BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum abad ke VII M pendidikan dan kebudayaan
islam
mengalami masa kejayaan yang mana kejayaan tersebut adalah sebagai akibat dari
berpadunya unsur-unsur pembawaan ajaran islam dengan unsur-unsur yang berasal
dari luar sehingga berkembanglah berbagai ilmu pengetahuan.
Akan tetapi pada abad ke VIII M pendidikan dan
kebudayaan islam tersebut mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena
bangsa-bangsa Eropa berusaha untuk merembeskan kekayaan budaya islam ke barat,
dan bersamaan waktunya dengan datangnya bangsa timur untuk menghancurkan dan
memusnahkannya. Peristiwa mundurnya kaum muslimin dari Spanyol dan keruntuhan
Baghdad dengan segala akibatnya adalah merupakan masa semakin memudarnya
mercusuar kebudayaan islam.
Maka dari itu, kami merasa perlu untuk mengkaji
kembali apa yang menyebabkan kemunduran pendidikan dan kebudayaan tersebut.
B. Tujuan Penulis
·
Agar
Mengetahui Pendidikan Islam Masa Kemunduran.
·
Agar
Mengetahui Profil Pendidikan Islam Masa Kemunduran.
·
Agar
Mengetahui Faktor Penyebab Kemunduran Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil Pendidikan Islam Masa Kemunduran
Sepanjang sejarah sejak awal dalam pemikiran
terlibat dua pola yang saling berlomba mengembangkan diri dan mempunyai
pengaruh besar dalam pengembangan pola pendidikan ummat islam. Kedua pola
tersebut adalah : Pola pemikiran tradisional dan Pola pemikiran rasional. Pada
pola pemikiran tradisional ini selalu mendasarkan diri pada wahyu, yang
kemudian berkembang menjadi pola pemikiran sufistis dan mengembangkan pola
pendidikan sufi yang sangat memperhatikan aspek-aspek batiniyah dan akhlak atau
budi pekerti manusia. Sedangkan pada pola pemikiran rasional, mementingkan akal
pikiran yang menimbulkan pola pendidikan empiris rasional yang sangat memperhatikan
pendidikan intelektual dan penguasan material.
Pada masa jayanya pendidikan islam, kedua pola
pendidikan tersebut menghiasi dunia islam, sebagai dua pola yang berpadu dan
saling melengkapi. Akan tetapi ketika pola pemikiran rasional diambil alih oleh
Eropa dan dunaia islam pun meninggalkan pola berfikir tersebut. Sehingga
tinggal pemikiran sufistis yang sifatnya memang sangat memperhatikan kehidupan
batin yang akhirnya mengabaikan dunia material. Dari aspek inilah dikatakan
bahwa pendidikan dan kebudayaan islam mengalami kemunduran.
Setelah kita mengetahui asas kebangkitan peradaban
islam kini kita perlu mengkaji sebab-sebab kemunduran dan kejatuhannya. Dengan
begitu kita dapat mengambil pelajaran dan bahkan menguji letak
kelemahan, kemungkinan dan tantangan (SWOT). Kemunduran suatu peradaban tidak
bisa dikaitkan dengan satu atau dua faktor saja. Karena peradaban adalah sebuah
organisme yang sistematik, maka jatuh bangunnya suatu peradaban juga bersifat
sistematik.
Artinya kelemahan pada salah satu organ atau
elemennya akan membawa dampak pada organ lainnya. Setidaknya antara satu faktor
dengan faktor lainnya, yang secara umum dibagi menjadi faktor eksternal dan
internal berkaitan erat sekali.
B. Faktor Penyebab Kemunduran Islam
1. Faktor ekologi dan alami,
yaitu kondisi tanah dimana negara-negara islam berada adalah gersang, atau semi
gersang. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar.
Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang mematikan di
Mesir, Syiria dan Iraq. Karena faktor ini penduduk tidak terkonsentrasi pada
suatu kawasan tertentu dan kepada pendidikan.
2. Perang salib yang
terjadi dari 1096-1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. ”Perang
Salib” menurut Bernand Lewis,” pada dasarnya merupakan pengalaman pertama
imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi dengan
menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.
