Aspek Psikologis Yang Berhubungan Dengan Perkembangan Beragama
A. Fitrah Beragama
Fitrah (fithrah) sering dianggap sama dengan suci. Orang yang
berpuasa Ramadhan sebulan penuh dan memasuki Idul Fitri dianggap kembali pada
fitrah, yaitu kembali suci, tanpa dosa, bagaikan kertas putih. Pemahaman ini
sudah sedemikian melekat pada sebagian kaum Muslim. Benarkah demikian?
Secara bahasa, fitrah (fithrah) berasal dari kata
fathara–yafthuru–fathr[an] wa futhr[an] wa fithrat[an] yang berarti pecah,
belah, berbuka, mencipta. Al-fathr artinya pecah atau belah. Dari makna ini,
diambil pengertian Fithru as-Shâ’im (berbukanya orang berpuasa), karena ia
membuka mulutnya. Tanggal 1 Syawal disebut Idul Fitri, yakni Hari Raya Berbuka.
Fathara an-Nâqah, mashdar-nya, al-fathr berarti memerah susu onta dengan ibu
jari dan telunjuk kedua tangan; sedangkan al-futhr artinya susunya sedikit
ketika diperah, (Al-Firuz Abadi, Lisân al-‘Arab, 5/55-59).
Sedangkan kata fathara Allâh artinya Allah mencipta. Jadi, al-fithr
artinya ciptaan. Menurut orang-orang Arab asli, fathara artinya memulai atau
mencipta dan mengkreasi. Hal ini seperti yang dituturkan ar-Razi (Mukhtâr
as-Shihâh, 1/212) dari Ibn ‘Abbas ra. yang berkata, “Aku tidak tahu apa arti
Fâthir as-Samawât hingga datang kepadaku dua orang Arab Baduwi yang sedang
berselisih mengenai sumur. Salah seorang dari mereka berkata, 'Fathartuhâ,'
yakni ibtadâ’tuhâ (Aku yang memulai/membuatnya)."
Dalam al-Quran, kata fathara (mencipta) terdapat dalam surat
al-An‘am: 67; ar-Rum: 30; al-Isra’: 51; Thaha: 72; Hud: 51; Yasin: 22;
aL-Anbiya’: 56; dan az-Zukhruf: 27. Kata fâthir (pencipta) terdapat dalam
Yusuf: 101; Fathir: 1; Ibrahim: 10; asy-Syuara: 11; al-An’am: 14. Kata futhûr
(sesuatu yang tidak seimbang) terdapat dalam surat
al-Mulk: 3. Kata yatafaththar-na (pecah atau belah) terdapat dalam surat Maryam: 90 dan asy-Syura: 5. Kata infatharat
(terbelah/terpecah) terdapat dalam surat
al-Infithâr: 1. Kata munfathir (menjadi pecah-belah) terdapat dalam dalam surat al-Muzammil: 18.
sering dikaitkan tafsirnya dengan hadis yang dituturkan oleh Abu
Hurairah bahwa Rasul saw. bersabda:
«كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ»
Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu-bapaknyalah yang
menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari, Muslim,
at-Tirmidzi, Ahmad, Malik).
At-Thabari dan Ibn al-Mundzir menjelaskan, dengan mengutip pendapat
Mujahid, bahwa fitrah yang dimaksud adalah agama (dîn) Islam. Ini juga makna
yang dipegang oleh Abu Hurairah dan Ibn Syihab. Maknanya bahwa seorang anak
dilahirkan dalam keadaan selamat dari kekufuran. Itulah janji setiap jiwa
kepada Allah tatkala masih dalam kandungan, sebagaimana diisyaratkan dalam
surat al-A'raf ayat 172.
Makna fitrah adalah seperti yang disampaikan oleh Ibn Abd al-Bar dan
Ibn ‘Athiyah, yaitu karakter ciptaan dan kesiapan yang ada pada diri anak
ketika dilahirkan, yang menyediakan atau menyiapkannya untuk mengidentifikasi
ciptaan-ciptaan Allah dan menjadikannya dalil pengakuan terhadap Rabb-nya,
mengetahui syariatnya, dan mengimani-Nya.
Abu al-‘Abbas menyatakan bahwa Allah Swt. menciptakan hati anak Adam
siap untuk menerima kebenaran seperti menciptakan mata siap untuk melihat dan
telinga siap untuk mendengar. Hanya saja, faktor-faktor berupa bisikan setan
jin maupun setan manusia serta hawa nafsu bisa meggelincirkannya dari
kebenaran. Jadi, ibu-bapaknya dalam hadis di atas merupakan permisalan dari
bisikan setan yang menjadikannya seorang kafir atau musyrik.
Ibn al-Atsir mengomentari hadis di atas:
Fitrah adalah ciptaan atau kreasi. Fitrah di antaranya adalah
kondisi seperti berdiri atau duduk. Hadis tersebut bermakna bahwa setiap insan
dilahirkan di atas suatu jenis dari jibillah (ciptaan) dan tabiat yang
siap-sedia untuk menerima agama. Hal senada diungkapkan oleh Zamakhsyari.
(Al-Fâ’iq, 3/128).
Berdasarkan nash-nash di atas, maka makna fitrah adalah
karakteristik ciptaan, yaitu karakteristik bawaan yang melekat dalam diri setiap
manusia sejak dilahirkan.
B. Motivasi Beragama
Para psikolog
dari berbagai cabang disiplin mempelajari kajian tentang motivasi sebagai
bagian dari suatu dorongan dari dalam yang menggerakkan suatu organisme
terhadap pemenuhan suatu tujuan. Berbagai macam teori telah dikemukakan selama
bertahun-tahun dan beberapa menyatakan bahwa kebanyakan orang termotivasi oleh
kebutuhan akan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan psikologis, sedangkan yang lainnya
menyatakan bahwa orang termotivasi untuk menyeimbangkan berbagai kebutuhan
jasmani. Sedangkan teori-teori lainnya memokuskan pada cara-cara bagaimana
orang merespon berbagai rangsangan luar, seperti uang, nilai prestasi sekolah,
dan berbagai apresiasi prestasi lainnya.
Para peneliti motivasi
mempelajari berbagai topik secara luas, termasuk topik tentang kelaparan dan
obesitas, hasrat seksual, berbagai dampak dari penghargaan dan hukuman, dan
berbagai kebutuhan akan kesuasaan, prestasi, penerimaan sosial, cinta, dan
penghargaan diri.
Motivasi
merupakan penyebab tingkah laku suatu organisme, atau merupakan alasan suatu
organisme untuk melakukan suatu tindakan atau bertingkahlaku. Dalam diri
manusia, motivasi melibatkan dua dorongan, yaitu dorongan kesadaran dan
ketidaksadaran. Sedangkan teori psikologis harus menjawab tingkatan motivasi
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ‘primer’, seperti kebutuhan akan makanan,
udara atau oksigen, dan air. Begitupun dengan tingkatan motivasi sekunder yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, seperti menjalin hubungan
kemasyarakatan atau golongan dan juga prestasi hidup. Kebutuhan-kebutuhan
primer tersebut harus benar-benar terpenuhi sebelum suatu organisme masuk ke
dalam dorongan-dorongan sekunder.
Pada tahun
1954, seorang psikolog bernama Abraham Maslow mengemukakan teorinya yang
menyatakan bahwa semua orang termotivasi untuk memenuhi piramida tingkatan
aneka kebutuhan. Bagian dasar piramida Maslow merupakan dasar untuk bertahan,
seperti kebutuhan akan makanan, minuman, dan tidur. Sedangkan kebutuhan akan
keselamatan berada setelah kebutuhuhan-kebutuhan psikologis ini. Menurut
Maslow, kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi menjadi penting bagi kita jika
kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendasar telah terpenuhi. Berbagai kebutuhan
yang lebih tinggi ini meliputi kebutuhan akan cinta dan kepemilikan, kebutuhan
akan penghargaan dan aktualisasi diri.
Abraham Maslow
telah berhasil memecahkan enam tingkatan motif, yang menurutnya keenam
tingkatan tersebut dapat menentukan tingkah laku manusia. Menurut Maslow setiap
manusia memiliki enam kebutuhan, yaitu sebagai berikut :
1.
Kebutuhan akan psikologis.
2.
Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan.
3.
Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki.
4. Kebutuhan akan
kometensi atau kemampuan, prestise (gengsi), dan penghargaan.
5.
Kebutuhan akan pemenuhan diri.
6.
Kebutuhan akan keingintahuan dan kebutuhan untuk memahami.
C. Sikap dan Tingkah Laku Keagamaan
1. Sikap Keagamaan
Sikap adalah suatu yang ada didalam diri seseorang
yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku.
Sikap Keagamaan adalah suatu yang ada didalam diri
seseorang yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan
agama.
2. Tingkah Laku Keagamaan
Tingkah Laku adalah aktifitas manusia dalam
kehidupan sehari – hari.
Tingkah Laku Keagamaan adalah aktifitas manusia
dalam kehidupan didasarkan atas nilai – nilai agama yang diyakini.
Motivasi yang melahirkan tingkah laku keagamaan
adalah campuran antara berbagai faktor : Faktor lingkungan, biologi, psikologi
ruhaniah dll.
Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur
alhamdulillah ke-hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mandiri pada mata
kuliah “Psikologi Agama”, tepat
pada waktu yang telah di tetapkan oleh selaku dosen penggampu.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini, baik
berupa materi maupun moril.
Penulis
mengharapkan semoga tugas mandiri ini dapat memberi manfaat kepada semua
pembaca. Penulis mnyadari bahwa tugas mandiri ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan tugas yang akan datang.Amien………………!
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Metro, ..................2010
Ilyas Rozak Hanafi
TUGAS
MANDIRI
“Aspek Psikologis Yang Berhubungan Dengan Perkembangan Beragama”
Di susun Oleh :
Ilyas Rozak
Hanafi
NIM.
Semester III
S1 PAI
SEKOLAH
TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
AGUS SALIM
METRO LAMPUNG
Tahun Ajaran 2009 / 2010
0 komentar:
Posting Komentar