PERTANYAAN DAN JAWABAN
A.
Jelaskan Pengertian dari
Perencanaan Pendidikan dan Perencanaan Pendidikan ?
Jawab :
1.
Menurut, Prof. Dr. Yusuf
Enoch
Perencanaan Pendidikan,
merupakan suatu proses yang yang mempersiapkan seperangkat alternative
keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan kepadanpencapaian tujuan
dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di
bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara.
2.
Beeby, C.E.
Perencanaan Pendidikan
merupakan suatu usaha melihat ke masa depan ke masa depan dalam hal menentukan
kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan
kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, social, dan politik untuk mengembangkan
potensi system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik
yang dilayani oleh system tersebut.
3.
Menurut Guruge (1972)
Perencanaan Pendidikan
merupakan proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan
pendidikan.
Perencanaan Pendidikan
adala investasi pendidikan yang dapat dijalankan oleh kegiatan-kegiatan
pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta
keuntungan sosial.
5.
Menurut Coombs (1982)
Perencanaan pendidikan
suatu penerapan yang rasional dianalisis sistematis proses perkembangan
pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien dan
efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan
masyarakat.
6.
Menurut Y. Dror (1975)
Perencanaan Pendidikan
merupakan suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk
kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk mencapai tujuan-tujuan
dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan social secara menyeluruh
dari suatu Negara.
Perencanaan pendidikan
menjadi kunci efektivitas kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan. Namun kenyataannya, perencanaan pendidikan lebih dijadikan faktor
pelengkap, sehingga sering terjadi tujuan yang ditetapkan tidak tercapai secara
optimal. Penyebabnya adalah para perencana pendidikan masih kurang memahami
proses dan mekanisme perencanaan dalam konteks yang lebih komprehensif.
B.
Analisiskan Posisi dalam
Sistem Pendidikan ?
Jawab :
1.
Kurikulum
Dalam bidang pendidikan, kurikulum merupakan unsur
penting dalam setiap bentuk dan model pendidikan yang mana pun. Tanpa adanya
kurikulum, sulit rasanya perencana pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan
yang diselenggarakannya. Mengingat pentingnya peran kurikulum, maka kurikulum
perlu dipahami dengan baik oleh semua pelaksana kurikulum. Pada kenyataannya,
sementara pihak memang ada yang memahami kurikulum itu hanya dalam arti kata
yang sempit, yaitu kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran yang harus
ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai suatu tingkatan tertentu. Jika
demikian adanya, maka dinamika PBM serta kreativitas guru dan murid akan
terhenti. Guru dan murid hanya terhenti pada sasaran materi yang dicanangkan
pada buku kurikulum itu saja tanpa memperhatikan aspek lain yang telah
berkembang begitu cepat di masyarakat. Di lain pihak memang ada yang memandang
kurikulum dalam arti luas, yaitu kurikulum yang menyangkut semua kegiatan yang
dilakukan dan dialami peserta didik dalam perkembangan, baik formal maupun
informal guna mencapai tujuan pendidikan.Beane (1986) membagi kurikulum dalam
empat jenis, yaitu (1) kurikulum sebagai produk, (2) kurikulum sebagai program,
(3) kurikulum sebagai hasil belajar yang diinginkan, dan (4) kurikulum sebagai
pengalaman belajar bagi siswa.
Hal ini seiring dengan pendapat Said
Hamid Hasan (1988) yang berpendapat bahwa setidak-tidaknya terdapat empat
dimensi kurikulum, yaitu (a) kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi, (b)
kurikulum sebagai rencana tertulis, (c) kurikulum sebagai suatu kegiatan atau
proses, dan (d) kurikulum sebagai hasil belajar.Kurikulum sekolah kita dalam
arti produk masih mengandung banyak kerancuan. Sekolah-sekolah
di tingkat SD, SMP, dan SMA serta SMK memiliki kurikulum yang amat sarat dengan
mata pelajaran. Dampak nyata yang terlihat ialah daya serap peserta didik tidak
optimal dan mereka cenderung belajar tentang banyak hal, tetapi dangkal.
Kurikulum 1975 dirasakan amat membengkak dan sangat gemuk di samping kurikulum
tersebut dalam arti program terlalu berorientasi pada produk belajar, bukannya
proses belajar. Kemudian kurikulum itu direvisi lagi dengan munculnya kurikulum
1984 yang konon telah mementingkan proses belajar dan perampingan. Namun
perampingan itu juga tidak tuntas, sehingga ada komentar bahwa Kurikulum 1984
itu ramping, tetapi “montok”. Akibatnya juga mengundang rendahnya daya serap
para peserta didik.Persoalan lain yang dianggap cukup urgen dalam kurikulum
ialah tumpang tindih baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara
vertical materi di kelas satu muncul lagi di kelas dua atau kelas tiga untuk
mata pelajaran yang sama. Sedangkan secara horizontal muncul berbagai pokok
bahasan yang sama pada beberapa mata pelajaran yang berbeda. Kesemuanya itu
tentu tidak akan menguntungkan bila dilihat dari proses belajar mengajar, peserta
didik akan merasa jemu untuk mengikutinya.Masalah berikutnya yang berkaitan
dengan aspek kurikulum dalam arti proses belajar dan pengalaman belajar
memiliki kaitan yang erat dengan perilaku guru di depan kelas dalam konteks
belajar mengajar. Kurikulum dalam arti produk hanya seperti blueprint
bagi suatu proses membangun sebuah gedung yang monumental. Bagaimanapun
bagusnya blueprint yang telah disiapkan seorang arsitektur, blueprint
tersebut akan tidak bermakna tanpa adanya pelaksana yang kompeten dalam bidang
bangunan di lokasi gedung itu akan didirikan. Analog ini, kurikulum masih
memerlukan intervensi dan kearifan seorang guru yang akan mengajarkannya di
depan kelas.
2. Siswa
Wajib belajar sembilan tahun telah menjadi agenda
nasional yang amat penting, hal ini memang memiliki alasan dan legitimasi yang
amat strategik. Suyanto (2000) menyatakan bahwa “angkatan kerja kita saat ini
sebagian besar, kurang lebih 76 %, hanya memiliki pendidikan tidak lebih dari
sekolah dasar.” Kondisi seperti ini cukup mencemaskan jika harus bersaing
secara global dalam berbagai aspek kehidupan. Kita tidak dapat lagi menjadikan
jumlah penduduk yang besar dengan upah yang murah sebagai salah satu daya tarik
investor asing untuk ikut menanamkan modal di Indonesia. Justru kualitas
penduduk yang perlu dijadikan sebagai daya tarik bagi para investor asing untuk
memasuki Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena pada abad ke-21, ciri penting
pola hubungan antarnegara dan bangsa ialah adanya interdependensi satu sama
lain. Jika kita tidak dapat menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas
tinggi maka kita akan banyak mengalami kerugian dalam pola hubungan antarbangsa
seperti itu.Permasalahan yang ada bahwa wajib belajar sembilan tahun hanya enak
diucapkan, didengar, disemboyankan, apalagi dinyanyikan. Sebagian besar bangsa
ini tentu mengetahui makna wajib belajar sembilan tahun, Akan tetapi, belum
tentu semua warga Negara di republic tercinta ini sadar akan arti penting wajib
belajar bagi kehidupan global bangsa di abad ke-21. Oleh karena itu, wajib
belajar sembilan tahun perlu diimplementasikan dengan berbagai strategi yang
terpadu dan tersistematis secara rapi. Pendekatan melalui jalur pendidikan
sekolah saja belum tentu menjamin keberhasilan wajib belajar sembilan tahun.
Mengapa demikian ? Karena wajib belajar tidak semata-mata berurusan dengan
pembebasan SPP untuk para pelajar sampai dengan tingkat SMP. Namun jauh lebih
rumit sebab berurusan dengan faktor-faktor lainnya seperti arti ekonomi anak
bagi orang tua terhadap pendidikan, aspirasi pendidikan masyarakat, budaya
masyarakat, dan sebagainya.
Masalah berikutnya adalah masalah yang merupakan dampak
negative dari perkembangan ilmu dan teknologi terhadap anak-anak pada era
globalisasi ini. Perubahan teknologi yang sangat cepat dan disertai adanya
semangat globalisasi akan membawa perubahan cara hidup masyarakat.
Dalam perubahan itu anak-anak tidak sedikit yang
menderita. Oleh karena itu, persoalan yang dihadapi oleh anak-anak Indonesia
menjadi semakin beragam.
Anak-nak Indonesia akan mengalami krisis idola nasional sebagai akibat begitu meledaknya teknologi komunikasi lewat TV yang bersifat global. Lebih parahnya lagi lahan tempat bermain anak-anak menjadi semakin sempit, bahkan di kota-kota besar anak-anak memang telah mengalami kesulitan untuk mencari tanah lapang yang dapat digunakan untuk bermain. Masalah lainnya yang berkaitan dengan siswa adalah masalah siswa yang memiliki kemampuan luarbiasa. Dalam UUSPN anak-anak yang memiliki bakat istimewa, yaitu mereka yang super pintar memang memperoleh jaminan untuk bisa diperlakukan atau dididik secara khusus. Pasal 8 ayat (2) dari UUSPN menyatakan bahwa “Warga Negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luarbiasa berhak memperoleh perhatian khusus.” Namun demikian, pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal (2) tersebut masih harus ditetapkan dengan keputusan menteri. Inilah yang perlu segera diperhatikan oleh Departemen Pendidikan Nasional, agar system pendidikan kita segera bisa memberikan perlakuan khusus terhadap anak-anak yang memiliki kecerdasan luar biasa.
Anak-nak Indonesia akan mengalami krisis idola nasional sebagai akibat begitu meledaknya teknologi komunikasi lewat TV yang bersifat global. Lebih parahnya lagi lahan tempat bermain anak-anak menjadi semakin sempit, bahkan di kota-kota besar anak-anak memang telah mengalami kesulitan untuk mencari tanah lapang yang dapat digunakan untuk bermain. Masalah lainnya yang berkaitan dengan siswa adalah masalah siswa yang memiliki kemampuan luarbiasa. Dalam UUSPN anak-anak yang memiliki bakat istimewa, yaitu mereka yang super pintar memang memperoleh jaminan untuk bisa diperlakukan atau dididik secara khusus. Pasal 8 ayat (2) dari UUSPN menyatakan bahwa “Warga Negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luarbiasa berhak memperoleh perhatian khusus.” Namun demikian, pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal (2) tersebut masih harus ditetapkan dengan keputusan menteri. Inilah yang perlu segera diperhatikan oleh Departemen Pendidikan Nasional, agar system pendidikan kita segera bisa memberikan perlakuan khusus terhadap anak-anak yang memiliki kecerdasan luar biasa.
3. Guru
Berkaitan dengan kualitas guru ini,
Raka Joni (1980) mengemukakan adanya tiga dimensi umum yang menjadi kompetensi
tenaga kependidikan, antara lain:
Kompetensi personal atau pribadi,
maksudnya seorang guru harus memeiliki kepribadian yang mantap yang patut
diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin
yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa,
tut wuri handayani.
Kompetensi professional, maksudnya seorang
guru harus memiliki pengetahuan yang luas, mendalam dari bidang studi yang
diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses
belajar mengajar yang diselenggarakannya.
Kompetensi kemasyarakatan, artinya
seorang guru harus mampu berkomunikasi baik dengan isswa, sesame guru, maupun
masyarakat luas.
Salah satu upaya pemerintah untuk
meningkatkan kompetensi guru yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya
program penataran. Penataran yang selama ini dilakukan
dalam berbagai bentuk dan materi memang memiliki legitimasi akademik yang
tinggi di bawah paradigma in-service-training, namun demikian,
sebenarnya penataran itu saja masih belum mampu melakukan intervensi secara
makro terhadap perbaikan praksis pendidikan. Indikator yang paling mudah
diketahui ialah masih rendahnya nilai ujian nasional. Fenomena itu
menggambarkan bahwa hasil penataran tidak bias diadopsi oleh guru kita pada
proses pembelajaran di kelas. Memang banyak guru yang pada waktu ditatar
menunjukkan prestasi yang baik dan menakjubkan, tetapi setelah pulang ke
sekolah mereka kembali pada praktik lama, yaitu tidak mau menerapkan hasil
penataran pada proses pembelajaran di kelas masing-masing. Keengganan
menerapkan hasil penataran merupakan gejala umum bagi guru di mana saja dan di
jenjang pendidikan mana pun, Hal ini terjadi karena materi penataran sebenarnya
tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan para guru.
4. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran yang ideal adalah proses
pembelajaran yang dikemas dengan memperhatikan adanya berbagai aspek baik itu
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Apabila proses pendidikan dapat
dilaksanakan dengan memperhatikan adanya kesimbangan ketiga aspek tersebut maka
output pendidikan akan mampu mengantisipasi perubahan dan kemajuan masyarakat.
Sebaliknya, apabila proses pembelajaran mengabaikan aspek-aspek tersebut dan
hanya menitikberatkan pada aspek kognitif saja, jadinya akan lain.
Jangan diharap output pendidikan mampu menterjemahkan
serta merta mengantisipasi kemajuan dan perkembangan masyarakat yang telah
berjalan demikian cepat. Oleh sebab itu, pendidikan kita harus mampu mengemas
proses pendidikan dengan baik. Dengan kata lain, proses belajar mengajar kita
harus memperhatikan aspek kreativitas. Pengembangan kreativitas para peserta
didik yang dimulai sejak awal akan mampu membentuk kebiasaan cara berpikir
peserta didik yang sangat bermanfaat bagi peserta didik itu sendiri di kemudian
hari.Kenyataan yang ada saat ini, hampir semua system sekolah yang ada di
negeri ini kurang menyentuh dan mengembangkan aspek kreativitas. Ini terjadi
akibat tuntutan kurikulum 1975 yang sangat berorientasi pada hasil belajar.
Kurikulum tersebut akhirnya diperbaiki, kemudian muncul kurikulum 1984 yang
sedikit bergeser orientasinya kearah proses.
Namun, praksis pendidikan telanjurt memihak pada
orientasi produk. Oleh karena itu, pergeseran orientasi itu tidak semudah yang
dibayangkan para pengambil kebijakan dalam sistem persekolahan kita.Kurikulum
1994 secara filosofis sangat menaruh perhatian terhadap proses pembelajaran
yang dinamis sehingga system target dan produk harus diterjemahkan secara
kreatif dan kontekstual. Namun, pada kenyataannya sebagian besar guru telah
merasa mapan dengan semangat kerja model kurikulum 1984, guru telanjur mekanistis
dalam proses pembelajaran di sekolah, akhirnya persoalan kreativitas masih saja
terabaikan tidak tersentuh. Hal ini terjadi karena terlalu saratnya muatan yang
diemban oleh kurikulum 1994. Dengan demikian hal pokok yang dikembangkan tetap
aspek kognitif, sementara afektif dan psikomotor tetap terabaikan.
5. Partisipasi Masyarakat
UUSPN pasal 54 ayat 2 menyatakan bahwa peran serta
masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok,
keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Peran serta
tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pendidikan berbasis masyarakat sehingga
pendidikan tetap memiliki keterkaitan dengan kondisi dan tuntutan masyarakat.
Sementara untuk mewadahi peran serta masyarakat
dibentuklah satru institusi yang bersifat independent dengan dewan pendidikan
di tingkat kabupaten/kota, sementara untuk tingkat persekolahan dikenal dengan
istilah komite sekolah.Peran serta masyarakat yang berbentuk yayasan nirlaba
telah bias dilihat dengan nyata dalam ikut serta menyelenggarakan pendidikan
baik di tingkat dasar, menengah, maupun pendidikantinggi.
Suyanto (2000) menyatakan saat ini
paling tidak yayasan-yayasan pendidikan yang ada dalam masyarakat telah mampu
mendirikan sekolah dasar swasta sebanyak 10.120, SLTP, SMA, dan SMK sebanyak
57.554. Namun angka-angka tersebut tidak serta merta
memberikan hal yang membahagiakan kita sebab masih terdapat kecenderungan bahwa
penyelenggaraan pendidikan oleh sekolah-sekolah swasta tersebut masih belum
memenuhi kualitas yang diharapkan.Dengan demikian, untuk melibatkan peran serta
masyarakat pengusaha harus diawali dari proses sosialisasi yang positif.
