Kamis, 16 Juni 2016

Kepemimpinan Perempuan

A.        Kepemimpinan Perempuan
Pemimpin adalah orang yang mempunyai pengikut, yang mengatur dan mengkoordinasikan aktifitas groupnya untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan dalam Islam dikenal dengan istilah khalifah. Pemimpin untuk
mencapai tujuan yang diinginkan membutuhkan staf dan anggota yang kemudian muncul istilah yang dikenal dengan kepemimpinan.
Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan dari seseorang untuk mempengaruhi orang lain atau pengikut-pengikutnya sehingga
orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut. (Abu Ahmadi, 1999: 123).
Dalam agama Islam terkenal dengan sebutan imamah yang menurut bahasa berarti “kepemimpinan”, seperti ketua atau yang lainnya baik ia memberi petunjuk ataupun menyesatkan. Imam juga disebut khalifah, yaitu penguasa atau pemimpin tertinggi rakyat.

B.        Kepemimpinan Perempuan Dari Segi Gender
Dalam buku gender dan strategi pengarus-utamanya di indonesia karangan Riant Nugroho ( 2008 : 29 )  di tuliskan bahwa kesetaraan gender dapat diartikan adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional ( hankamnas ) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
Terwujudnya  kesetaraan dan keadilan gender di tandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki sehingga dengan demikian antara perempuan dan laki-laki memiliki akses , kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat setara dan adil dari pembangunan.
Gerakan perempuan ( Riant Nugroho : 2008 ) hakekatnya adalah gerakan transformasi dan bukanlah gerakan untuk balas dendam kepada kaum lelaki . Dengan demikian dapat di katakan gerakan transformasi perempuan adalah suatu proses gerakan untuk menciptakan hubungan antara sesama manusia ( laki-laki dan perempuan ) agar lebih baik dan baru. Hubungan ini meliputi hubungan ekonomi, politik, kultural, ideologi , lingkungan dan termasuk di dalamnya hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Fenomena bias gender yang terjadi dalam masyarakat sekarang ini menjadi motivasi dan stimulus utama untuk berkembangnya faham feminisme di dunia masyarakat modern. feminisme tumbuh sebagai suatu gerakan sekaligus pendekatan yang berusaha merombak struktur yang ada karena di anggap telah mengakibatkan ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Beberpa agenda yang perlu diperhatikan yaitu melakukan redefinisi pembangunan yang melibatkan kepentingan dan kebutuhan perempuan sebagai bagian yang tidak dapat di lepaskan dari kegiatan pembangunan masyarakat. Hal itu di harapkan sebagi upaya untuk dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah ( pusat maupun daerah ) yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang ada agar semuanya menjadi renponsif dan peka terhadap gender. Bagaimanapun kita yakin bahwa gerakan perempuan yang muncul dalam berbagai wadah organisasi mempunyai peran strategis dan fungsional dalam upaya pemberdayaan perempuan , khususnya dalam menyiapkan kaum perempuan untuk terlibat aktif di dalam pembangunan.
Sementara itu untuk  keluar dari adanya ketimpangan gender yang ada di masyarakat yang di butuhkan adalah pemikiran kritis yang memungkinkan masyarakat membangun sesuatu serta keluar dari sangkar hegemoni tersebut yang di ciptakan selama ini . Tindakan yang konkrit untuk menggugat kamapaman yang telah ada ini memerlukan dukungan yang kuat dari pemerintah dan masyarakat , khususnya kaum perempuan.
Penyadaraan merupakan satu langkah awal untuk upaya mengubah hegemoni budaya yang ada. Adanya upaya –upaya yang yang mengancam peran dan kedudukannya dalam masyarakat terlebih dahulu harus di sadari oleh kaum perempuan.
Beberapa program yang dapat di lakukan untuk  pemberdayaan perempuan menurut Riant Nugrogo (2008: 165 ) antara lain :
1.         Penguatan organisasi kelompok perempuan di segala tingkat. Seperti kita kenal adanya pkk, koperasi , yayasan sosial dll. Penguatan kelembagaan di tujukan untuk meningkatkan kemampuan lembaga, agar dapat berperan aktif sebagai perencana, pelaksana maupun pengontrol.
2.         Peningkatan fungsi dan peran organisasi perempuan. Hal ini penting mengingat selama ini program yang ada kurang di sosialisasikan dan kurang melibatkan peran masyarakat.
3.         Pelibatan kelompok perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring semua program-program pembangunan yang ada.
4.         Peningkatan kemampuan kepemimpinan perempuan agar dapat mempunyai posisi tawar yang setara serta memiliki akses dan peluang untuk terlibat dalam pembangunan.
5.         Peningkatan kemampuan anggota kelompok perempuan dalam bidang usaha dengan berbagai ketrampilan yang menunjang.

