Jumat, 09 Mei 2014

Aspek Psikologis Yang Berhubungan Dengan Perkembangan Beragama



Aspek Psikologis Yang Berhubungan Dengan Perkembangan Beragama
A. Fitrah Beragama
Fitrah (fithrah) sering dianggap sama dengan suci. Orang yang berpuasa Ramadhan sebulan penuh dan memasuki Idul Fitri dianggap kembali pada fitrah, yaitu kembali suci, tanpa dosa, bagaikan kertas putih. Pemahaman ini sudah sedemikian melekat pada sebagian kaum Muslim. Benarkah demikian?
Secara bahasa, fitrah (fithrah) berasal dari kata fathara–yafthuru–fathr[an] wa futhr[an] wa fithrat[an] yang berarti pecah, belah, berbuka, mencipta. Al-fathr artinya pecah atau belah. Dari makna ini, diambil pengertian Fithru as-Shâ’im (berbukanya orang berpuasa), karena ia membuka mulutnya. Tanggal 1 Syawal disebut Idul Fitri, yakni Hari Raya Berbuka. Fathara an-Nâqah, mashdar-nya, al-fathr berarti memerah susu onta dengan ibu jari dan telunjuk kedua tangan; sedangkan al-futhr artinya susunya sedikit ketika diperah, (Al-Firuz Abadi, Lisân al-‘Arab, 5/55-59).
Sedangkan kata fathara Allâh artinya Allah mencipta. Jadi, al-fithr artinya ciptaan. Menurut orang-orang Arab asli, fathara artinya memulai atau mencipta dan mengkreasi. Hal ini seperti yang dituturkan ar-Razi (Mukhtâr as-Shihâh, 1/212) dari Ibn ‘Abbas ra. yang berkata, “Aku tidak tahu apa arti Fâthir as-Samawât hingga datang kepadaku dua orang Arab Baduwi yang sedang berselisih mengenai sumur. Salah seorang dari mereka berkata, 'Fathartuhâ,' yakni ibtadâ’tuhâ (Aku yang memulai/membuatnya)."
Dalam al-Quran, kata fathara (mencipta) terdapat dalam surat al-An‘am: 67; ar-Rum: 30; al-Isra’: 51; Thaha: 72; Hud: 51; Yasin: 22; aL-Anbiya’: 56; dan az-Zukhruf: 27. Kata fâthir (pencipta) terdapat dalam Yusuf: 101; Fathir: 1; Ibrahim: 10; asy-Syuara: 11; al-An’am: 14. Kata futhûr (sesuatu yang tidak seimbang) terdapat dalam surat al-Mulk: 3. Kata yatafaththar-na (pecah atau belah) terdapat dalam surat Maryam: 90 dan asy-Syura: 5. Kata infatharat (terbelah/terpecah) terdapat dalam surat al-Infithâr: 1. Kata munfathir (menjadi pecah-belah) terdapat dalam dalam surat al-Muzammil: 18.
sering dikaitkan tafsirnya dengan hadis yang dituturkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasul saw. bersabda:
«كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ»

Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu-bapaknyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Ahmad, Malik).
At-Thabari dan Ibn al-Mundzir menjelaskan, dengan mengutip pendapat Mujahid, bahwa fitrah yang dimaksud adalah agama (dîn) Islam. Ini juga makna yang dipegang oleh Abu Hurairah dan Ibn Syihab. Maknanya bahwa seorang anak dilahirkan dalam keadaan selamat dari kekufuran. Itulah janji setiap jiwa kepada Allah tatkala masih dalam kandungan, sebagaimana diisyaratkan dalam surat al-A'raf ayat 172.
Makna fitrah adalah seperti yang disampaikan oleh Ibn Abd al-Bar dan Ibn ‘Athiyah, yaitu karakter ciptaan dan kesiapan yang ada pada diri anak ketika dilahirkan, yang menyediakan atau menyiapkannya untuk mengidentifikasi ciptaan-ciptaan Allah dan menjadikannya dalil pengakuan terhadap Rabb-nya, mengetahui syariatnya, dan mengimani-Nya.
Abu al-‘Abbas menyatakan bahwa Allah Swt. menciptakan hati anak Adam siap untuk menerima kebenaran seperti menciptakan mata siap untuk melihat dan telinga siap untuk mendengar. Hanya saja, faktor-faktor berupa bisikan setan jin maupun setan manusia serta hawa nafsu bisa meggelincirkannya dari kebenaran. Jadi, ibu-bapaknya dalam hadis di atas merupakan permisalan dari bisikan setan yang menjadikannya seorang kafir atau musyrik.
Ibn al-Atsir mengomentari hadis di atas:
Fitrah adalah ciptaan atau kreasi. Fitrah di antaranya adalah kondisi seperti berdiri atau duduk. Hadis tersebut bermakna bahwa setiap insan dilahirkan di atas suatu jenis dari jibillah (ciptaan) dan tabiat yang siap-sedia untuk menerima agama. Hal senada diungkapkan oleh Zamakhsyari. (Al-Fâ’iq, 3/128).
Berdasarkan nash-nash di atas, maka makna fitrah adalah karakteristik ciptaan, yaitu karakteristik bawaan yang melekat dalam diri setiap manusia sejak dilahirkan.

B. Motivasi Beragama
Para psikolog dari berbagai cabang disiplin mempelajari kajian tentang motivasi sebagai bagian dari suatu dorongan dari dalam yang menggerakkan suatu organisme terhadap pemenuhan suatu tujuan. Berbagai macam teori telah dikemukakan selama bertahun-tahun dan beberapa menyatakan bahwa kebanyakan orang termotivasi oleh kebutuhan akan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan psikologis, sedangkan yang lainnya menyatakan bahwa orang termotivasi untuk menyeimbangkan berbagai kebutuhan jasmani. Sedangkan teori-teori lainnya memokuskan pada cara-cara bagaimana orang merespon berbagai rangsangan luar, seperti uang, nilai prestasi sekolah, dan berbagai apresiasi prestasi lainnya.
Para peneliti motivasi mempelajari berbagai topik secara luas, termasuk topik tentang kelaparan dan obesitas, hasrat seksual, berbagai dampak dari penghargaan dan hukuman, dan berbagai kebutuhan akan kesuasaan, prestasi, penerimaan sosial, cinta, dan penghargaan diri.
Motivasi merupakan penyebab tingkah laku suatu organisme, atau merupakan alasan suatu organisme untuk melakukan suatu tindakan atau bertingkahlaku. Dalam diri manusia, motivasi melibatkan dua dorongan, yaitu dorongan kesadaran dan ketidaksadaran. Sedangkan teori psikologis harus menjawab tingkatan motivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ‘primer’, seperti kebutuhan akan makanan, udara atau oksigen, dan air. Begitupun dengan tingkatan motivasi sekunder yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, seperti menjalin hubungan kemasyarakatan atau golongan dan juga prestasi hidup. Kebutuhan-kebutuhan primer tersebut harus benar-benar terpenuhi sebelum suatu organisme masuk ke dalam dorongan-dorongan sekunder.
Pada tahun 1954, seorang psikolog bernama Abraham Maslow mengemukakan teorinya yang menyatakan bahwa semua orang termotivasi untuk memenuhi piramida tingkatan aneka kebutuhan. Bagian dasar piramida Maslow merupakan dasar untuk bertahan, seperti kebutuhan akan makanan, minuman, dan tidur. Sedangkan kebutuhan akan keselamatan berada setelah kebutuhuhan-kebutuhan psikologis ini. Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi menjadi penting bagi kita jika kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendasar telah terpenuhi. Berbagai kebutuhan yang lebih tinggi ini meliputi kebutuhan akan cinta dan kepemilikan, kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri.
Abraham Maslow telah berhasil memecahkan enam tingkatan motif, yang menurutnya keenam tingkatan tersebut dapat menentukan tingkah laku manusia. Menurut Maslow setiap manusia memiliki enam kebutuhan, yaitu sebagai berikut :

1.     Kebutuhan akan psikologis.
2.     Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan.
3.     Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki.
4.     Kebutuhan akan kometensi atau kemampuan, prestise (gengsi), dan penghargaan.
5.     Kebutuhan akan pemenuhan diri.
6.     Kebutuhan akan keingintahuan dan kebutuhan untuk memahami.

C. Sikap dan Tingkah Laku Keagamaan
1. Sikap Keagamaan
Sikap adalah suatu yang ada didalam diri seseorang yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku.
Sikap Keagamaan adalah suatu yang ada didalam diri seseorang yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan agama.
2. Tingkah Laku Keagamaan
Tingkah Laku adalah aktifitas manusia dalam kehidupan sehari – hari.
Tingkah Laku Keagamaan adalah aktifitas manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai – nilai agama yang diyakini.
Motivasi yang melahirkan tingkah laku keagamaan adalah campuran antara berbagai faktor : Faktor lingkungan, biologi, psikologi ruhaniah dll.

Daftar Pustaka

Http//google.com Diterbitkan di: Agustus 18, 2010   Updated: Oktober 05, 2010

KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr.Wb.

            Puji syukur alhamdulillah ke-hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mandiri pada mata kuliah “Psikologi Agama”, tepat pada waktu yang telah di tetapkan oleh selaku dosen penggampu.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini, baik berupa materi maupun moril.
            Penulis mengharapkan semoga tugas mandiri ini dapat memberi manfaat kepada semua pembaca. Penulis mnyadari bahwa tugas mandiri ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas yang akan datang.Amien………………!

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Metro, ..................2010


Ilyas Rozak Hanafi


TUGAS MANDIRI

“Aspek Psikologis Yang Berhubungan Dengan Perkembangan Beragama”

Di susun Oleh :
Ilyas Rozak Hanafi
NIM.
Semester III
S1 PAI











SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
AGUS SALIM METRO LAMPUNG
Tahun Ajaran 2009 / 2010

0 komentar: