Rabu, 15 Juni 2016

Keluarga Berencana Menurut Islam

A.        Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga berencana berarti pasangan suami istri yang telah mempunyai perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur dan merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan kemampuannya dan situasi kondisi masyarakat dan negaranya.[1]

B.        Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah :
Surat An-Nisa’ ayat 9:
      وليخششش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقواالله واليقولوا سديدا
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB diantaranya ialah surat al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.
Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan biaya hidup berumah tangga.
  
C.        Pandangan al-Hadits Tentang Keluarga Berencana
Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:
      إنك تدر ورثك أغنياء خير من أن تدرهم عالة لتكففون الناس (متفق عليه)
“sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.”
Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.[2]

D.       Hukum Keluarga Berencana
a.     Menurut al-Qur’an dan Hadits
Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nas yang shoreh yang melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam, yaitu:
الا صل فى الأشياء الاباحة حتى يدل على الدليل على تحريمها
Tetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut:
•    Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة (البقرة : 195)
      “Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.
•    Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini sesuai dengan hadits Nabi:
كادا الفقر أن تكون كفرا
      “Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”.
          Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi:
ولا ضرر ولا ضرار
“Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.[3]
b.   Menurut Pandangan Ulama’
1)     Ulama’ yang memperbolehkan
Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.[4]
2)     Ulama’ yang melarang
Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti firman Allah:
ولا تقتلوا أولادكم من إملق نحن نرزقكم وإياهم
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.
  

E.        Macam-macam Alat Kontrasepsi
Dalam pelaksanaan KB harus menggunakan alat kontrsepsi yang sudah dikenal diantaranya ialah:
       Pil, berupa tablet yang berisi progrestin yang bekerja dalam tubuh wanita untuk mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan pada endometrium.
       Suntikan, yaitu menginjeksikan cairan kedalam tubuh. Cara kerjanya yaitu menghalangi ovulasi, menipiskan endometrin sehingga nidasi tidak mungkin terjadi dan memekatkan lendir serlak sehingga memperlambat perjalanan sperma melalui canalis servikalis.
       Susuk KB, levermergostrel. Terdiri dari enam kapsul yang diinsersikan dibawah kulit lengan bagian dalam kira-kira sampai 10 cm dari lipatan siku. Cara kerjanya sama dengan suntik.
       AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) terdiri atas lippiss loop(spiral) multi load terbuat dari plastik harus dililit dengan tembaga tipis cara kerjanya ialah membuat lemahnya daya sperma untuk membuahi sel telur wanita.
       Sterelisasi (Vasektomi/ tubektomi) yaitu operasi pemutusan atau pengikatan saluran pembuluh yang menghubungkan testis (pabrik sperma) dengan kelenjar prostat (gudang sperma menjelang diejakulasi) bagi laki-laki. Atau tubektomi dengan operasi yang sama pada wanita sehingga ovarium tidak dapat masuk kedalam rongga rahim. Akibat dari sterilisasi ini akan menjadi mandul selamanya.
Alat-alat konrasepsi lainnya adalah kondom, diafragma, tablet vagmat, dan tiisu yang dimasukkan kedalam vagina. Disamping itu ada cara kontrasepsi yang bersifat tradisional seperti jamuan, urut dsb.[5]

F.        Cara KB yang Diperbolehkan dan Yang Dilarang oleh Islam
1)   Cara yang diperbolehkan
Ada beberapa macam cara pencegahan kehamilan yang diperbolehkan oleh syara’ antara lain, menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet vaginal , tisue. Cara ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa sang ibu.[6] Dan cara ini dapat dikategorikan kepada azl yang tidak dipermasalahkan hukumnya. Sebagaimana hadits Nabi :
كنا نعزل على عهد وسول الله ص. م. فلم ينهها (رواه مسلم )
Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi beliau tidak melarangnya. 
2)   Cara yang Dilarang
Ada juga cara pencegahan kehamilan yang dilarang oleh syara’, yaitu dengan cara merubah atau merusak organ tubuh yang bersangkutan. Cara-cara yang termasuk kategori ini antara lain, vasektomi, tubektomi, aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan karena hal ini menentang tujuan pernikahan untuk menghasilakn keturunan.[7]
  