Profesionalisme dan Kompetensi Perempuan sebagai pemimpin
Bila seorang wanita ingin menjadi pemimpin yang sukses, sebaiknya ia berkonsentrasi untuk mengakui sisi kompetensi-kompetensi unggul tersebut. Paling tidak, ia harus memiliki pengetahuan yang memadai, mampu memperlihatkan keahlian yang timbul dari pengalamannya, serta memiliki talenta yang mendukung pencapaiannya. Dalam ( anonim. 2009.http://www.aviationcare.com/articles/non-aviation/118-menciptakan-peluang-wanita-untuk-mengembangkan-keunggulan-sebagai-pemimpin-.html )
Identifikasi talenta. Jika wanita tersebut memiliki talenta maximizer, strategic, communication, developer, dan achiever maka ia dapat meyakini diri termasuk wanita yang mempunyai potensi untuk berhasil sebagai pemimpin.
Usahakan untuk mengetahui profil kompetensi manajerial di dalam perusahaan yang berkaitan dengan kompetensi keinginan berprestasi, katalisator perubahan, fleksibilitas, mengembangkan orang lain dan komunikasi.
Identifikasi tuntutan di setiap perilaku dan menjadikannya sasaran pengembangan dalam waktu tertentu. Tiga kompetensi dalam waktu 6 bulan merupakan sasaran yang luar biasa.
Perjuangkan setiap kesempatan untuk mempraktikkan kompetensi tersebut baik dalam lingkup pekerjaan sendiri maupun di luar itu seperti kepanitiaan dan kerja sosial. Jangan lupa untuk meminta umpan balik dari orang lain yang terlibat dalam penugasan itu.
Untuk suatu zaman di mana rasionalitas dan profesionalisme individu semakin di hargai , perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak lagi relevan kecuali kalau berimplikasi pada profesi ,contohnya adalah dalam cabang-cabang olahraga di mana perempuan tidak seimbang di hadapkan dengan laki-laki. akhirnya perbedaan berdasarkan profesionalisme ini akan mampu membawa dampak positif bagi masyarakat pada umumnya , karena mendorong orang untuk memperbaiki kemampuan mereka ( Fauzi Ridjal, 1993: 56 ).
Profesionalisme di dalam pemberdayaan perempuan merupakan hal yang sangat di butuhkan contoh pendidikan yang di berikan pada perempuan di harapkan dapat memberikan kekuatan yang dapat mengubah perimbangan hubungan yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan sehingga perempuan di hormati bukan karena keperempuananya saja tetapi juga karena kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.
Nahiyah Jaidi Faras ( 1995: 80 ) dalm bukunya yang berjudul kepemimpinan wanita pemimpin dalam oragnisasi wanita di sebutkan bahwa keberhasilan dan kegagalan wanita pemimpin dalam meniti karir tidak semata-mata di pengaruhi oleh faktor budaya. Banyak faktor yang biasanya bersumber pada dirinya sendiri misal faktor motivasi , ini sering menjadi modal utama kenerhasilan wanita pemimpi. Namun memiliki motivasi yang tinggi tanpa memiliki kemampuan manajerial sepertoi merencanakan, mengorganisir, mengkoordonor mensikronkan , mengambil keputusan sulit bagi wanita pemimpin untuk berhasil dalam kepemimpinannya. Wanita pemimpin yang di kuasai selalu oleh motif berprestasi dalam melaksanakan tugasnya akan berusaha meraih keberhasilan dalambersaing dengan beberapa standar keunggulan . Standar keunggulan tugas wanita pemimpin adalah berusaha memperoleh balikan terhadap pelaksanaan tugasnya demi perbaikan di masa mendatang.
Kedua yaitu faktor pendidikan, factor ini sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang pemimpin dalam kepemimpinanya. Pendidikan seseorang tidak hanya berpengaruh pada kemampuan dalam berpikir tetapi juga berpengaruh dalam berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang , semakin mudah ia mengaktualisasikan gagasan-gagasannya dalam konsep. saat ini tinggi rendahnya pendidikan seseorang seringkali di gunakan sebagi indikator kualitas tenaga kerja  Effendi ( Nahiyah Jaidi Faras: 1995 ).
Ketiga yaitu konsep pengalaman dalam berorganisasi merupakan variabel independen yang cukup berpengaruh juga dalam kepemimpinan wanita pemimpin. Seseorang wanita pemimpin di tuntut tidak hanya berpendidikan tinggi atau pengetahuan yang luas tetapi juga ketrampilan dalam mengaktualisasikan pengetahuan tersebut dalamperilaku. Untuk itu wanita pemimpin juga di harapkan memiliki pengalaman berorganisasi. Pengalaman merupakan pelajaran untuk melakukan perubahan ke arah kematangan tingkah laku, pertambahan pengertian dan pengayaan informasi Surakhmad ( Nahiyah Jaidi Faras: 1995).

C.        Hukum Islam Tentang Kepemimpinan Perempuan (Kepala Negara)
Dalam pembahasan ini ada 2 hal yang harus diperhatikan agar tidak terjadi kerancuan atau kesalahpahaman. Pertama, masalah individu perempuan dalam perannya sebagai pemimpin pemerintahan. Kedua, masalah system pemerintahan.
Kedua hal itu harus dipahami sebagai satu kesatuan, bukan terpisah, sehingga jika dikatakan bahwa perempuan tidak dibenarkan menjadi presiden, bukan otomatis dipahami bahwa laki-laki dibolehkan. 
Kepemimpinan itu bukan monopoli kaum laki-laki, tetapi juga bisa diduduki dan dijabat oleh kaum perempuan bahkan jika perempuan itu mampu dan memenuhi kriteria maka ia boleh menjadi hakim dan top leader (perdana menteri atau kepala Negara). Masalah ini disebutkan dalam surat at-Taubah ayat 71 yang berbunyi:
Artinya:”Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari munkar, mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”.
Dalam ayat tersebut Allah SWT mempergunakan kata ‘Auliya’ (pemimpin), itu bukan hanya ditujukan kepada pihak laki-laki saja, tetapi keduanya secara bersamaan. Berdasarkan ayat ini, perempuan juga bias menjadi pemimpin, yang penting dia mampu memenuhi kriteria sebagai seorang pemimpin, karena menurut tafsir al-Maraghi dan tafsir al-Manar, bahwa jata ‘Auliya’ mencakup wali dalam arti penolong solidaritas dan kasih sayang.
Dari surat at-Taubah ayat 71 tersebut dapat disimpulkan, bahwa al-Qur’an tidak melarang perempuan untuk memasuki berbagai profesi sesuai dengan keahliannya, seperti menjadi guru, dosen, pengusaha, menteri, hakim bahkan kepala Negara. Akan tetapi dalam tugasnya tetaplah memperhatikan hukum-hukum atau aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah, misalnya tidak terbengkalai urusan rumah tangganya, haruslah ada izin dan ridho suaminya bila ia sudah bersuami, guna menghindari efek negative terhadap diri dan agama.


Daftar Pustaka

Wahyosumidjo (1984), hal. 26.

Mansur Fakih, Gender dan Seksualitas,

Judy B. Rosener, "Ways Women Lead." Harvard Business Review. Cam­bridge, MA: Harvard University Graduate School of Business, November-December 1990, p. 125 dalam Larraine R. Matusak, et.al., (eds.), Leadership: Gender Related, Not Gender Specific, (Concepts, Challenges, and Realities of Leader­ship: An International Perspective. Selected Proceedings from the Salzburg Seminar on International Leadership.





0 komentar: