A.
Kepemimpinan Perempuan
Pemimpin adalah orang yang mempunyai pengikut, yang
mengatur dan mengkoordinasikan aktifitas groupnya untuk mencapai tujuan
bersama. Sedangkan dalam Islam dikenal dengan istilah khalifah. Pemimpin untuk
mencapai tujuan yang diinginkan membutuhkan staf dan anggota yang kemudian muncul istilah yang dikenal dengan kepemimpinan.
mencapai tujuan yang diinginkan membutuhkan staf dan anggota yang kemudian muncul istilah yang dikenal dengan kepemimpinan.
Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan dari
seseorang untuk mempengaruhi orang lain atau pengikut-pengikutnya sehingga
orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut. (Abu Ahmadi, 1999: 123).
orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut. (Abu Ahmadi, 1999: 123).
Dalam agama Islam terkenal dengan sebutan imamah yang
menurut bahasa berarti “kepemimpinan”, seperti ketua atau yang lainnya baik ia
memberi petunjuk ataupun menyesatkan. Imam juga disebut khalifah, yaitu
penguasa atau pemimpin tertinggi rakyat.
B.
Kepemimpinan Perempuan Dari Segi Gender
Dalam buku gender dan strategi pengarus-utamanya di indonesia karangan
Riant Nugroho ( 2008 : 29 ) di tuliskan bahwa kesetaraan gender dapat
diartikan adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan
dan pertahanan dan keamanan nasional ( hankamnas ) serta kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan.
Terwujudnya
kesetaraan dan keadilan gender di tandai dengan tidak adanya diskriminasi
antara perempuan dan laki-laki sehingga dengan demikian antara perempuan dan
laki-laki memiliki akses , kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas
pembangunan serta memperoleh manfaat setara dan adil dari pembangunan.
Gerakan
perempuan ( Riant Nugroho : 2008 ) hakekatnya adalah gerakan transformasi dan
bukanlah gerakan untuk balas dendam kepada kaum lelaki . Dengan demikian dapat
di katakan gerakan transformasi perempuan adalah suatu proses gerakan untuk
menciptakan hubungan antara sesama manusia ( laki-laki dan perempuan ) agar
lebih baik dan baru. Hubungan ini meliputi hubungan ekonomi, politik, kultural,
ideologi , lingkungan dan termasuk di dalamnya hubungan antara laki-laki dan
perempuan.
Fenomena
bias gender yang terjadi dalam masyarakat sekarang ini menjadi motivasi dan
stimulus utama untuk berkembangnya faham feminisme di dunia masyarakat modern.
feminisme tumbuh sebagai suatu gerakan sekaligus pendekatan yang berusaha
merombak struktur yang ada karena di anggap telah mengakibatkan ketidakadilan
terhadap kaum perempuan. Beberpa agenda yang perlu diperhatikan yaitu melakukan
redefinisi pembangunan yang melibatkan kepentingan dan kebutuhan perempuan
sebagai bagian yang tidak dapat di lepaskan dari kegiatan pembangunan
masyarakat. Hal itu di harapkan sebagi upaya untuk dapat mempengaruhi kebijakan
pemerintah ( pusat maupun daerah ) yang tertuang dalam peraturan
perundang-undangan yang ada agar semuanya menjadi renponsif dan peka terhadap
gender. Bagaimanapun kita yakin bahwa gerakan perempuan yang muncul dalam
berbagai wadah organisasi mempunyai peran strategis dan fungsional dalam upaya
pemberdayaan perempuan , khususnya dalam menyiapkan kaum perempuan untuk
terlibat aktif di dalam pembangunan.
Sementara
itu untuk keluar dari adanya ketimpangan gender yang ada di masyarakat
yang di butuhkan adalah pemikiran kritis yang memungkinkan masyarakat membangun
sesuatu serta keluar dari sangkar hegemoni tersebut yang di ciptakan selama ini
. Tindakan yang konkrit untuk menggugat kamapaman yang telah ada ini memerlukan
dukungan yang kuat dari pemerintah dan masyarakat , khususnya kaum perempuan.
Penyadaraan
merupakan satu langkah awal untuk upaya mengubah hegemoni budaya yang ada.
Adanya upaya –upaya yang yang mengancam peran dan kedudukannya dalam masyarakat
terlebih dahulu harus di sadari oleh kaum perempuan.
Beberapa
program yang dapat di lakukan untuk pemberdayaan perempuan menurut Riant
Nugrogo (2008: 165 ) antara lain :
1.
Penguatan organisasi kelompok perempuan di segala tingkat. Seperti
kita kenal adanya pkk, koperasi , yayasan sosial dll. Penguatan kelembagaan di
tujukan untuk meningkatkan kemampuan lembaga, agar dapat berperan aktif sebagai
perencana, pelaksana maupun pengontrol.
2.
Peningkatan fungsi dan peran organisasi perempuan. Hal ini penting
mengingat selama ini program yang ada kurang di sosialisasikan dan kurang
melibatkan peran masyarakat.
3.
Pelibatan kelompok perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan
monitoring semua program-program pembangunan yang ada.
4.
Peningkatan kemampuan kepemimpinan perempuan agar dapat mempunyai
posisi tawar yang setara serta memiliki akses dan peluang untuk terlibat dalam
pembangunan.
5.
Peningkatan kemampuan anggota kelompok perempuan dalam bidang
usaha dengan berbagai ketrampilan yang menunjang.
Profesionalisme dan Kompetensi Perempuan
sebagai pemimpin
Bila seorang
wanita ingin menjadi pemimpin yang sukses, sebaiknya ia berkonsentrasi untuk
mengakui sisi kompetensi-kompetensi unggul tersebut. Paling tidak, ia harus
memiliki pengetahuan yang memadai, mampu memperlihatkan keahlian yang timbul
dari pengalamannya, serta memiliki talenta yang mendukung pencapaiannya. Dalam
( anonim. 2009.http://www.aviationcare.com/articles/non-aviation/118-menciptakan-peluang-wanita-untuk-mengembangkan-keunggulan-sebagai-pemimpin-.html )
Identifikasi
talenta. Jika wanita tersebut memiliki talenta maximizer, strategic,
communication, developer, dan achiever maka ia dapat meyakini diri termasuk
wanita yang mempunyai potensi untuk berhasil sebagai pemimpin.
Usahakan
untuk mengetahui profil kompetensi manajerial di dalam perusahaan yang
berkaitan dengan kompetensi keinginan berprestasi, katalisator perubahan,
fleksibilitas, mengembangkan orang lain dan komunikasi.
Identifikasi
tuntutan di setiap perilaku dan menjadikannya sasaran pengembangan dalam waktu
tertentu. Tiga kompetensi dalam waktu 6 bulan merupakan sasaran yang luar
biasa.
Perjuangkan
setiap kesempatan untuk mempraktikkan kompetensi tersebut baik dalam lingkup
pekerjaan sendiri maupun di luar itu seperti kepanitiaan dan kerja sosial.
Jangan lupa untuk meminta umpan balik dari orang lain yang terlibat dalam
penugasan itu.
Untuk suatu
zaman di mana rasionalitas dan profesionalisme individu semakin di hargai ,
perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak lagi relevan kecuali kalau
berimplikasi pada profesi ,contohnya adalah dalam cabang-cabang olahraga di
mana perempuan tidak seimbang di hadapkan dengan laki-laki. akhirnya perbedaan
berdasarkan profesionalisme ini akan mampu membawa dampak positif bagi
masyarakat pada umumnya , karena mendorong orang untuk memperbaiki kemampuan
mereka ( Fauzi Ridjal, 1993: 56 ).
Profesionalisme
di dalam pemberdayaan perempuan merupakan hal yang sangat di butuhkan contoh
pendidikan yang di berikan pada perempuan di harapkan dapat memberikan kekuatan
yang dapat mengubah perimbangan hubungan yang tidak adil antara laki-laki dan
perempuan sehingga perempuan di hormati bukan karena keperempuananya saja
tetapi juga karena kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.
Nahiyah
Jaidi Faras ( 1995: 80 ) dalm bukunya yang berjudul kepemimpinan wanita
pemimpin dalam oragnisasi wanita di sebutkan bahwa keberhasilan dan
kegagalan wanita pemimpin dalam meniti karir tidak semata-mata di pengaruhi
oleh faktor budaya. Banyak faktor yang biasanya bersumber pada dirinya sendiri
misal faktor motivasi , ini sering menjadi modal utama kenerhasilan wanita
pemimpi. Namun memiliki motivasi yang tinggi tanpa memiliki kemampuan
manajerial sepertoi merencanakan, mengorganisir, mengkoordonor mensikronkan ,
mengambil keputusan sulit bagi wanita pemimpin untuk berhasil dalam
kepemimpinannya. Wanita pemimpin yang di kuasai selalu oleh motif berprestasi
dalam melaksanakan tugasnya akan berusaha meraih keberhasilan dalambersaing dengan
beberapa standar keunggulan . Standar keunggulan tugas wanita pemimpin adalah
berusaha memperoleh balikan terhadap pelaksanaan tugasnya demi perbaikan di
masa mendatang.
Kedua yaitu
faktor pendidikan, factor ini sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang
pemimpin dalam kepemimpinanya. Pendidikan seseorang tidak hanya berpengaruh
pada kemampuan dalam berpikir tetapi juga berpengaruh dalam berinteraksi dengan
sesama anggota masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang ,
semakin mudah ia mengaktualisasikan gagasan-gagasannya dalam konsep. saat ini
tinggi rendahnya pendidikan seseorang seringkali di gunakan sebagi indikator
kualitas tenaga kerja Effendi ( Nahiyah Jaidi Faras: 1995 ).
Ketiga yaitu
konsep pengalaman dalam berorganisasi merupakan variabel independen yang cukup
berpengaruh juga dalam kepemimpinan wanita pemimpin. Seseorang wanita pemimpin
di tuntut tidak hanya berpendidikan tinggi atau pengetahuan yang luas tetapi
juga ketrampilan dalam mengaktualisasikan pengetahuan tersebut dalamperilaku.
Untuk itu wanita pemimpin juga di harapkan memiliki pengalaman berorganisasi.
Pengalaman merupakan pelajaran untuk melakukan perubahan ke arah kematangan
tingkah laku, pertambahan pengertian dan pengayaan informasi Surakhmad (
Nahiyah Jaidi Faras: 1995).
C.
Hukum Islam Tentang Kepemimpinan Perempuan (Kepala Negara)
Dalam pembahasan ini ada 2 hal yang harus diperhatikan
agar tidak terjadi kerancuan atau kesalahpahaman. Pertama, masalah individu
perempuan dalam perannya sebagai pemimpin pemerintahan. Kedua, masalah system
pemerintahan.
Kedua hal itu harus dipahami sebagai satu kesatuan,
bukan terpisah, sehingga jika dikatakan bahwa perempuan tidak dibenarkan
menjadi presiden, bukan otomatis dipahami bahwa laki-laki dibolehkan.
Kepemimpinan itu bukan monopoli kaum laki-laki, tetapi
juga bisa diduduki dan dijabat oleh kaum perempuan bahkan jika perempuan itu
mampu dan memenuhi kriteria maka ia boleh menjadi hakim dan top leader (perdana
menteri atau kepala Negara). Masalah ini disebutkan dalam surat at-Taubah ayat
71 yang berbunyi:
Artinya:”Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan
perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari munkar, mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”.
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari munkar, mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”.
Dalam ayat tersebut Allah SWT mempergunakan kata
‘Auliya’ (pemimpin), itu bukan hanya ditujukan kepada pihak laki-laki saja,
tetapi keduanya secara bersamaan. Berdasarkan ayat ini, perempuan juga bias
menjadi pemimpin, yang penting dia mampu memenuhi kriteria sebagai seorang
pemimpin, karena menurut tafsir al-Maraghi dan tafsir al-Manar, bahwa jata ‘Auliya’
mencakup wali dalam arti penolong solidaritas dan kasih sayang.
Dari surat at-Taubah ayat 71 tersebut dapat
disimpulkan, bahwa al-Qur’an tidak melarang perempuan untuk memasuki berbagai
profesi sesuai dengan keahliannya, seperti menjadi guru, dosen, pengusaha,
menteri, hakim bahkan kepala Negara. Akan tetapi dalam tugasnya tetaplah
memperhatikan hukum-hukum atau aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh
al-Qur’an dan as-Sunnah, misalnya tidak terbengkalai urusan rumah tangganya,
haruslah ada izin dan ridho suaminya bila ia sudah bersuami, guna menghindari
efek negative terhadap diri dan agama.
Daftar
Pustaka
Wahyosumidjo (1984), hal. 26.
Mansur Fakih, Gender dan Seksualitas,
Judy B. Rosener, "Ways Women Lead." Harvard Business
Review. Cambridge, MA: Harvard University Graduate School of Business,
November-December 1990, p. 125 dalam Larraine R. Matusak, et.al.,
(eds.), Leadership: Gender Related, Not Gender Specific, (Concepts,
Challenges, and Realities of Leadership: An International Perspective.
Selected Proceedings from the Salzburg Seminar on International Leadership.
0 komentar:
Posting Komentar