3. Hilangnya perdagangan
islam internasional dan munculnya kekuatan barat. Pada tahun 1492 Granada jatuh
dan secara kebetulan Columbus mulai petualangannya. Dalam mencari rute
ke India ia menempuh jalur yang melewati negara-negara islam. Pada saat yang
sama Portugis juga mencari jalan ke Timur dan juga melewati negara-negara
islam. Disaat itu kekuatan ummat islam baik di laut maupun di Barat dalam sudah
memudar. Akhirnya pos-pos perdagangan itu dengan mudah dikuasai mereka.
Meskipun barat muncul
sebagai kekuatan baru, ummat muslim bukanlah peradaban yang seperti peradaban
kuno yang tidak dapat bangkit lagi. Peradaban islam terus dan bahkan berkembang
secara perlahan-lahan dan bahkan dianggap sebagai ancaman barat.
Akan tetapi
kolonialis melihat bahwa kekuatan islam yang selama itu berhasil mempersatukan
berbagai kultur, etnik, ras, dan bangsa dapat dilemahkan yaitu dengan cara adu
domba dan teknik divide et impera sehingga konflik intern menjadi tak
terhindarkan dan akibatnya negara-negara islam terfragmentasi menjadi
negeri-negeri kecil.
Menurut Ibnu Khaldun
faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah peradaban lebih bersifat internal dari
pada eksternal. Suatu peradaban dapat runtuh karena timbulnya
materialisme, yaitu kegemaran penguasa dan masyarakat menerapkan gaya hidup
malas yang disertai sikap bermewah-mewah. Sikap ini tidak hanya negatif tapi
juga mendorong tindak korupsi dan dekadensi moral.
M. M. Sharif dalam
bukunya Muslim Thougt, mengungkapkan gejala kemunduran pendidikan dan
kebudayaan islam tersebut sebagai berikut : “...... kita saksikan bahwa pikiran
islam telah melaksanakan satu kemajuan yang hebat dalam jangka waktu yant
teletak diantar abad ke VII dan abad ke XIII M. Selanjutkan diungkapkan juga
bahwa sebab-sebab pikiran islam menurun dan melemah antara lain sebagai berikut
:
·
Telah berkelebihan filsafat islam (yang bercorak
sufistis) Al-Ghazali di Timur dan berkelebihannya pula Ibnu Rusyd dalam
memasukkan filsafat islamnya (yang bercorak rasionalistis) ke dunia islam
barat. Sehingga Al-Ghazali dengan filsafat islamnya menuju kerohania hingga
menghilang ke dalam maga tasawuf mendapat sukses di timur, dan Ibnu Rusd dengan
filsafatnya yang bertentangan dengan Al-Ghazali dengan munuju ke jurang
materialisme mendapat sukses di Barat.
·
Ummat islam, terutama pada pemerintahannya (khalifah,
sultan, amir-amir) melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang mana pada
mulanya mereka memberi kesempatan untuk berkembang dan memperhatikan ilmu
pengetahuan dengan memberikan penghargaan yang tinggi kepada para ahli ilmu
pengetahuan. Namun pada masa ini mereka lebih mementingkan pemerintahan, begitu
juga dengan para ahli ilmunya yang telibat dalam urusan-urusan pemerintahan.
·
Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang
dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan kehancuran yang
mengakibatkan berhentinya kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan di dunia
islam.
Itulah diantara
atau beberapa faktor-faktor kemunduran pendidikan islam baik dari segi
eksternal maupun internal yang dapat kami amati.
C. Pola Pembaharuan Pendidikan Islam
Dengan meperhatikan berbagai macam sebab kemunduran dan kelemahan umat
Islam serta kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh bangsa Barat, maka secara
garis besarnya pembahruan umat islam terbagi menjadi tiga pola, yaitu :
1.
Golongan yang
berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat. Pada dasarnya mereka
berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan bangsa Barat disebabkan
oleh perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern yang
mereka capai. Dan pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan bangsa barat tidak lain
bersumber dari yang pernah berkembang dari dunia Islam. Oleh karena itu, maka
untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan
kejayaan tersebut harus dikuasai kembali.
Cara pengembalian itu tidak lain adalah melalui
pendidikan, karena pola pendidikan Barat dipandang sukses dan efektif, maka
harus meniru pola Barat yang sukses itu. Mereka berpandangan bahwa usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan
jalan mendirikan lembaga pendidikan / sekolah dengan pola pendidikan Barat,
baik sistem maupun isi pendidikannya. Jadi intinya, Islam harus meniru Barat
agar bisa maju. Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat, mulai
timbul di Turki Utsmani akhir abad ke 11 H / 17 M setelah mengalami kalah
perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada masa itu.
2.
Gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang
berorientasi pada sumber ajaran Islam yang murni. Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri merupakan sumber
bagi kemajuan dan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Dan
Islam telah membuktikannya pada masa kejayaannya. Menurut analisa mereka, sebab
kemunduran umat Islam, adalah karena tidak lagi melaksanakan ajaran-ajaran
Islam dengan semestinya. Ajaran Islam yang mengandung sumber kemajuan dan
kekuatan telah ditinggalkan dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang tidak
murni yang dimulai sejak berhentinya perkembangan filsafat Islam dan
ditinggalkannya pola pemikiran secara rasional yangt dialihka kearah pemikiran
yang pasif. Dan selain itu, menutupnya pintu ijtihad membuat berkurangnya
daya kemampuan umat Islam untuk mengatasi poblematika hidup yang terus berubah.
Pola pembaharuan ini telah dirintasi oleh Muhammad bin Abdul Wahab,
kemudian dicanangkan kembali oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh
(akhir abad 19 M).
Menurut Jamaluddin Al-Afghani, pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada
Al-Qur’an dan Hadist dalam artinya yang sesungguhnya, tidaklah mungkin tidak
dilakukan. Ia berkeyakinan bahwa Islam adalah sesuai untuk semua bangsa, zaman
dan semua keadaan. Dalam hal ini, apabila ditemukan adanya pertentangan antara
ajaran Islam dengan kondisi yang ada pada perubahan zaman, penyesuaian akan
diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru pada ajaran Islam. Oleh
karenanya, pintu ijtihad harus dibuka. Menurut Jamaluddin Al-Afghani,
kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam, sebagaimana dianggap oleh
kebanyakan orang karena tidak sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi baru.
Umat Islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang
sebenarnya dan mengikuti ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi Islam.
Jadi, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam murni yang tidak
terkontaminasi oleh ajaran dan paham asing. Kalau manusia berpedoman kepada
agama, ia tidak sesat untuk selama-lamanya.
3.
Usaha pembaharuan
pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme.
Rasa nasionalisme muncul bersamaan dengan berkembangan pola kehidupan
modern yang dipelopori oleh bangsa Barat. bangsa barat dapat maju dan
berkembang dikarenakan rasa nasionalismenya yang kemudian menimbulkan
kekuatan-kekuatan politik yang berdiri sendiri. Dan hal ini
mendorong pada umumnya bangsa-bangsa timur dan bangsa yang terjajah,
menyorrakan semangat nasionalisme masing-masing. Umat Islam menyadari
keberagaman bangsa yang berlatar belakang dan sejarah yang berbeda-beda. Mereka
hidup beragama dengan agama lainnya yang sebangsa. Dan hal ini mendorong perkembangan rasa
nasionalisme di dunia Islam.
Golongan nasionalis ini berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan
memperhatikan situasi dan kondisi obyektif masyarakat pada umumnya dan umat
Islam pada khususnya dengan emngambil unsure-unsur yang berasal dari
warisan bangsa yang bersangkutan.
Sebagai akibat dari usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam yang
dilaksanakan dalam rangka untuk mengejar kekurangan dan keinggalan dari dunia
barat dalam segala aspek kehidupan, maka terdapat kecenderungan adanya dualisme
dalam sistem pendidikan umat Islam. Usaha pendidikan modern yang sebagaimana telah
diuraiankan yang berorientasi pada tiga pola pemikiran, membentuk suatu sistem
atau pola pendidikan modern, yang mengambil pola sistem pendidikan barat dengan
penyesuaian-penyesuaian dengan Islam dan kepentingan nasional. Di samping tetap
menjalankan mempertahankan pendidikan tradisional yang telah
ada.
Sistem pendidikan
modern, pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah yang pada mulanya untuk
memenuhi tenaga ahli untuk kepentingan pemerintah, dengan menggunakan kurikulum
dan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sistem pendidikan
tradisional yang merupakan sisa-sisa dan pengembangan sistem zawiyah, ribat
atau pondok pesantren dan madrasah yang telah ada di kalangan masyarakat, pada
umumnya tetap mempertahankan kurikulum tradisional yang hanya memberikan
pendidikan dan pengajaran keagamaan. Dualisme sistem pola pendidikan inilah
yang selanjutnya mewarnai pendidikan Islam di semua negara dan masyarakat
Islam, di zaman modern. Dualisme ini pula yang merupakan problema pokok yang
dihadapi oleh usaha pembaharuan pendidikan Islam.
D. Tokoh dan sasaran
pembarharuan pendidikan Islam
Tokoh pembaharuan pendidikan Islam bercorak
modernis. Sejalan dengan pembahruan pendidikan Islam penuh dilakukan pada 3
wilayah kerajaan besar yaitu kerajaan Usmani, Mesir, India.
1.
Wilayah Turki
Pembaharuan pendidikan didunia Islam dimulai dikerajaan Turki Usmani pada
akhir abad ke 11 H/17 M yang dilatar belakangi oleh kekalahan-kekalahan
kerajaan Usmani dalam peperangan dengan Eropa menyebabkan timbulnya usaha
sekularisasi Turki yang berkembang kemudian dan membentuk turki modern. Adapun
tokoh yang mencoba melakukan upaya tersebut ialah :
a. Sultan Ahmad III. Adanya kekalahan yang
dialami kerajaan Turki Usmani menyebabkan Sultan Ahmad III prihatin dan
melakukan intropeksi, dengan melakukan pengiriman duta ke Eropa untuk mengamati
perkembangan barat. Dengan mendirikan sekolah teknik militer, mendirikan
percetakan untuk mempermudah Access buku pengetahuan. Upaya ini dilakukan
sampai beliau wafat dan kemudian digantikan oleh Sultan Mahmud II.
b. Sultan Mahmud II. Sultan Mahmud II
merupakan kelanjutan dari Sultan Ahmad III. Pembaharuan yang dilakukan dengan
memperbaiki system pendidikan madrasah dengan memasukkan ilmu pengetahuan umum.
Kemudian mendirikan model disekolah barat.
2.
Wilayah Mesir
Tokoh yang melakukan upaya pembaharuan khususnya pendidikan adalah Muhammad
Ali Pasya dan Muhammad Abduh.
a. M. Ali Pasya. Ia mendirikan kementrian
pendidikan dan lembaga pendidikan, membuka sekolah teknik , kedokteran,
pertambangan, mengirin siswa untuk belajar ke negri barat. Gerakan pembaharuan memperkenalkan ilmu pengetahuan dan
teknologi barat kepada umat Islam.
b. M. Abduh. Melakukan pembaharuan pendidikan
di Al-Azhar dengan memasukkan ilmu modern. Mendirikan komite perbaikan
administrasi Al-Azhar tahun 1895, melaksanakan pembaharuan administratif yang
bermanfaat yang diantaranya adalah kurikulum, metode mengajar dan pendidikan
wanita.
Kurikulum merupakan hal yang perlu diperhatikan, karena kurikulum yang
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka itu tidak akan terwujud dengan
baik. Dan dalam lembaga pendidikan di Mesir Ia mendapatkan didalam kurikulumnya
terdapat dualisme. Metode mengajar pun perlu diperhatikan untuk meningkatkan daya penangkapan
para siswanya, yaitu dengan metode yang praktis. Dan selain hal tersebut ia
mamandang wanita telah dirampas haknya oleh laki-laki. Menurutnya wanita harus
mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki.
c.
Rasyid Ridha, merupakan murid dari Muhammad Abduh yang lahir pada 1865 Suria. Ia banyak belajar dengan Muhammad Abduh
ketika Muhammad Abduh sedang dalam buangan di Beirut. Ia mulai mencoba
menjalankan ide-ide pembaharuan ketika masih berada di Suria dan mendapat
tantangan dari Pihak Turki Utsmani, lalu ia memutuskan pindah ke Mesir dan
berada di dekat gurunya Muhammad Abduh pada tahun 1898. Beberapa bulan setelah
itu, ia menerbitkan majalah Al-Manar, yang juga terkenal.
d. Ismail Raji’
Al-Faruqi
Lahir didaerah palestina pada tanggal 1 januari
1921 dan hijrah ke Mesir untuk mengenyam pendidikan diuniversitas Al-Azhar.
Perjalanan gerakan pendidikannya dimulai setelah kelulusannya dari universitas
Al-Azhar. Al-Faruqi membentuk sebuah gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan. Yakni
upaya pengintegrasian antara disiplin ilmu modern dengan khazanah pengetahuan
agama.
3.
Wilayah India
Pembaharuan pendidikan Islam di India bertujuan menghilangkan diskriminasi
pendidikan Islam tradisionalis dengan pendidikan sekuler. Adapun tokoh- tokoh pembaharuan di India sebagaimana berikut :
a. Sayyid Akhmad Khan (1817 – 1898 M). Ia
berpendapat bahwa peninggkatan kedudukan umat Islam di India dapat diwujudkan dengan bekerjasama dengan Inggris.
Kemudian mendirikan lembaga pendidikan, sekolah Inggris mudarabbah 1864.
kemudian mendirkan pula Scientific Society, mendirikan lembaga pendidikan yang
didalamnya ilmu pengetahuan umum.
b. Muhammad Iqbal, berasal dari keluarga
golongan menengah di Punjab dan kahir di Sialkot tahun 1867. Untuk meneruskan
studi ia kemudian pergi ke Lahore dan belajar disana sampai memperoleh gelar
kesarjaan MA. Di tahu 1905 ia pergi ke negara Inggris dan belajar filsafat di
Universitas Cambridge. Dua tahun kemudian ia pindah ke Munich Jerman, dan
memperoleh gelar Ph.D dalam bidang tasawwuf. ia berpendapat bahwa kemunduran
umat Islam selama 500 tahun dikarenakan kebekuan dalam pemikiran. Hukum dalam
Islam telah sampai pada keadaan statis.
c.
Untuk memperbaharui
Islam di segala bidang (termasuk pendidikan), maka diperlukan sebuah institusi
penegak Hukum Islam yang menanungi seluruh umat Islam dalam sebuah naungan
negara yang dinamakan Khilafah Islamiyah.
E. Rekronstuksi
Kehidupan umat Islam pada khusunya dan
masyarakat Indonesia pada umumnya harus dipersiapkan melalui pendidikan. dan
pada umumnya system pendidikan nasional Indonesia dihadapi berbagai tantangan
baik internal dan eksternal. Tantangan dari internal adalah menjauhnya system
pendidikan nasional dari cita-cita semula yakni mengembangkan sifat
pendidikan yang rasional, demokratis. Adapaun tantangan dari eksternal
adalah kerawanan elit plitik, kerawanan kepribadian generasi muda dan kerawanan
struktur social.
Dalam UUSPN No.20 Tahun
2003 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk “mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang
luhur, memiliki kemampuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kebribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa bertanggung jawab
kemasyarakatan yang kebangsaan”. Dan pada UUSPN 2003 pasal 1 dinyatakan bahwa: “pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasrkan Pancasila dan UUD 1945 dan
perubahannya yang bersumber pada ajaran agama, keanekaragaman Indonesia, serta tanggap
terhadap perubahan zaman”.
Mencermati UUSPN diatas terhadap keadaan
realitas pendidikan nasional Indonesia sekarang ini belum ada yang terpenuhi
secara maksimal. Dari segi pemerintahan, perhatian pemerintah terhadap
pendidikan masih dinilai kurang. Dan dapat dibuktikan dengan ketidak terusnya
potensi-potensi yang luar biasa untuk mencapai kemajuannya. Selain itu masih
terdapat diskrimatif dalam pendidikan. pendidikan adalah milik orang yang
mempunyai modal. Sehingga orang-orang yang tidak memiliki cukup modal akan
terlantar pendidikannya. Dan pendidikan sawasta menjadi alternative bagi mereka
dari pada lembaga pendidikan nasional, yang mana lembaga pendidikan swasta
dinilai lebih murah dan hal tersebut berdampak kepada rendahnya mutu karena keterbatasan
dana, sarana dan perhatian pemerintah terhadap lembaga pendidikan swasta. Dan
hal tersebut seakan-akan memperlihatkan bahwa pendidikan nasional adalah milik
pemerintah, bukan milik rakyat.
Kurikulum-khususnya kurikulum pendidikan Islam
yang diberikan terkesan bongkar pasang, statis dan kurang progresif, dan
kehilangan elan vital keislamannya. Karena kurikulum tersebut dibentuk
atas dasar trial and error dan tidak berangkat dari pendekatan filosofis
yang obyektif. Statis, muatan kurikulum terkesan mengulang meteri
pelajaran pada tingkatan pelajaran sebelumnya. Kurang progresif ,
rumusannya berkisar hanya menjawab berbagai persoalan “kemarin”
dan”kekinian” yang terjadi dan belum mampu memprediksikan persoalan yang
akan datang.
Dalam pendidikan agama Islam yang dikembangkan
selama ini masih bersifat verbaltis yang menekankan aspek indoktrinasi dan
penanaman nilai ala kadarnya daripada penumbuhan daya kritis dan pengembangan
intelektualisme siswa. Pembelajaran yang seperti ini akan mengakibatkan anak tidak
memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual karena yang dihadapannya hanya
berupa aturan-aturan yang mengikat, sehingga daya gerak intelektualnya menjadi
terbatas.
Dan selain itu anak tidak memiliki pemahaman
keagamaan yang terbuka, toleran dan inklusif. Hal ini merupakan
konskwensi logis dengan pembelajaran yang bersifat doktriner.
Dari keadaan dan model pendidikan nasional yang
sperti itu, tidak diragukan lagi dapat membentuk pola pemikiran masyarakat yang
individualis, matrialistis yang berpendapat bahwa pendidikan diciptakan untuk
memperoleh pekerjaan serta menurunnya moral dan akhlak masyarakat.
Dari berbagai latar belakang masalah pendidinkan
nasional yang terjadi, melalui kesejarahan pendidikan pada masa pembaharu Islam
yang di antaranya adalah:
1.
Elit Politik
Meningkatkan perhatian serta dukungan pemerintah
terhadap pendidikan nasional Indonesia dengan cara menghilangkan deskriminatif
dalam pendidikan, pembiayaan dan mengirimkan para duta intelektual ke
Negara-negara yang lebih maju,untuk meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi. Mengembalikan esensi pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum
dalam UUSPN tahun 2003. Memperbaiki system
pendidikan nasional dengan memasukkan ilmu
pengetahuan umum pada lembaga pendidikan tradisional dan
memasukan pengetahuan agama pada lembaga pendidikan modern.
2.
Kurikulum
Membentuk pendidikan yang mampu mengintergrasi-interkoneksiakan antara pengetahuan
agama dan pengetahuan umum. Kurikulum dibentuk sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan disesuaikan dengan tingkatnya. Muh. Abduh berpendapat bahwa
dasar pembentukan agama hendaknya sudah dimulai sejak masa kanak-kanak. Dan
hendaknya pelajaran agama dijadikan sebagai inti semua pelajaran. Karena
pendidikan agama merupakan dasar pembentukan jiwa dan pribadi manusia.
Dalam pembuatan kurikulum, lebih memprioritaskan
sumber agama yakni Al-Qur’an dan Hadist, dan tidak menafikan adanya
pengadopsian sumber-sumber dari barat. Dalam kurikulum Islamisasi Ismail
Al-Faruqi, dengan memasukkan segala keilmuan dalam kurikulum, lembaga
pendidikan memiliki kurikulum yang actual, responsive terhadap tuntutan masalah
yang kontemporer. Yang artinya lembaga pendidikan akan menghasilkan lulusan
yang visioner, berpandangan integrative, proaktif dan tanggap terhadap
masa depan serta tidak dikotomistik dalam keilmuan.
3.
Aspek Pendidik
Dalam hal ini pendidik ditempatkan pada
tempat yang selayaknya. Artinya kopetensi dan professional yang mereka
miliki dihargai sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu adanya selektivitas
pendidik yang benar shaleh dan berkopeten serta memiliki kemampuan dalam
menafsirkan berbagai teori berdasarkan pendekatan Islamib secara meyakinkan
serta mampu membimbing peserta didik secara tepat untuk menemukan pemecahan dan
jawaban yang benar.
Dengan demikian menurut Al-Faruqi perlu
ditetapkan criteria pendidik, selain indeks prestasi sebagai parameter kualitas
intelektal, penting dilakukan wawancara yang menyangkut aqidah, keimanan, dan
keagamaan, jiwa dan sikap terhadap jabatan. Dan criteria ini harus ditopang
oleh kode etik islami tentang profesi guru. Seorang pendidik harus memiliki
kemampuan subtantif. Yakni, berupa penguasaan dua segi keilmuan, pengetahuan
agama dan pengetahuan umum sekaligus serta menentukan relevansinya. Selain
kemampuan subtantif seorang guru juga dituntun untuk memiliki kemampuan non
subtantif, yakni memiliki multi skill dikdatis.
Yakni mencangkup keterampilan dalam penggunaan
metode dan strategi pembelajaran, pengelolaan atau manajemen pendidikan,
pengevaluasian, dll. Yang secara keseluruhannya bertumpu pada unsure tauhid.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dari beberapa pemaparan diatas dapat kami simpulkan
bahwa islam pernah mencatat pencapaian sains dan teknologi yang sangat
mencengangkan. Masa keemasan itu ditandai oleh berkembangnya tradisi
intelektual dan kuatnya spirit pencarian pengembangan sains. Akan tetapi pada
saat ini dunia islam mengalami kemunduran dan kemerosotan yang disebabkan oleh
beberapa faktor yang secara umum dibagi menjadi faktor eksternal dan internal.
Sehingga dari beberapa faktor eksternal tersebut kami ambil salah satu faktor
saja bahwa penyebab kemunduran pendidikan dikarenakan adanya pemberontakan yang
dibarengi dengan serangan dari luar. Sedangkan dari faktor internal adalah
dikarenakan ummat islam terutama pemerintahnya sudah tidak lagi memperhatikan
ilmu pengetahuan dan para ahli lebih tertarik untuk terlibat dalam
urusan-urusan politik.
Oleh karena itu keadaan ummat islam terutama pada
pendidikan sangat statis. Hingga masyarakat pada waktu itu lebih memilih untuk
mengembalikan segala sesuatunya kepada Tuhan. Atau yang disebut dengan aliran
pemikiran tradisionalisme ketimbang mereka sehingga ketidakmampuan intelektual
tersebut merealisasikan ”pernyataan” bahwa pintu ijtihad telah tertutup.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini dapat dikatakan macet total.
DAFTAR PUSTAKA
Ma’ruf
Misbah, SKI (Sejarah Kebudayaan Islam), Semarang : CV. Wicaksana, 1994.
Zuhairini,
dkk. SPI (Sejarah Pendidikan Islam), Jakarta : Bumi Aksara, 2008.
Hanun
Asrahah.1999.Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. Zuhairini.
1997.Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: Bumi Aksara.
1 komentar:
Assalamualaikum
Syukran atas ilmunya
Semoga kita selalu dalam rahmat Allah SWT.
Kunjungi juga ya blog kami http://blogcoretanmangsantri.blogspot.co.id
Posting Komentar