G.        Perkawinan Beda Agama
Yang dimaksud dalam beda agama disisni adalah perempuan muslim dengan laki-laki non muslim dan sebaliknya laki-laki muslim dengan perempuan non islam. Keduanya boleh melakukan pernikahan apabila pihak yang non muslim tersebut telah masuk islam. Tentang larangan kawin beda agama disebutkan dalam pasal 40 Kompalasi Hukum Islam Indonesia yang diberlakukan berdasarkan instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 disebutkan bahwa “dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dan wanita, karena wanita tersebut tidak beragam islam”. Berdasarkan ketentuan ini dapat diketahui bahwa tidak ada perkawinan beda agama, bagi pihak-pihak yang ingin melaksanakan perkawinannya, mereka harus memilih agama yang dianut oleh pihak istri atau pihak suami. Tidak ada lagi setelah nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan lalu pindah menikah di gereja atau Catatan Sipil. (Abdul Manan, 2008) sudah jelas disini tidak ada kawin beda agama, begitu juga fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia).
Sebuah dokumen yang berbentuk surat terbuka yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama daerah Jakarta yang didalamnya juga memberikan perincian apabila terjadi masalah perkawinan agama menyatakan bahwa apabila suatu perkawinan antara seorang pria Islam dan seorang wanita bukan islam hendak dilaksanakan, maka upacara perkawinan seharusnya dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) menurut peraturan agama Islam. Kepada para pegawai kantor Catatan Sipil, yang mencatat perkawinan-perkawinan bukan-Islam, surat itu meminta dengan sangat agar menghormati kepercayaan mereka di kantor tersebut. Jika seorang di antara mereka adalah seorang beragama Islam, surat itu meminta Kantor Catatan Sipil agar menganjurkan pasangan pengantin itu untuk mendaftarkan perkawinannya di Kantor Urusan Agama (KAU). Surat itu menegaskan bahwa hal itu adalah sesuai dengan asa Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Undang-Undang perkawinan tahun 1974. (Mudzhar, 1993;102)
Mengawini perempuan ahli kitab bagi laki-laki muslim sebenarnya diperbolehkan, oleh kaerena ada petunjuk yang jelas terdapat dalam Al-quran, sebagaimana di antaranya terdapat dalam surat al-Maidah ayat 5 :

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلاَ مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَن يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.”
Fatwa yang dikeluarkan MUI tidak mengijinkan seorang pria melakukan perkawinan dengan ahl al-kitab meskipun dalam Al-quran diperbolehkan. Fatwa melarang perkawinan seperti itu karena kerugian lebih besar dari pada keuntungannya, selain itu rupnya telah didorong oleh keinsyafan akan adanya persaingan keagamaan. Maka sudah selayaknya ketentuan tersebut dalam Pasal Kompalasi Hukum Islam Indonesia tetap dipertahankan. Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria atau wanita Islam dengan wanita atau pria tidak beragama islam.
Ijma’ ulama Indonesia tentang masalah ini harus tetap dipertahankan dan harus ditingkatkan dalam peraturan perundang-undangan di masa yang akan dating.( Abdul Manan,2008)

Daftar Pustaka

Al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, Beirut, Dar-ihya al-Turats al-‘Araby.

Ridha,Rasyid, Tafsir Al Manar, Vol. VI, Cairo, Darul Manar, 1367 H.

Sukarjo, Ahmad, Problematika Hukum Islam Kontemporer.

Vide Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuh, Vol. II, Cairo, Al-Mathba’ah al-Yusufiah, 1931

Beale, Courtenay, Marriage Before and After, London, The Wales Publishing Co.

Zuhdi, Maszfuk, Masail Fiqhiah


Tugas kelompok mata pelajaran Agama Islam SMA Negeri 8 Malang tahun 2005, anggota kelompok : Muhamad Yoesuf, Didin Erawati, Nuria Mauludiah, Firmansyah, Wahyu Tri Admadja

http://myoesuf.wordpress.com





[1] Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (PT Toko Gunung Agung : Jakarta. 1997), h. 54
[2] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah (PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. 1997), h. 29
[3] Drs. Musthafa Kamal, Fiqih Islam (Citra Karsa Mandiri: Yogyakarta. 2002), h. 293
[4] Prof. Abdurrahman Umran, Islam dan KB (PT Lentera Basritama: jakarta. 1997),h. 99
[5] Dr. H. Chuzamah, T. Yangro dkk. (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer (Pustaka Firdaus: Jakarta. 2002), h. 164-165
[6] Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Aborsi, Kontrasepsi dan Mengatasi Kemandulan (Mizan: Bandung. 1997), h. 70
[7] Luthfi As-syaukani, Politik, Ham dan Isu-isu Fiqih Kontemporer (Pustaka Hidayah: Bandung. 1998), h. 157

0 komentar: