Kamis, 05 Juni 2014

Cara Membuat Taraf Kesukaran Test



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Untuk memperoleh informasi tentang hasil pembelajaran siswa di sekolah berbagai cara dapat dilakukan oleh guru, seperti tes tertulis, penilaian unjuk kerja, penilaian hasil karya dalam portofolio, penilaian proyek dan penilaian produk peserta didik. Diantara cara tes yang dapat mengukur penguasaan materi / bahan ajar terutama kemampuan kognitif, khususnya pengetahuan yang menyangkut fakta adalah dengan tes tertulis, baik tes pilihan maupun tes uraian.
Kegiatan penilaian hasil belajar diawali dengan menyusun tes, menguji, mengoreksi dan menentukan hasil serta membuat keputusan. Prosedur ini perlu dilakukan dengan cermat, teliti dan jelas tujuannya. Penyusun tes dewasa ini lebih banyak mempergunakan tes pilihan ganda, baik dikala tes sumatif maupun formatif ditingkat sekolah dan begitu juga Ujian Nasional. Menurut Darnis Arief (2002) kualitas butir tes pilihan ganda dapat ditentukan berdasarkan tiga karekteristik, yaitu (1) tingkat kesukaran, (2) daya pembeda, (3) berfungsi tidaknya pilihan. Selanjutnya informasi yang tidak akurat dapat menghasilkan keputusan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Mencermati hal tersebut, penulis tertarik membahas bagaimana mendapat bentuk tes / soal pilihan ganda yang berkualitas dan dapat memenuhi tuntutan materi bahan ajar sesuai dengan acuan kurikulum.
Penilaian merupakan salah satu komponen dalam kegiatan pembelajaran di samping komponen lainnya seperti kurikulum dan proses pembelajaran. Kegiatan penilaian mempunyai peranan yang amat starategis dalam mendapatkan informasi tentang perkembangan kemajuan belajar peserta didik. Melalui penilaian dapat diketahui sampai dimana efektifitas pengalaman belajar, metode mengajar dan tekhnik mengajar yang dilaksanakan oleh guru. Menurut Winkel (1989), evaluasi berfungsi antara lain untuk penentuan mutu prestasi siswa. Selanjutnya Sudjana (1991), mengemukakan bahwa penilaian merupakan suatu kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan instruksional telah dicapai oleh siswa. Seiring dengan itu Ground Lund (1991/92), memandang evaluasi sebagai proses sistematik untuk mengumpulkan, menganalisis serta menafsirkan informasi guna menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, data atau informasi itu diperoleh melalui serangkaian kegiatan yang terjadi dalam pembelajaran itu sendiri, seperti apa yang dilakukan guru, apa yang terjadi dikelas serta apa yang dilakukan dan diperoleh siswa.
Salah satu alat penilaian yang digunakan dalam pembelajaran adalah tes dalam bentuk pilihan ganda. Untuk menghasilkan tes yang berkualitas perlu dilakukan perencanaan yang matang. Menurut Yusuf (1990), tahap-tahap pengembangan tes yaitu, ” (1) perencanaan, (2) penulisan butir soal, (3) revisi butir soal, (4) perbanyak soal, (5) analisis butir soal ”. Menurut Kumaidi (1998), prosedur penting dalam pengembangan tes adalah “ Pengembangan rancangan kisi-kisi tes dan uji coba butir soal ”. Selanjutnya dikemukakan pula pengembangan naskah ujian yang tidak melakukan kedua hal tersebut, akan berakibat kualitas butir soal kurang memenuhi persyaratan pengujian, sehingga hasil pengujian tidak akan menggambarkan kemampuan dan prestasi siswa yang sesungguhnya, apalagi untuk mendapatkan kualitas butir soal yang ditentukan berdasarkan tiga karakteristik, yaitu (1) tingkat kesukaran soal, (2) daya pembeda soal, dan (3) berfungsi tidaknya pilihan.
Sementara informasi tentang hasil belajar siswa yang tidak akurat, dan penilaian tidak menggunakan prosedur yang benar, boleh jadi akan menghasilkan keputusan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu diperlukan alat yang dapat dipercaya dan dapat digunakan untuk analisis soal sebagai dasar untuk memperoleh hasil penilain yang sesuai dengan kemampuan siswa.
Tes prestasi belajar pada umumnya merupakan sekumpulan butir soal yang bertujuan untuk mengukur tingkat sejauh mana seorang siswa telah menguasai bahan atau materi pelajaran yang telah diajarkan kepadanya. Hasil prestasi belajar dapat memberikan informasi yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan. Mutu informasi tersebut ditentukan oleh mutu tes, sedangkan mutu tes ditentukan oleh mutu setiap soal yang dirakit dalam sebuah tes.
Untuk menguji setiap butir soal perlu dilakukan analisis soal. Menurut Herwindo (1991), tujuan utama analisis soal adalah untuk menguji mutu soal, pengujian mutu soal yang dapat memberikan informasi tentang karakteristik setiap butir soal, hasil analisis dapat digunakan untuk menguji apakah suatu soal diperkirakan akan berfungsi dan telah berfungsi dengan baik. Soal yang baik adalah soal yang dibuat berdasarkan kisi-kisi yang dibuat sebelumnya dan memenuhi kaidah penulisan soal. Suatu soal dapat ditelaah kesesuaiannya dengan tuntutan kisi-kisi, dan soal pilihan ganda pokok soal (stem) jangan memberikan kea rah jawaban yang benar, pilihan jawaban harus homogen dan logis.
Analisis butir soal diperlukan karena berbagai alasan, antara lain adalah (a) untuk mendapatkan informasi tentang kekuatan dan kelemahan butir soal atas dasar respon siswa, (b) informasi untuk penyempurnaan soal-soal dan (c) alat menilai butir soal untuk bank soal ( Zainul & Nasution, Silverius 1991, Daryadi, 1999).
Kualitas butir soal dapat ditentukan berdasarkan tiga karakteristik, yaitu (a) tingkat kesukaran, (b) daya pembeda, dan (c) berfungsi tidaknya pilihan.Tingkat kesukaran butir soal ialah proporsi peserta tes menjawab benar butir soal tersebut. Sedangkan daya pembeda soal ialah yang menunjukan tingkat kemampuan butir soal membedakan kelompok pandai dengan kelompok berkemampuan rendah.

B.       Tujuan
-          Dapat memahami materi ini dengan baik dan benar.
-          Dapat mengaplikasikan dalam sistem evaluasi belajar mengajar.
-          Agar menerapkan sistem evaluasi dalam awal/tengah/akhir pelajaran.
C.       Sasaran/Target
Mahasiswa, Guru – guru, dosen dan seluruh para pendidik.

D.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana cara membuat taraf kesukaran test ?
2.      Bagaimana daya pembeda sebuah test ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Taraf Kesukaran Soal Tes

Untuk menentukan taraf kesukaran soal, setiap jawaban siswa diperiksa, setiap jawaban yang benar diberi skor satu (1), sedangkan jawaban yang salah diberi skor nol (0). Hasil ditabulasikan, sehingga gambaran yang muncul adalah nama siswa dan jawaban mereka terhadap masing-masing soal.
Indeks kesukaran soal (P) ditentukan dengan rumus P = B__
JS
B, adalah jawaban yang benar, sedangkan JS adalah jumlah seluruh
peserta tes.
       Tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi peserta tes menjawab benar butir soal tersebut. Taraf kesukaran soal dilambangkan dengan P. Makin besar nilai P, makin rendah taraf kesukaran soal.Artinya soal tersebut makin mudah. Taraf kesukaran soal dapat dikategorikan dengan sukar, sedang, dan mudah. Yang termasuk kategori sukar P 0,30 ke bawah. Yang termasuk kategori sedang P berada antara 0,31 sampai dengan 0,70. Sedangkan yang termasuk kategori mudah ialah bila P berada antara 0,71 dengan 1,00. Berikut ini dicontohkan dari 50 butir soal Aqidah Akhlak yang diujikan pada beberapa Madrasah yang dijawab oleh 60 orang siswa.
       Untuk jelasnya hasil analisis taraf kesukaran soal dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1 : Taraf Kesukaran Soal
No
Taraf Kesukaran
Jumlah
Prosentase ( % )
1
2
3
Mudah
Sedang
Sukar
6
34
10
12 %
68 %
20 %

Jumlah
50
100 %

Dari data di atas dapat dikemukakan bahwa 10 butir tes (20 % ) termasuk kategori sukar. Yang termasuk kategori sukar adalah nomor 16, 19, 22, 25,27,31, 32, 3,43 dan 49. Di samping itu 34 butir (68 %) termasuk kategori sedang, butir soal tersebut adalah nomor 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 11, 12, 14, 15, 17, 18, 20, 23, 24, 26, 28, 29, 30, 33, 35, 36, 37, 38, 39,40, 41, 42, 44, 45, 46, 48 dan 50. Sedangkan sisanya 6 butir (12 % ) termasuk kategori mudah, soal tersebut adalah nomor 1, 7, 10, 13, 21 dan 47.
Dari sisi taraf kesukaran, soal-soal dapat dikategorikan sukar, sedang, dan mudah. Soal-soal dikategorikan sukar bila P dari 0 sampai 0,30 kebawah. Dikategorikan sedang bila P berada antara 0,31 sampai 0,70. Soal-soal dikategorikan mudah bila P berada 0,71 sampai dengan 1,00. Menurut Hasan dan Zainul (1991), bahwa tingkat kesukaran perangkat soal yang baik seharusnya berimbang yaitu sukar 25 %, sedang 50 % dan mudah 25 %. Setelah dianalisis ternyata dari 50 butir soal, 10 diantaranya termasuk kategori sukar. Soal-soal tersebut adalah 16, 19, 22, 25, 27, 31, 32, 34, 41, 43, dan 49. Bila diamati soal-soal kategori sukar terdiri dari soal-soal yang menanyakan tentang kisah-kisah para nabi dan Rasul Allah.
Berdasarkan analisis tes yang telah dilakukan kemudian dibandingkan dengan tuntutan kurikulum, dapat dikemukakan bahwa butir soal-soal yang termasuk kategori sukar di atas ternyata sesuai dengan tuntutan kurikulum. Kesulitan siswa menjawab dapat disebabkan oleh pemahaman yang kurang terhadap materi atau kontruksi tes itu sendiri. Faktor tersebut dapat berasal dari siswa itu sendiri ataupun dari luar siswa, terutama konstruksi tes.
Dari diri siswa salah satu adalah disebabkan oleh kemampuan siswa sendiri. Dari sisi kontruksi tes suatu soal akan sulit bila terdapat kekompleksan pada soal. Pokok soal yang komplek menyulitkan siswa memahaminya.
Disamping itu alternatif pilihan yang disediakan dapat menyebabkan sukar tidaknya suatu soal. Jika alternatif pilihan yang disediakan homogen, maka pertanyaan tersebut akan lebih sukar. Sebaliknya jika alternatif jawaban kurang homogen atau heterogen menyebabkan soal menjadi lebih mudah. Selain itu tingkat kesukaran soal juga dipengaruhi oleh sistematika tes. Tes yang disusun mulai dari yang mudah dan disusul butir yang lebih sukar, dapat menambah kepercayaan diri siswa, selanjutnya sistuasi pelaksanaan tes ikut mempengaruhi tingkat kesukaran soal. Ujian yang dilaksanakan pada situasi yang kurang nyaman karena pengaruh suhu, atau pengawasan yang mengakibatkan siswa kurang nyaman akan mempengaruhi tingkat kesukaran soal.

B.       Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal diperoleh melalui langkah-langkah sebagai berikut; Pertama, skor siswa disusun dari yang tertinggi sampai yang terendah. Kedua, menentukan kelompok atas (pandai), yaitu yang memperoleh skor tertinggi, dan kelompok bawah (kurang), yaitu siswa yang memperoleh skor rendah. Ketiga, menghitung jumlah siswa pada masing-masing kelompok yang menjawab dengan benar setiap butir soal. Selanjutnya daya pembeda soal ditentukan dengan rumus :
BA BB
D = ____ - ____ = PA – PB
JA JB
BA adalah jumlah kelompok atas menjawab benar, BB adalah jumlah kelompok bawah yang menjawab benar, sedangkan JA adalah jumlah siswa kelompok atas dan JB adalah jumlah siswa kelompok bawah.


Berfungsi tidaknya pilihan, diketahui melalui distribusi jawaban dari kedua kelompok (kelompok atas dan kelompok bawah), untuk setiap alternatif pilihan dari setiap butir soal, caranya adalah dengan menghitung berapa orang siswwa yang memilih setiap pilihan untuk setiap soal.
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang berkemampuan rendah. Daya pembeda dilambangkan dengan D, dapat dikelompok menjadi baik, cukup, sedang dan kurang. Yang termasuk kategori cukup bila D berada antara 0,30 sampai dengan 0,39. Yang termasuk kategori sedang bila D berada antara 0,20 sampai dengan 0,29. dan yang termasuk kategori kurang bila D berada antara 0,01 sampai dengan 0,9.
Daya pembeda soal dapat digambarkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 2 : Daya Pembeda Soal :
No
Taraf Kesukaran
Jumlah
Prosentase %
1
2
3
4
Kurang
Sedang
Cukup
Baik
28
10
10
2
56 %
20 %
20 %
4 %

Jumlah
50
100 %



Dari tabel di atas terlihat bahwa soal-soal yang baik daya bedanya adalah 2 buah ( 4 % ). Soal tersebut nomor 41 dan 49. Soal yang tergolong sedang daya bedanya sebanyak 10 butir yaitu nomor 4, 8, 22, 23, 27, 28, 29, 38, 43, dan 48. Soal yang cukup daya bedanya 10 butir ( 20 % ) yaitu nomor 2, 6, 9, 11, 17, 25, 26, 31, 40, dan 42. Sedangkan sisanya 28 butir ( 56 % ) termasuk kategori kurang daya bedanya, yaitu nomor 1,3, 5, 7, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 24, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 44, 45, 46, 47, dan 50.
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai ( berkemampuan tinggi ) dengan siswa yang bodoh ( berkemampuan rendah ). Makin tinggi daya beda makin baik butir soal. Soal yang daya bedanya tinggi harus dijawab benar oleh semua atau sebagian besar kelompok atas dan tidak dapat dijawab semua atau sebagian oleh kelompok bawah. Bila terjadi sebaliknya maka soal menyesatkan siswa.
Soal yang baik adalah soal yang mempunyai indeks daya beda antara 0,40 sampai dengan 1,00. Soal yang punya indeks daya beda cukup berada antara 0,30 sampai dengan 0,39. Yang mempunyai indeks daya beda sedang berada antara 0,20 sampai dengan 0,29. Sedangkan bila daya beda berada antara 0,01 sampai dengan 0,19 soal-soal tersebut termasuk kurang daya bedanya.
Analisis data menunjukan, dari 50 soal yang diujikan hanya dua butir soal yang tergolong baik daya bedanya. Soal-soal tersebut adalah nomor 41 dan 49. Soal nomor 41 dijawab dengan benar oleh 25 orang kelompok atas (pandai ) dan 13 orang kelompok bawah ( kemampuan rendah). Sedangkan soal nomor 49 dijawab benar oleh kelompok atas sebanyak 17 orang dan dijawab benar oleh kelompok bawah hanya sebanyak 1 orang. Sebagian besar butir tes ( 56 % ) kurang mampu membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Soal-soal tersebut adalah nomor, 1, 3, 5, 7, 10 , 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 24, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 44, 45, 46, 47, dan 50.
Soal-soal yang kurang mampu membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang berkemampuan rendah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adalah kemampuan pokok soal untuk memberikan struktur terhadap pertanyaan. Penyebab lain seperti kekaburan butir pertanyaan. Soal yang kurang jelas dan kurang tegas perumusannya akan menyebabkan pengertian yang kurang jelas. Begitu juga soal-soal yang bersifat mendua akan menyebabkan pengertian yang berbeda-beda.
BAB III
P E N U T U P

A.      Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi data, analisis data, serta pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: Pertama, dari tingkat kesukaran, soal-soal Aqidah akhlak termasuk kategori sedang. Hal ini terbukti dengan dapat dijawabnya soal-soal tersebut oleh sebagian besar siswa. Kedua, dari segi daya pembeda, sebagian besar soal-soal Aqidah Akhlak mampu membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang berkemampuan rendah. Ketiga, dari segi penerkaan soal, beberapa alternatif pilihan tidak berfungsi, hal ini terlihat dari beberapa alternatif pilihan tidak dipilih oleh siswa.
Berdasarkan temuan penelitian dan kesimpulan di atas, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : Pertama, sesuai dengan kesimpulan umum, maka disarankan agar pengadministrasian tes Aqidah Akhlak MTs diawali dengan prosedur yang benar. Kedua, soal-soal yang tidak dapat membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang berkemampuan rendah sebaiknya direvisi. Ketiga, alternatif pilihan jawaban yang tidak dipilih oleh siswa perlu direvisi.

B.       Saran

Terima kasih kami ucapakan kepada para pembaca makalah ini khususnya mahasiswa dan mahasiswi yang mempelajari makalah ini semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Mungkin makalah ini masih banyak di temukan kesalahan dan mungkin masih jauh dari sempurna. untuk itu kami memohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Oleh Drs. H. Rasyidul Basri, M.A Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Padang Filed under. Pendidikan Ditandai: Artikel

0 komentar: