BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Untuk memperoleh informasi tentang hasil
pembelajaran siswa di sekolah berbagai cara dapat dilakukan oleh guru, seperti
tes tertulis, penilaian unjuk kerja, penilaian hasil karya dalam portofolio,
penilaian proyek dan penilaian produk peserta didik. Diantara cara tes yang
dapat mengukur penguasaan materi / bahan ajar terutama kemampuan kognitif,
khususnya pengetahuan yang menyangkut fakta adalah dengan tes tertulis, baik
tes pilihan maupun tes uraian.
Kegiatan penilaian hasil belajar
diawali dengan menyusun tes, menguji, mengoreksi dan menentukan hasil serta
membuat keputusan. Prosedur ini perlu dilakukan dengan cermat, teliti dan jelas
tujuannya. Penyusun tes dewasa ini lebih banyak mempergunakan tes pilihan
ganda, baik dikala tes sumatif maupun formatif ditingkat sekolah dan begitu
juga Ujian Nasional. Menurut Darnis Arief (2002) kualitas butir tes pilihan
ganda dapat ditentukan berdasarkan tiga karekteristik, yaitu (1) tingkat
kesukaran, (2) daya pembeda, (3) berfungsi tidaknya pilihan. Selanjutnya
informasi yang tidak akurat dapat menghasilkan keputusan yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan.
Mencermati hal tersebut, penulis
tertarik membahas bagaimana mendapat bentuk tes / soal pilihan ganda yang
berkualitas dan dapat memenuhi tuntutan materi bahan ajar sesuai dengan acuan
kurikulum.
Penilaian merupakan salah satu
komponen dalam kegiatan pembelajaran di samping komponen lainnya seperti
kurikulum dan proses pembelajaran. Kegiatan penilaian mempunyai peranan yang
amat starategis dalam mendapatkan informasi tentang perkembangan kemajuan
belajar peserta didik. Melalui penilaian dapat diketahui sampai dimana
efektifitas pengalaman belajar, metode mengajar dan tekhnik mengajar yang
dilaksanakan oleh guru. Menurut Winkel (1989), evaluasi berfungsi antara lain
untuk penentuan mutu prestasi siswa. Selanjutnya Sudjana (1991), mengemukakan
bahwa penilaian merupakan suatu kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan
instruksional telah dicapai oleh siswa. Seiring dengan itu Ground Lund (1991/92),
memandang evaluasi sebagai proses sistematik untuk mengumpulkan, menganalisis
serta menafsirkan informasi guna menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai
kompetensi. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, data atau informasi itu
diperoleh melalui serangkaian kegiatan yang terjadi dalam pembelajaran itu
sendiri, seperti apa yang dilakukan guru, apa yang terjadi dikelas serta apa
yang dilakukan dan diperoleh siswa.
Salah satu alat penilaian yang digunakan
dalam pembelajaran adalah tes dalam bentuk pilihan ganda. Untuk menghasilkan
tes yang berkualitas perlu dilakukan perencanaan yang matang. Menurut Yusuf
(1990), tahap-tahap pengembangan tes yaitu, ” (1) perencanaan, (2) penulisan
butir soal, (3) revisi butir soal, (4) perbanyak soal, (5) analisis butir soal
”. Menurut Kumaidi (1998), prosedur penting dalam pengembangan tes adalah “
Pengembangan rancangan kisi-kisi tes dan uji coba butir soal ”. Selanjutnya
dikemukakan pula pengembangan naskah ujian yang tidak melakukan kedua hal
tersebut, akan berakibat kualitas butir soal kurang memenuhi persyaratan
pengujian, sehingga hasil pengujian tidak akan menggambarkan kemampuan dan
prestasi siswa yang sesungguhnya, apalagi untuk mendapatkan kualitas butir soal
yang ditentukan berdasarkan tiga karakteristik, yaitu (1) tingkat kesukaran
soal, (2) daya pembeda soal, dan (3) berfungsi tidaknya pilihan.
Sementara informasi tentang hasil belajar
siswa yang tidak akurat, dan penilaian tidak menggunakan prosedur yang benar,
boleh jadi akan menghasilkan keputusan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Untuk itu diperlukan alat yang dapat dipercaya dan dapat digunakan untuk
analisis soal sebagai dasar untuk memperoleh hasil penilain yang sesuai dengan
kemampuan siswa.
Tes prestasi belajar pada umumnya
merupakan sekumpulan butir soal yang bertujuan untuk mengukur tingkat sejauh
mana seorang siswa telah menguasai bahan atau materi pelajaran yang telah
diajarkan kepadanya. Hasil prestasi belajar dapat memberikan informasi yang
sangat berguna bagi pengambilan keputusan. Mutu informasi tersebut ditentukan
oleh mutu tes, sedangkan mutu tes ditentukan oleh mutu setiap soal yang dirakit
dalam sebuah tes.
Untuk menguji setiap butir soal perlu
dilakukan analisis soal. Menurut Herwindo (1991), tujuan utama analisis soal
adalah untuk menguji mutu soal, pengujian mutu soal yang dapat memberikan
informasi tentang karakteristik setiap butir soal, hasil analisis dapat
digunakan untuk menguji apakah suatu soal diperkirakan akan berfungsi dan telah
berfungsi dengan baik. Soal yang baik adalah soal yang dibuat berdasarkan
kisi-kisi yang dibuat sebelumnya dan memenuhi kaidah penulisan soal. Suatu soal
dapat ditelaah kesesuaiannya dengan tuntutan kisi-kisi, dan soal pilihan ganda
pokok soal (stem) jangan memberikan kea rah jawaban yang benar, pilihan jawaban
harus homogen dan logis.
Analisis butir soal diperlukan karena
berbagai alasan, antara lain adalah (a) untuk mendapatkan informasi tentang
kekuatan dan kelemahan butir soal atas dasar respon siswa, (b) informasi untuk
penyempurnaan soal-soal dan (c) alat menilai butir soal untuk bank soal (
Zainul & Nasution, Silverius 1991, Daryadi, 1999).
Kualitas butir soal dapat ditentukan
berdasarkan tiga karakteristik, yaitu (a) tingkat kesukaran, (b) daya pembeda,
dan (c) berfungsi tidaknya pilihan.Tingkat kesukaran butir soal ialah proporsi
peserta tes menjawab benar butir soal tersebut. Sedangkan daya pembeda soal
ialah yang menunjukan tingkat kemampuan butir soal membedakan kelompok pandai
dengan kelompok berkemampuan rendah.
B. Tujuan
-
Dapat memahami materi ini dengan baik dan benar.
-
Dapat mengaplikasikan dalam sistem evaluasi belajar
mengajar.
-
Agar menerapkan sistem evaluasi dalam awal/tengah/akhir
pelajaran.
C. Sasaran/Target
Mahasiswa, Guru – guru, dosen
dan seluruh para pendidik.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat taraf
kesukaran test ?
2. Bagaimana daya pembeda sebuah
test ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Taraf Kesukaran Soal Tes
Untuk menentukan taraf kesukaran
soal, setiap jawaban siswa diperiksa, setiap jawaban yang benar diberi skor
satu (1), sedangkan jawaban yang salah diberi skor nol (0). Hasil
ditabulasikan, sehingga gambaran yang muncul adalah nama siswa dan jawaban
mereka terhadap masing-masing soal.
Indeks kesukaran soal (P) ditentukan
dengan rumus P = B__
JS
B, adalah jawaban yang benar,
sedangkan JS adalah jumlah seluruh
peserta tes.
Tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi peserta tes menjawab benar
butir soal tersebut. Taraf kesukaran soal dilambangkan dengan P. Makin besar
nilai P, makin rendah taraf kesukaran soal.Artinya soal tersebut makin mudah. Taraf kesukaran soal dapat dikategorikan
dengan sukar, sedang, dan mudah. Yang termasuk kategori sukar P 0,30 ke bawah.
Yang termasuk kategori sedang P berada antara 0,31 sampai dengan 0,70.
Sedangkan yang termasuk kategori mudah ialah bila P berada antara 0,71 dengan
1,00. Berikut ini dicontohkan dari 50 butir soal Aqidah Akhlak yang diujikan
pada beberapa Madrasah yang dijawab oleh 60 orang siswa.
Untuk jelasnya hasil analisis taraf kesukaran soal dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 1 : Taraf Kesukaran Soal
No
|
Taraf Kesukaran
|
Jumlah
|
Prosentase ( % )
|
1
2
3
|
Mudah
Sedang
Sukar
|
6
34
10
|
12 %
68 %
20 %
|
Jumlah
|
50
|
100 %
|
Dari data di atas dapat dikemukakan bahwa
10 butir tes (20 % ) termasuk kategori sukar. Yang termasuk kategori sukar
adalah nomor 16, 19, 22, 25,27,31, 32, 3,43 dan 49. Di samping itu 34 butir (68
%) termasuk kategori sedang, butir soal tersebut adalah nomor 2, 3, 4, 5, 6, 8,
9, 11, 12, 14, 15, 17, 18, 20, 23, 24, 26, 28, 29, 30, 33, 35, 36, 37, 38,
39,40, 41, 42, 44, 45, 46, 48 dan 50. Sedangkan sisanya 6 butir (12 % )
termasuk kategori mudah, soal tersebut adalah nomor 1, 7, 10, 13, 21 dan 47.
Dari sisi taraf kesukaran, soal-soal dapat
dikategorikan sukar, sedang, dan mudah. Soal-soal dikategorikan sukar bila P
dari 0 sampai 0,30 kebawah. Dikategorikan sedang bila P berada antara 0,31
sampai 0,70. Soal-soal dikategorikan mudah bila P berada 0,71 sampai dengan
1,00. Menurut Hasan dan Zainul (1991), bahwa tingkat kesukaran perangkat soal
yang baik seharusnya berimbang yaitu sukar 25 %, sedang 50 % dan mudah 25 %.
Setelah dianalisis ternyata dari 50 butir soal, 10 diantaranya termasuk
kategori sukar. Soal-soal tersebut adalah 16, 19, 22, 25, 27, 31, 32, 34, 41,
43, dan 49. Bila diamati soal-soal kategori sukar terdiri dari soal-soal yang
menanyakan tentang kisah-kisah para nabi dan Rasul Allah.
Berdasarkan analisis tes yang telah
dilakukan kemudian dibandingkan dengan tuntutan kurikulum, dapat dikemukakan
bahwa butir soal-soal yang termasuk kategori sukar di atas ternyata sesuai
dengan tuntutan kurikulum. Kesulitan siswa menjawab dapat disebabkan oleh
pemahaman yang kurang terhadap materi atau kontruksi tes itu sendiri. Faktor
tersebut dapat berasal dari siswa itu sendiri ataupun dari luar siswa, terutama
konstruksi tes.
Dari diri siswa salah satu adalah
disebabkan oleh kemampuan siswa sendiri. Dari sisi kontruksi tes suatu soal akan sulit bila terdapat kekompleksan
pada soal. Pokok soal yang komplek menyulitkan siswa memahaminya.
Disamping itu alternatif pilihan yang
disediakan dapat menyebabkan sukar tidaknya suatu soal. Jika alternatif pilihan
yang disediakan homogen, maka pertanyaan tersebut akan lebih sukar. Sebaliknya
jika alternatif jawaban kurang homogen atau heterogen menyebabkan soal menjadi
lebih mudah. Selain itu tingkat kesukaran soal juga dipengaruhi oleh
sistematika tes. Tes yang disusun mulai dari yang mudah dan disusul butir yang
lebih sukar, dapat menambah kepercayaan diri siswa, selanjutnya sistuasi
pelaksanaan tes ikut mempengaruhi tingkat kesukaran soal. Ujian yang
dilaksanakan pada situasi yang kurang nyaman karena pengaruh suhu, atau
pengawasan yang mengakibatkan siswa kurang nyaman akan mempengaruhi tingkat
kesukaran soal.
B.
Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal diperoleh melalui
langkah-langkah sebagai berikut; Pertama, skor siswa disusun dari yang
tertinggi sampai yang terendah. Kedua, menentukan kelompok atas (pandai), yaitu
yang memperoleh skor tertinggi, dan kelompok bawah (kurang), yaitu siswa yang
memperoleh skor rendah. Ketiga, menghitung jumlah siswa pada masing-masing
kelompok yang menjawab dengan benar setiap butir soal. Selanjutnya daya pembeda
soal ditentukan dengan rumus :
BA BB
D = ____ - ____ = PA – PB
JA JB
BA adalah jumlah kelompok atas menjawab benar,
BB adalah jumlah kelompok bawah yang menjawab benar, sedangkan JA adalah jumlah
siswa kelompok atas dan JB adalah jumlah siswa kelompok bawah.
Berfungsi tidaknya pilihan, diketahui
melalui distribusi jawaban dari kedua kelompok (kelompok atas dan kelompok
bawah), untuk setiap alternatif pilihan dari setiap butir soal, caranya adalah
dengan menghitung berapa orang siswwa yang memilih setiap pilihan untuk setiap
soal.
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu
soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Daya pembeda dilambangkan dengan D, dapat dikelompok menjadi baik,
cukup, sedang dan kurang. Yang
termasuk kategori cukup bila D berada antara 0,30 sampai dengan 0,39. Yang
termasuk kategori sedang bila D berada antara 0,20 sampai dengan 0,29. dan yang
termasuk kategori kurang bila D berada antara 0,01 sampai dengan 0,9.
Daya pembeda soal dapat digambarkan pada
tabel di bawah ini :
Tabel 2 : Daya Pembeda Soal :
No
|
Taraf Kesukaran
|
Jumlah
|
Prosentase %
|
1
2
3
4
|
Kurang
Sedang
Cukup
Baik
|
28
10
10
2
|
56 %
20 %
20 %
4 %
|
Jumlah
|
50
|
100 %
|
Dari tabel di atas terlihat bahwa
soal-soal yang baik daya bedanya adalah 2 buah ( 4 % ). Soal tersebut nomor 41
dan 49. Soal yang tergolong sedang daya bedanya sebanyak 10 butir yaitu nomor
4, 8, 22, 23, 27, 28, 29, 38, 43, dan 48. Soal yang cukup daya bedanya 10 butir
( 20 % ) yaitu nomor 2, 6, 9, 11, 17, 25, 26, 31, 40, dan 42. Sedangkan sisanya
28 butir ( 56 % ) termasuk kategori kurang daya bedanya, yaitu nomor 1,3, 5, 7,
10, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 24, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 44,
45, 46, 47, dan 50.
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu
soal untuk membedakan antara siswa yang pandai ( berkemampuan tinggi ) dengan
siswa yang bodoh ( berkemampuan rendah ). Makin tinggi daya beda makin baik
butir soal. Soal yang daya bedanya tinggi harus dijawab benar oleh semua atau
sebagian besar kelompok atas dan tidak dapat dijawab semua atau sebagian oleh
kelompok bawah. Bila terjadi sebaliknya maka soal menyesatkan siswa.
Soal yang baik adalah soal yang mempunyai
indeks daya beda antara 0,40 sampai dengan 1,00. Soal yang punya indeks daya
beda cukup berada antara 0,30 sampai dengan 0,39. Yang mempunyai indeks daya
beda sedang berada antara 0,20 sampai dengan 0,29. Sedangkan bila daya beda
berada antara 0,01 sampai dengan 0,19 soal-soal tersebut termasuk kurang daya
bedanya.
Analisis data menunjukan, dari 50 soal
yang diujikan hanya dua butir soal yang tergolong baik daya bedanya. Soal-soal
tersebut adalah nomor 41 dan 49. Soal nomor 41 dijawab dengan benar oleh 25
orang kelompok atas (pandai ) dan 13 orang kelompok bawah ( kemampuan rendah).
Sedangkan soal nomor 49 dijawab benar oleh kelompok atas sebanyak 17 orang dan
dijawab benar oleh kelompok bawah hanya sebanyak 1 orang. Sebagian besar butir
tes ( 56 % ) kurang mampu membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan
siswa yang berkemampuan rendah. Soal-soal tersebut adalah nomor, 1, 3, 5, 7, 10
, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 24, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 44,
45, 46, 47, dan 50.
Soal-soal yang kurang mampu membedakan
siswa yang pandai dengan siswa yang berkemampuan rendah dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain adalah kemampuan pokok soal untuk memberikan
struktur terhadap pertanyaan. Penyebab lain seperti kekaburan butir pertanyaan.
Soal yang kurang jelas dan kurang tegas perumusannya akan menyebabkan
pengertian yang kurang jelas. Begitu juga soal-soal yang bersifat mendua akan
menyebabkan pengertian yang berbeda-beda.
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi data, analisis data, serta
pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: Pertama, dari tingkat
kesukaran, soal-soal Aqidah akhlak termasuk kategori sedang. Hal ini terbukti dengan dapat dijawabnya
soal-soal tersebut oleh sebagian besar siswa. Kedua, dari segi daya pembeda,
sebagian besar soal-soal Aqidah Akhlak mampu membedakan siswa yang pandai
dengan siswa yang berkemampuan rendah. Ketiga, dari segi penerkaan soal,
beberapa alternatif pilihan tidak berfungsi, hal ini terlihat dari beberapa
alternatif pilihan tidak dipilih oleh siswa.
Berdasarkan temuan penelitian dan kesimpulan di
atas, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : Pertama, sesuai dengan
kesimpulan umum, maka disarankan agar pengadministrasian tes Aqidah Akhlak MTs
diawali dengan prosedur yang benar. Kedua, soal-soal yang tidak dapat
membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang berkemampuan rendah sebaiknya
direvisi. Ketiga, alternatif pilihan jawaban yang tidak dipilih oleh siswa
perlu direvisi.
B. Saran
Terima kasih kami ucapakan kepada para
pembaca makalah ini khususnya mahasiswa dan mahasiswi yang mempelajari makalah
ini semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Mungkin makalah ini
masih banyak di temukan kesalahan dan mungkin masih jauh dari sempurna. untuk
itu kami memohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh Drs. H. Rasyidul Basri, M.A Widyaiswara Madya Balai
Diklat Keagamaan Padang Filed under. Pendidikan Ditandai: Artikel
REVITALISASI LP2A
Boarding
School dan Kontribusinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah
Keagamaan. (MAK) Koto Baru Padang Panjang.
0 komentar:
Posting Komentar