Pemerintah perlu meyakinkan bahwa dengan ikut serta dalam pengembangan system
pendidikan nasional, para pengusaha juga akan memetik keuntungan berupa sumber
daya manusia yang berkualitas bagi perusahaan mereka.
C.
Identifikasikan
Mekanisme dan Prosedur Perencanaan Pendidikan ?
Jawab :
1. Mendefinisikan Permasalahan
Perencanaan Pendidikan :
a. Ruang lingkup
permasalahan permasalahan pendidikan
Fokus yang dibahas dalam
hal ini adalah gambaran dan rumusan batasan perencanaan pendidikan.
Langkah ini menjadi
sangat penting dan strategis, karena setiap kegiatan yang akan dirumuskan dalam
proses perencanaan harus diarahkan dalam kerangka pemecahan masalah. Kekeliruan
dalam rumusan batasan permasalahan berdampak pada kekeliruan merumuskan langkah
kegiatan selanjutnya.
1. Kebutuhan akan
perencanaan pendidikan
Kebutuhan akan
perencanaan muncul sebagai akibat semakin intensif dan kompleksnya permasalahan
yang muncul dalam masyarakat modern. Suatu permasalahan terjadi apabila suatu
aktifitas atau kejadian menyimpang dari yang seharusnya terjadi.
2. Pengertian permasalahan
perencanaan pendidikan
Terdapat
tiga hal pokok yang harus diketahui dan diperhatikan untuk memberikan pemahaman
tentang perencanaan pendidikan yang meliputi;
karakteristik perencanaan pendidikan, dimaksudkan untuk menggambarkan sifat khusus dari perencanaan pendidikan, rancangan dan kebijakan yang diambil, dimensi perencanaan pendidikan untuk memahami arti perencanaan pendidikan, seseorang perlu memahami dimensi perencanaan pendidikan, yaitu tingkat ukuran dan besaran masalah yang terkait dengan perencanaan pendidikan. Ada 9 dimensi yang terkait dengan proses perencanaan pendidikan yaitu; (a) significance, (b) feasibilllity, (c) relevance, (d) definitivenness, (e) parsimoniousness, (f) adaptability, (g) time, (h) monitoring, (i) Subject motter.
Kendala-kendala perencanaan pendidikan.
karakteristik perencanaan pendidikan, dimaksudkan untuk menggambarkan sifat khusus dari perencanaan pendidikan, rancangan dan kebijakan yang diambil, dimensi perencanaan pendidikan untuk memahami arti perencanaan pendidikan, seseorang perlu memahami dimensi perencanaan pendidikan, yaitu tingkat ukuran dan besaran masalah yang terkait dengan perencanaan pendidikan. Ada 9 dimensi yang terkait dengan proses perencanaan pendidikan yaitu; (a) significance, (b) feasibilllity, (c) relevance, (d) definitivenness, (e) parsimoniousness, (f) adaptability, (g) time, (h) monitoring, (i) Subject motter.
Kendala-kendala perencanaan pendidikan.
Kendala memegang peranan
yang sangat penting dalam mendefinisikan arti perencanaan pendidikan yang
utamanya meliputi; politik, ekonomi, dan waktu.
Pada
umumnya kendala-kendala yang muncul pada proses perencanaan pendidikan di
tingkat yang lebih tinggi akan berdampak lebih besar pada tingkat di bawahnya.
3. Makna permasalahan perencanaan pendidikan
Berbeda dengan profesi
lainnya perencanaan pendidikan tidak memiliki bidang pengetahuan teknis yang
dikenali secara jelas. Perencanaan pendidikan terlihat sebagai perwujudan dari
kecenderungan ke arah kegiatan manusia.
b.
Pengkajian sejarah perencanaan pendidikan
Pengkajian
mengenai sejarah perencanaan pendidikan tidak dapat dipastikan hubungannya
denagan rencana pendidikan itu sendiri, karena baik perencanaan maupun
pendidikan dahulu tidak pernah ada seperti bentuknya sekarang, tetapi
gerakan-gerakan dan perencanaan pendidikan bersifat pararel dengan kemajuan
yang dibuat, sehingga meninggalkan warisan mengenai cara-cara pemecahan
permasalahan.
Warisan ini menggambarkan keteraturan perkembangan dari perencanaan yang pernah ada dan membantu memberikan pentunjuk kepada perencanaan pendidikan untuk menentukan bentuk masa depan. Sejarah dapat memberikan pemahaman tentang masa lalu, sementara perencanaan dapat menentukan masa depan. Dalam perencanaan, tanpa adanya sejarah maka tidak akan didapatkan mementum untuk melakukan sesuatu menuju masa depan.
Pada saat ini makna
pendidikan dan perencanaan telah berkembang yang didasari oleh konsep sistem
dimana di dalamnya terdapat interaksi diantara banyak variabel. Adapun
variabel-variabel yang harus diperhatikan adalah posisi sekolah dalam
lingkungan masyarakat, analisis kebutuhan dan perencanaan yang berkaitan dengan
penggunaan lahan, berkaitan trasportasi, kurikulum, nilai-nilai yang berkembang
di masyarakat dan faktor-faktor lain, baik yang bersifat terselubung maupun
trasparan.
c. Kesenjangan antara kenyataaan dengan harapan dalam perencanaan pendidikan
Kenyataan (das sein), yakni suatu pandangan yang mengungkapkan bahwa sekolah harus mandiri dan tidak berada pada suatu institusi, kenyamanan pendidikan akan mengambil tempat dimana kondisi siswa sebanding dengan ketersediaan tenaga pengajar saat ini, dan para pengolola sekolah dapat menangani langsung operasional sekolah untuk disesuaikan kehendak masyarakat.
Pada kenyataan dalam
perencanaan pendidikan hendaknya dipertimbangkan pula situasi belajar yang
nantinya diharapkan mampu menunjang proses belajar mengajar, misalnya kaitan
belajar dengan tempat bermain, kesenian atau olahraga. Begitu pula hubungannya
dengan jadwal belajar juga termasuk di dalamnya jumlah hari libur yang
merupakan satu rangkaian tidak terpisahkan dengan proses belajar mengajar
tersebut.
Harapan dalam fIlosofi perencanaan
pendidikan adalah apa yang seharusnya (das sollin). Berpijak pada pemikiran
mengenai harapan di atas, jelas bahwa perencanaan pada umumnya berorientasi
pada suatu sistem, artinya bagaimana suatu perencanaan pendidikan mampu
memberikan solusi pemecahan masalah dan bertindak sebagai jembatan bagi
berbagai perbedaaan yang ada.
d. Sumber daya dan
hambatannya dalam perencanaan pendidikan
Sumber daya dan hambatan
merupakan dua bagian penting yang perlu di identifikasi dan dikenali dalam
perrumusan sebuah perencanaan pendidikan. Untuk menghasilkan atau mencapai
solusi maksimal suatu perencanaan tergantung pada ketersediaan sumber daya dan
karakter hambatan yang ada, baik secara individu maupun kelembagaan.
e. Menentukan
komponen-komponen dari perencanaan pendidikan beserta prioritasnya
1. Pendekatan sistem
dalam perencanaan pendidikan.
Perencanaan pendidikan
terdiri dua komponen dasar, yaitu proses perencanaan dan isi perencanaan. Pada
tulisan tujuh fase proses perencanaan dikonstruksikan untuk menyisipkan
beberapa cara yang saling berhubungan yang mampu memproduksi hasil pendidikan
dengan sosial, ekonomi, dan detail fisik yang berhubungan dengan
masalah-masalah pendidikan.
2. Komponen: konteks
pendidikan
Pendidikan fungsional
untuk merencanakan pendidikan membutuhkan gambaran yang jelas dari sistem
pendidikan. Kejelasan menyeluruh, asumsi yang penting untuk model proses
perencanaan pendidikan dan sistem pendidikan harus di pertimbangakan secara
menyeluruh.