A.
Pengertian
Keluarga Berencana
Keluarga berencana berarti pasangan suami istri yang
telah mempunyai perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anaknya diharapkan
lahir agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur dan
merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan
kemampuannya dan situasi kondisi masyarakat dan negaranya.[1]
B.
Pandangan
Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana
Dalam al-Qur’an banyak sekali
ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan
KB diantaranya ialah :
Surat
An-Nisa’ ayat 9:
وليخششش
الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقواالله واليقولوا سديدا
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang
yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka
khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi
petunjuk tentang pelaksanaan KB diantaranya ialah surat al-Qashas: 77,
al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.
Dari ayat-ayat diatas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain,
menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan
biaya hidup berumah tangga.
C.
Pandangan al-Hadits Tentang Keluarga Berencana
Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:
إنك تدر
ورثك أغنياء خير من أن تدرهم عالة لتكففون الناس (متفق عليه)
“sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli
warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban
atau tanggungan orang banyak.”
Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri
mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan
sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian
pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.[2]
D.
Hukum Keluarga Berencana
a. Menurut
al-Qur’an dan Hadits
Sebenarnya dalam al-Qur’an dan
Hadits tidak ada nas yang shoreh yang melarang atau memerintahkan KB secara
eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam,
yaitu:
الا
صل فى الأشياء الاباحة حتى يدل على الدليل على تحريمها
Tetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi
tentang diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut:
• Menghawatirkan keselamatan jiwa atau
kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
ولا
تلقوا بأيديكم إلى التهلكة (البقرة : 195)
“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam
kerusakan”.
• Menghawatirkan keselamatan agama, akibat
kesempitan penghidupan hal ini sesuai dengan hadits Nabi:
كادا
الفقر أن تكون كفرا
“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati
kekufuran”.
•
Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak
bila jarak kelahiran anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi:
ولا
ضرر ولا ضرار
“Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.[3]
b. Menurut
Pandangan Ulama’
1) Ulama’
yang memperbolehkan
Diantara ulama’ yang membolehkan adalah
Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini
berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara
lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk
menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu
tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin
mencapai tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada
surat al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.[4]
2) Ulama’
yang melarang
Selain
ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang diantaranya ialah
Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena
perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti firman Allah:
ولا
تقتلوا أولادكم من إملق نحن نرزقكم وإياهم
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena
takut (kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.
E.
Macam-macam Alat Kontrasepsi
Dalam pelaksanaan KB harus menggunakan alat kontrsepsi
yang sudah dikenal diantaranya ialah:
•
Pil, berupa tablet yang berisi progrestin yang bekerja
dalam tubuh wanita untuk mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan
pada endometrium.
•
Suntikan, yaitu menginjeksikan cairan kedalam tubuh.
Cara kerjanya yaitu menghalangi ovulasi, menipiskan endometrin sehingga nidasi
tidak mungkin terjadi dan memekatkan lendir serlak sehingga memperlambat
perjalanan sperma melalui canalis servikalis.
•
Susuk KB, levermergostrel. Terdiri dari enam kapsul
yang diinsersikan dibawah kulit lengan bagian dalam kira-kira sampai 10 cm dari
lipatan siku. Cara kerjanya sama dengan suntik.
•
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) terdiri atas
lippiss loop(spiral) multi load terbuat dari plastik harus dililit dengan tembaga
tipis cara kerjanya ialah membuat lemahnya daya sperma untuk membuahi sel telur
wanita.
•
Sterelisasi (Vasektomi/ tubektomi) yaitu operasi
pemutusan atau pengikatan saluran pembuluh yang menghubungkan testis (pabrik
sperma) dengan kelenjar prostat (gudang sperma menjelang diejakulasi) bagi
laki-laki. Atau tubektomi dengan operasi yang sama pada wanita sehingga ovarium
tidak dapat masuk kedalam rongga rahim. Akibat dari sterilisasi ini akan
menjadi mandul selamanya.
Alat-alat konrasepsi lainnya adalah kondom, diafragma,
tablet vagmat, dan tiisu yang dimasukkan kedalam vagina. Disamping itu ada cara
kontrasepsi yang bersifat tradisional seperti jamuan, urut dsb.[5]
F.
Cara KB yang Diperbolehkan dan
Yang Dilarang oleh Islam
1)
Cara yang diperbolehkan
Ada beberapa macam cara
pencegahan kehamilan yang diperbolehkan oleh syara’ antara lain, menggunakan
pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet vaginal , tisue. Cara ini
diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa sang ibu.[6] Dan cara
ini dapat dikategorikan kepada azl yang tidak dipermasalahkan hukumnya.
Sebagaimana hadits Nabi :
كنا نعزل على عهد وسول الله ص. م. فلم ينهها (رواه مسلم
)
Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi beliau tidak melarangnya.
2)
Cara yang Dilarang
Ada juga cara pencegahan
kehamilan yang dilarang oleh syara’, yaitu dengan cara merubah atau merusak
organ tubuh yang bersangkutan. Cara-cara yang termasuk kategori ini antara
lain, vasektomi, tubektomi, aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan karena hal ini
menentang tujuan pernikahan untuk menghasilakn keturunan.[7]
G.
Perkawinan Beda Agama
Yang dimaksud dalam beda agama
disisni adalah perempuan muslim dengan laki-laki non muslim dan sebaliknya
laki-laki muslim dengan perempuan non islam. Keduanya boleh melakukan
pernikahan apabila pihak yang non muslim tersebut telah masuk islam. Tentang
larangan kawin beda agama disebutkan dalam pasal 40 Kompalasi Hukum Islam
Indonesia yang diberlakukan berdasarkan instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991
disebutkan bahwa “dilarang melangsungkan perkawinan
antara seorang pria dan wanita, karena wanita tersebut tidak beragam islam”. Berdasarkan
ketentuan ini dapat diketahui bahwa tidak ada perkawinan beda agama, bagi
pihak-pihak yang ingin melaksanakan perkawinannya, mereka harus memilih agama
yang dianut oleh pihak istri atau pihak suami. Tidak ada lagi setelah nikah di
Kantor Urusan Agama Kecamatan lalu pindah menikah di gereja atau Catatan Sipil.
(Abdul Manan, 2008) sudah jelas disini tidak ada kawin beda agama, begitu juga
fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia).
Sebuah dokumen yang berbentuk surat terbuka yang
dikeluarkan oleh Majelis Ulama daerah Jakarta yang didalamnya juga memberikan
perincian apabila terjadi masalah perkawinan agama menyatakan bahwa apabila
suatu perkawinan antara seorang pria Islam dan seorang wanita bukan islam
hendak dilaksanakan, maka upacara perkawinan seharusnya dilakukan di Kantor
Urusan Agama (KUA) menurut peraturan agama Islam. Kepada para pegawai kantor
Catatan Sipil, yang mencatat perkawinan-perkawinan bukan-Islam, surat itu
meminta dengan sangat agar menghormati kepercayaan mereka di kantor tersebut.
Jika seorang di antara mereka adalah seorang beragama Islam, surat itu meminta
Kantor Catatan Sipil agar menganjurkan pasangan pengantin itu untuk
mendaftarkan perkawinannya di Kantor Urusan Agama (KAU). Surat itu menegaskan
bahwa hal itu adalah sesuai dengan asa Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan
Undang-Undang perkawinan tahun 1974. (Mudzhar, 1993;102)
Mengawini perempuan ahli kitab bagi laki-laki muslim
sebenarnya diperbolehkan, oleh kaerena ada petunjuk yang jelas terdapat dalam
Al-quran, sebagaimana di antaranya terdapat dalam surat al-Maidah ayat 5 :
الْيَوْمَ
أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ
لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا
آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلاَ مُتَّخِذِي
أَخْدَانٍ وَمَن يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ
مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang
baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal
bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini)
wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan
wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al
Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka
hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.”
Fatwa yang
dikeluarkan MUI tidak mengijinkan seorang pria melakukan perkawinan dengan ahl al-kitab meskipun dalam
Al-quran diperbolehkan. Fatwa melarang perkawinan seperti itu karena kerugian
lebih besar dari pada keuntungannya, selain itu rupnya telah didorong oleh
keinsyafan akan adanya persaingan keagamaan. Maka sudah selayaknya ketentuan
tersebut dalam Pasal Kompalasi Hukum Islam Indonesia tetap dipertahankan.
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria atau wanita Islam dengan
wanita atau pria tidak beragama islam.
Ijma’ ulama Indonesia tentang masalah
ini harus tetap dipertahankan dan harus ditingkatkan dalam peraturan
perundang-undangan di masa yang akan dating.( Abdul Manan,2008)
Daftar
Pustaka
Al-Jaziry,
Kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, Beirut, Dar-ihya al-Turats al-‘Araby.
Ridha,Rasyid,
Tafsir Al Manar, Vol. VI, Cairo, Darul Manar, 1367 H.
Vide
Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuh, Vol. II, Cairo, Al-Mathba’ah
al-Yusufiah, 1931
Beale,
Courtenay, Marriage Before and After, London, The Wales Publishing Co.
Zuhdi,
Maszfuk, Masail Fiqhiah
Tugas
kelompok mata pelajaran Agama Islam SMA Negeri 8 Malang tahun 2005, anggota
kelompok : Muhamad Yoesuf, Didin Erawati, Nuria Mauludiah, Firmansyah, Wahyu
Tri Admadja
http://myoesuf.wordpress.com
[1] Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi, Masail
Fiqhiyah (PT Toko Gunung Agung : Jakarta. 1997), h. 54
[2] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah (PT Raja Grafindo Persada:
Jakarta. 1997), h. 29
[3] Drs. Musthafa Kamal, Fiqih Islam
(Citra Karsa Mandiri: Yogyakarta. 2002), h. 293
[4] Prof. Abdurrahman Umran, Islam dan KB (PT Lentera Basritama:
jakarta. 1997),h. 99
[5] Dr. H. Chuzamah, T. Yangro dkk. (ed), Problematika Hukum Islam
Kontemporer (Pustaka Firdaus: Jakarta. 2002), h. 164-165
[6] Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Aborsi, Kontrasepsi dan Mengatasi
Kemandulan (Mizan: Bandung. 1997), h. 70
[7] Luthfi As-syaukani, Politik, Ham dan Isu-isu Fiqih Kontemporer
(Pustaka Hidayah: Bandung. 1998), h. 157
0 komentar:
Posting Komentar