninggal dunia, maka semua (pahala) amalnya terputus, kecuali (pahala) shadaqah jariyah, ilmu bermanfaat, anak shalih yang selalu memanjatkan do’a untuknya.”
Bukhari-Muslim meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Amr RA, ia berkata : “Aku pernah mendengar Rasulllah SAW bersabda : “Allah tak akan mencabut ilmu secara langsung dari tengah-tengah manusia, melainkan dengan cara mewafatkan para ulama’, sehingga jika sudah tidak ada lagi seorang yang berilmu, manusia akan mengangkat para pemimpin yang bodoh, lalu memberikan fatwa tanpa berdasar ilmu, sehingga mereka semuanya sesat dan menyesatkan.”
Dikutip dari : Kitab Riyadush Sholihin karangan Imam Nawawi Al-Bantany
syamsisyumus

0 komentar: