A.
Penjualan
Penjualan
merupakan pembelian sesuatu (barang atau jasa) dari suatu pihak kepada pihak
lainnya dengan mendapatkan ganti uang dari pihak tersebut. Penjualan juga
merupakan suatu sumber pendapatan perusahaan, semakin besar penjualan maka
semakin besar pula pendapatan yang diperoleh perusahaan.
B.
Pengertian
Penjualan
Aktivitas
penjualan merupakan pendapatan utama perusahaan karena jika aktivitas penjualan
produk maupun jasa tidak dikelola dengan baik maka secara langsung dapat
merugikan perusahaan. Hal ini dapat disebabkan karena sasaran penjualan yang
diharapkan tidak tercapai dan pendapatan pun akan berkurang.
Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dari pengertian penjualan itu sendiri adalah
sebagai berikut:
Pengertian penjualan menurut Henry Simamora dalam buku “Akuntansi
Basis Pengambilan Keputusan Bisnis” menyatakan bahwa:
“Penjualan
adalah pendapatan lazim dalam perusahaan dan merupakan jumlah kotor yang
dibebankan kepada pelanggan atas barang dan jasa”.(2000;24)
Pengertian
penjualan menurut Chairul Marom dalam buku “Sistem Akuntansi Perusahaan
Dagang” menyatakan bahwa :
“Penjualan artinya penjualan barang dagangan sebagai usaha pokok perusahaan
yang biasanya dilakukan secara teratur”.(2002;28)
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penjualan
adalah persetujuan kedua belah pihak antara penjual dan pembeli, dimana penjual
menawarkan suatu produk dengan harapan pembeli dapat menyerahkan sejumlah uang
sebagai alat ukur produk tersebut sebesar harga jual yang telah disepakati.
C.
Penjualan Barang di atas Kredit
Di antara persoalan penting namun kurang
diperhatikan oleh kalangan umat islam baik yang pintar apalagi yang awam adalah
masalah halal dan haram serta syubuhat saat mencari rizqi.
Padahal masalah ini adalah masalah yang sangat ditegaskan
oleh Alloh Ta’ala, Rosululloh dan para ulama’ salaf. Masalah ini juga sangat
erat hubungannya dengan amal perbuatan, diterimanya do’a dan lain sebagainya.
Dari Abu Huroiroh berkata :
Dari Abu Huroiroh berkata :
“Rosululloh bersabda :
إن الله
طيب لا يقبل إلا طيبا و إن الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين فقال
“Sesungguhnya
Alloh itu Maha baik dan hanya menerima yang baik-baik saja. Sesungguhnya Alloh
memerintahkan kaum mu’minin sebagaimana Alloh memerintahkan para rosul :
“Wahai
para rosul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang
sholeh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al
Mu’minun : 51)
Alloh
juga berfirman :
“Hai
orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu.”
(QS. Al
Baqoroh : 172)
Kemudian
Rosululloh menyebutkan kisah seorang laki-laki yang berambut kusut, penuh debu,
menengadahkan tangannya ke langit sambil berkata : “Ya Robbi, Ya Robbi.” Namun
makanannya haram. Minumannya haram dan tumbuh dari makanan yang haram, bagaimana
mungkin do’anya akan dikabulkan ?.” (HR. Muslim 1015, Turmudli 2989, Ad Darimi
2817)
Jual beli
sistem kredit datang menyeruak diantara segala sistem bisnis yang ada. Sistem
ini mulai diminati banyak kalangan, karena rata-rata manusia itu kalangan menengah
ke bawah, yang mana kadang-kadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu
yang tidak bisa dia beli dengan kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin
dirasa tepat. Namun ada sebuah pertanyaan besar yang muncul, yaitu apa hukum
jual beli kredit secara islam, halalkah atau haram ? kalau halal lalu bagaimana
aturannya dan kode etiknya baik bagi penjual maupun bagi pembeli ?
Inilah
yang ingin saya bahas pada tulisan ini, saya mohon kepada Alloh agar memberi
petunjuk kepada kita semua agar semua kreatiftas kita agar sesuai dengan jalan
Nya. Amin
Pengertian
jual beli kredit (1)
Jual beli
dalam pengertian istilah adalah pertukaran harta dengan harta untuk tujuan
memiliki dengan ucapan ataupun perbuatan. (Lihat Taisir Allam oleh Syaikh Ali
Bassam 2/232)
Adapun
kredit yang dalam bahasa arab disebut تقسيط dalam
pengertian bahasa adalah bagian, jatah atau membagi-bagi (Lihat Al Qomus Al
Muhith hal : 881 dan lisanul arab Imam Ibnu;l Mandzur hal : 3626)
Dalam
Mu’jamul Wasith 2/140 dikatakan : “Mengkredit hutang artinya adalah membayar
hutang tersebut dengan cicilan yang sama pada beberapa waktu yang ditentukan.”
Adapun
pengertian jual beli kredit secara istilah adalah menjual sesuatu dengan
pembayaran tertunda, dengan cara memberikan cicilan dalam jumlah-jumlah
tertentu dalam beberapa waktu secara tertentu, lebih mahal dari harga kontan
(2).
Atau
mungkin bisa dikatakan bahwa jual beli kredit adalah :
“Pembayaran secara tertunda dan dalam bentuk cicilan dalam waktu-waktu yang ditentukan.”
Yang dhohir -Wallohu A’lam- bahwa definisi yang kedua lah yang lebih tepat karena inti dari jual beli kredit adalah pembayaran yang tertunda dengan cara cicilan, bisa dengan adanya tambahan harga ataupun tidak, meskipun memang biasanya jual beli kredit itu memang dengan adanya tambahan harga dari yang kontan.
“Pembayaran secara tertunda dan dalam bentuk cicilan dalam waktu-waktu yang ditentukan.”
Yang dhohir -Wallohu A’lam- bahwa definisi yang kedua lah yang lebih tepat karena inti dari jual beli kredit adalah pembayaran yang tertunda dengan cara cicilan, bisa dengan adanya tambahan harga ataupun tidak, meskipun memang biasanya jual beli kredit itu memang dengan adanya tambahan harga dari yang kontan.
Hukum
Jual beli kredit
Para
ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum jual beli kredit yang ada pada zaman ini
menjadi dua pendapat, yatu :
Jual beli
kredit di haramkan
Diantara
yang berpendapat demikian dari kalangan ulama’ kontemporer adalah Imam Al
Albani yang beliau cantumkan dalam banyak kitabnya, diantaranya Silsilah
Ahadits Ash Shohihah 5/419-427 juga murid beliau Syaikh Salim Al Hilali dalam
Mausu’ah Al Manahi Asy Syar’iyah 2/221 dan juga lainnya. Mereka berhujjah
dengan beberapa dalil berikut :
عن أبي
هريرة رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه و سلم : ” أنه نهى عن بيعتين في بيعة
Dari Abu
Huroiroh dari Rosululloh bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli
dalam satu transaksi jual beli.”
(HR. Turmudli
1331, Nasa’I 7/29, Amad 2/432, Ibnu Hibban 4973 dengan sanad hasan)
Dalam
riwayat lainnya dengan lafadl : “Barang siapa yang melakukan dua transaksi jual
beli dalam satu transaksi jual beli, maka dia harus mengambil harga yang paling
rendah, kalau tidak akan terjerumus pada riba.”
(HR. Abu
Dawud 3461, Hakim 2/45 dengan sanad hasan)
Hadits
yang senada juga datang dari Abdulloh bin Amr bin Ash dan Abdulloh bin mas’ud
dan lainnya . Lihat Irwa’ul Gholil oleh Imam Al Albani no : 1307.
Tafsir
dari larangan Rosululloh “Dua transaksi jual beli daam satu transaksi” adalah
ucapan seorang penjual atau pembeli : “Barang ini kalau tunai harganya segini
sedangkan kalau kredit maka harganya segitu.”
Penafsiran
ini datang dari banyak ulama’, yaitu :
Sammak
bin Harb, salah seorang perowi hadits ini, Abdul Wahhab bin Atho’, Ibnu Sirin, Thowus,
Sufyan Ats Tsauri, Al Auza’i, Ibnu Qutaibah, Nasa’i, Ibnu Hibban.
Berkata Syaikh
Salim Al Hilali :
“Penafsiran
ini adalah yang paling shohih, karena sebab berikut :
·
Bahwasanya tafsir seorang perwi hadits itu lebih
didahulukan daripada lainnya.
·
Ini adalah yang difahami oleh kebanyakan ulama’
dari kalangan ahli hadits.
·
Ini juga yang difahami oleh para uilama’ bahasa dan
ulama’ tabi’in.
(Lihat Al
Manahi Asy Syariyah 2/221-222)
Dari
sini, maka dapat disimpulkan bahwa ucapan seseorang : “Saya jual barang ini
padamu kalau kontan harganya sekian dan kalau ditunda pembayarannya harganya
sekian.” Adalah sistem jual beli yang saat ini dikenal dengan nama jual beli
kredit. (Lihat juga Silsilah Ash Shohihah Imam Al Albani 4/422)
Jual beli
kredit diperbolehkan
Adapun
pendapat yang kedua mengatakan bahwa jual beli kredit diperbolehkan, diantara
yang berpendapat demikian dikalangan para ulama’ adalah Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin
Sholih Al Utsaimin, Syaikh Al Jibrin dan lainnya. Namun kebolehan jual beli ini
menurut para ulama’ yang memperbolehkannya harus memenuhi beberapa syarat
tertentu yang insya Alloh kita sebutkan di belakang.
Mereka
berhujjah dengan beberapa dalil berikut yang bisa diklasifikasikan menjadi beberapa
bagian :
Pertama :
Dalil-dalil
yang memperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda.
·
Firman Alloh Ta’ala :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menulisnya…”
(QS. Al Baqoroh : 272)
Ibnu Abbas menjelaskan : “Ayat ini diturunkan
berkaitan dengan jual beli As Salam (3) saja.”
Imam Al Qurthubi menerangkan :
“Artinya, kebiasaan masyarakat Madinah melakukan
jual beli salam adalah penyebab turunnya ayat ini, namun kemudian ayat ini
berlaku untuk segala bentuk pinjam meminjam berdasarkan ijma’ ulama’.”
(Lihat Tafsir Al Qurthubi 3/243)
·
Hadits Rosululloh :
عن عائشة رضي الله عنها أن رسول الله صلى الله عليه و سلم اشترى من يهودي
طعاما إلى أجل ,و رهنه درعا من حديد
“Dari
Aisyah berkata : “Sesungguhnya Rosululloh membeli makanan dari seorang yahudi
dengan pembayaran tertunda. Beliau memberikan baju besi beliau kepada orang
tersebut sebagai gadai.
(HR.
Bukhori 2068, Muslim 1603)
Hadits
ini tegas bahwa Rosululloh mendapatkan barang kontan namun pembayarannya
tertunda.
Kedua :
Dalil-dalil
yang menunjukkan dibolehkannya memberikan tambahan harga karena penundaan
pembayaran atau karena penyicilan.
·
Firman Alloh Ta’ala :
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”
(QS. An Nisa’ : 29)
Kemumuman ayat ini mencakup jual beli kontan dan
kredit, maka selagi jual beli kredit dilakukan dengan suka sama suka maka masuk
dalam apa yang diperbolehkan dalam ayat ini.
·
Hadits Rosululloh :
عن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما قال : قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة والناس يسلفون في الثمر العام
والعامين فقال : من سلف في تمر فليسلف في كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم
Dari
Abdulloh bin Abbas berkata : “Rosululloh dartang ke kota Madinah, dan saat itu
penduduk Madinah melakukan jual beli buah-buahan dengan cara salam dalam jangka
satu atau dua tahun, maka beliau bersabda : “Barang siapa yang jual beli salam
maka hendaklah dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas sampai waktu yang
jelas.”
(HR.
Bukhori 2241, Muslim 1604)
Pengambilan
dalil dari hadits ini, bahwa Rosululloh membolehkan jual beli salam asalkan
takaran dan timbangan serta waktu pembayarannya jelas, padahal biasanya dalam
jual beli salam uang untuk membeli itu lebih sedikit daripada kalau beli
langsung ada barangnya.
Maka
begitu pula dengan jual beli kredit yang merupakan kebalikannya yaitu barang
dahulu dan uang belakangan meskipun lebih banyak dari harga kontan.
Ketiga :
Dalil
Ijma’
Sebagian
Ulama’ mengklaim bahwa dibolehkannya jual beli dengan kredit dengan perbedaan
harga adalah kesepakatan para ulama’. Di antara mereka adalah :
·
Syaikh Bin Baz saat menjawab pertanyaan tentang
hukum menjual karung gula dan sejenisnya seharga 150 real secara kredit, yang
nilainya sama dengan 100 real tunai. Maka beliau menjawab :
“Transaksi seperti ini boleh-boleh saja, karena
jual beli kontan tidak sama dengan jual beli berjangka. Kaum muslimin sudah
terbiasa melakukannya sehingga menjadi ijma’ dari mereka atas diperbolehkannya
jual beli seperti itu. Sebagian ulama’ memang berpendapat aneh dengan melarang
pemanmbahan harga karena pembayaran berjangka, mereka mengira bahwa itu
termasuk riba. Pendapat ini tidak ada dasarnya, karena transaksi seperti itu
tidak mengandung riba sedikitpun.”
(Lihat Ahkamul Fiqh oleh Syaikh Abduloh Al Jarulloh
hal : 57-58)
·
Syaikh Muhammad Sholih Al Utsaimin
Beliau berkata dalam Al Mudayanah hal : 4 :
“Macam-macam hutang piutang :
Seseorang membutuhkan untuk membeli barang namun
dia tidak mempunyai uang kontan, maka dia membelinya dengan pembayaran tertunda
dalam tempo tertentu namun dengan adanya tambahan harga dari harga kontan. Ini
diperbolehkan. Misalnya : Seseorang membeli rumah untuk ditempati atau untuk
disewakan seharga 10.000 real sampai tahun depan, yang mana seandainya dijual
kontan akan seharga 9.000 real, atau seseorang membeli mobil baik untuk dipakai
sendiri atau disewakan seharga 10.000 real sampai tahun depan, yang mana harga
kontannya adalah 9.000 real. Masalah ini tercakup dalam firman Alloh Ta’ala :
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian
berhutang piutang sampai waktu tertentu, maka catatlah.”
(QS. Al Baqoroh : 282)
Seseorang membeli barang dengan pembayaran tertunda
sampai waktu tertentu dengan tujuan untuk memperdagangkannya. Misal seseorang
membeli gandum dengan pembayaran tertunda dan lebih banyak dari harga kontan
untuk menjualnya lagi ke luar negeri atau untuk menunggu naiknya harga atau
lainnya, maka ini diperbolehkan karena juga tercakup dalam ayat terdahulu. Dan
telah berkata Syaikhul islam Ibnu Taimiyah tentang dua bentuk ini adalah
diperbolehkan berdasarkan Al Kitab, as sunnah dan kesepakatan ulama’ (4)
(Lihat Majmu’ Fatawa 29/499).”
Syaikh Utsaimin berkata selanjutnya :
“Tidak dibedakan apakah pembayaran tertunda ini
dilakukan sekaligus ataukah dengan cara menyicil atau ngangsur. semacam kalau
penjual berkata : “Saya jual barang ini kepadamu dan engkau bayar setiap bulan
sekian …”
(Lihat Al Mudayanah hal : 5)
Keempat :
Dalil qiyas
Sebagaimana yang telah lewat bahwasannya jual beli
kredit ini dikiaskan dengan jual beli salam yang dengan tegas diperbolehkan
Rosululloh, karena ada persamaan, yaitu sama-sama tertunda. hanya saja jual
beli salam barangnya yang tertunda, sedangkan kredit uangnya yang tertunda.
Juga dalam jual beli salam tidak sama dengan harga kontan seperti kredit juga
hanya bedanya salam lebih murah sedangkan kredit lebih mahal.
Kelima :
Dalil Maslahat
Jual beli kedit ini mengandung maslahat baik bagi
penjual maupun bagi pembeli. Karena pembeli bisa mengambil keuntungan dengan
ringannya pembayaran karena bisa diangsur dalam jangka waktu tertentu dan
penjual bisa mengambil keuntungan dengan naiknya harga, dan ini tidak
bertentangan dengan tujuan syariat yang memang didasarkan pada kemaslahatan
ummat. Berkata Syaikh Bin Baz disela-sela jawaban beliau mengenai jual beli
kredit :
“Karena seorang pedagang yang menjual barangnya
secara berjangka pembayarannya setuju dengan cara tersebut sebab ia akan
mendapatkan tambahan harga dengan penundaan tersebut. Sementara pembeli senang
karena pembayarannya diperlambat dan karena ia tidak mampu mambayar kontan ,
sehingga keduanya mendapatkan keuntungan.”
(Ahmkamul Ba’I disusun oleh Syaikh Jarulloh hal :
58)
Fatwa para ulama’ seputar jual
beli kredit
Ini adalah nukilan pendapat fuqoha’ madhab empat
juga para ulama’ kontemporer mengenai masalah ini :
Fiqh Hanafiyah
Harga bisa dinaikkan karena penundaan waktu.
Penjualan kontan dengan kredit tidak bisa disamakan. Karena yang ada pada saat
ini lebih bernilai dari pada yang belum ada. Pembayaran kontan lebih baik dari
pada pembayaran berjangka. (Lihat Badai’ush Shona’I 5/187)
Dalam Hasyiyah Ibnu Abidin 5/142 : “Bisa saja harga
ditambahkan karena penundaan pembayaran.”
Fiqh Malikiyah
Berkata Imam Asy Syathibi :
“Penundaan salah satu alat tukar bisa menyebabkan
pertambahan harga.”
(Lihat Al Muwafaqot 4/41)
Imam Az Zarqoni menegaskan :
“Karena perputaran waktu memang memiliki bagian
nilai, sedikit atau banyak, tentu berbeda pula nilainya.
(Lihat Hasyiyah Az Zarqoni 3/165)
Fiqh Syafi’iyah
Imam Asy Syirozi berkata :
“Kalau seseorang membeli sesuatu dengan pembayaran
tertunda, tidak perlu diberitahu harga kontannya, karena penundaan pembayaran
memang memiliki nilai tersendiri.”
(Lihat Al Majmu An Nawawi 13/16)
Fiqh Hanbali
Imam Ibnu Taimiyah berkata :
“Putaran waktu memang memiliki jatah harga.”
(Majmu’ Fatawa 19/449)
Lajnah Daimah tatkala ditanya tentang seseorang
yang menjual mobil dengan sistem kredit yang dengan tertundanya pembayaran akan
ada tambahan harga, namun juga akan semakin bertambah dengan semakin mundurnya pembayaran
dari waktu yang telah ditentukan. Apakah transaksi ini boleh ataukah tidak ?
Jawab :
Jika menjual mobil tersebut dengan sistem kredit,
dilakukan dengan harga yang jelas, sampai waktu yang jelas, yang tidak ditambah
harga lagi kalau membayarnya lebih dari batas waktu yang ditentukan, maka
transaksi itu tidak mengapa. Sebagaimana firman Alloh Ta’ala : “Wahai
orang-orang yang beriman, apabila kalian berhutang sampai waktu tertentu, maka
tulislah.” Juga yang telah shohih dari Rosululloh bahwasannya beliau pernah
membeli sesuatu sampai waktu tertentu. Adapun kalau si kreditor itu harus
menambah harga apabila terlambat membayarnya dari waktu yang ditentukan, maka
hal ini tidak diperbolehkan dengan kesepakatan ummat islam, karena itulah riba
jahiliah yang dilarang oleh Al Qur’an, yaitu ucapan mereka kepada yang
berhutang padanya : “Kamu mungkin bisa melunasi hutang itu atau kamu tambah
lagi bayarannya.” (Lihat Fatwa Lajnah Daimah 13/154)
Adab dalam jual beli kredit
Ada beberapa adab yang harus diperhatikan tatkala
seseorang itu melakukan jual beli sistem kredit, yaitu :
Pertama : Adab penjual
Tidak memanfaatkan kebutuhan
masyarakat terhadap kredit dan sejenisnya dengan melipat gandakan keuntungan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang
seseorang yang memiliki seekor kuda yang dibelinya dengan harga seratus delapan
puluh dirham, lalu datang orang lain hendak membeli darinya seharga tiga ratus
dirham dengan pembayaran tertunda selama tiga bulan, apakah ini halal ?
Beliau menjawab :
“Alhamdulilah, kalau kuda yang dibelinya itu untuk
digunakan sendiri atau untuk diperjual belikan, boleh boleh saja ia menjualnya
kembali dengan pembayaran tertunda. Akan tetapi yang dituntut disini adalah
agar dia hanya mengambil untung sewajarnya, tidak boleh melebihkan keuntungan
karena kondisi pembeli yang sangat membutuhkan.”
(Lihat Majmu’ Fatwa 29/501)
Dalam kesepatan lain beliau juga berkata :
“Jangan mengambil keuntungan dari pembeli yang lugu
(pembeli yang tidak pandai tawar menawar) lebih banyak dari pada pembeli
lainnya, Demikin juga dari orang yang terpepet yang hanya mendapatkan
kebutuhannya pada diri penjual tertentu. Si penjual tidak boleh mengambil
keuntungan lebih banyak dari biasanya, Hendaknya dia mengambil harga standart
yang bukan merupakan harga buatannya sendiri.” Abu Tholib menceritakan : “Ada
seseorang yang bertanya kepada Imam Ahmad : “Apakah mengambil keuntungan lima
puluh persen, misalnya dari harga sepuluh diambil keuntungan lima. Itu
termnasuk dilarang? Beliau menjawab : “Kalau penundaan pembayaran itu dilakukan
selama satu tahun atau kurang sedikit sesuai dengan kadar keuntungan, tidak
menjadi masalah.” Ja’far bin Muhammad pernah menceritakan : “Aku pernah
mendengar Abu Abdilah menyatakan : “Jual beli dengan pembayaran tertunda kalau
harganya tidak terpaut jauh tidak apa-apa.”
(Lihat Al Ikhtiyarot Al Ilmiyah hal : 122-123)
D. Hubungan
Kredit dengan Riba
“Orang-orang
yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan karena gila...” (QS.Al-Baqarah:275)
Mengapa
kredit termasuk riba?
Kredit
adalah kegiatan membeli barang atau pinjaman uang dengan mencicil pembayaran
beberapa kali dan besarnya bunga sesuai dengan ketentuan penjual atau pemberi
pinjaman. Bunga inilah yang membuat kredit termasuk riba. Meskipun kebiasaan di
masyarakat, bunga sudah dipandang wajar sebagai 'upah pembayaran' disebabkan
karena diperpanjangnya jatuh tempo pembayaran.
Daruquthni
meriwayatkan bahwa seorang wanita berkata kepada Aisyah ra., "Aku menjual
(atas suruhan Zaid bin Arqam) seorang budak kepada Atha' seharga 800 dirham
secara kredit. Beberapa
waktu kemudian, sebelum jatuh tempo, Atha' membutuhkan uang. Lalu aku beli
(juga atas suruhan Zaid) budak tersebut seharga 600 dirham secara kontan."
Mendengar hal tersebut, Aisyah ra. berkata,"Alangkah buruknya apa yang
kamu jual dan apa yang kamu beli. Sampaikan kepada Zaid bin Arqam bahwa Allah
akan menghapus pahala jihad dan hajinya yang ia lakukan bersama Rasulullah,
jika ia tidak bertaubat." Kemudian Zaid menemui Aisyah dan meminta maaf,
kemudian Aisyah membacakan: "Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan)."
(QS.Al-Baqarah: 275)
Jadi,
sebelum turunnya firman Allah tersebut, maka orang-orang yang melakukan riba
dibolehkan untuk mendapatkan harta yang dibayarkan, masalah berdosa atau tidak,
urusannya adalah terserah kepada Allah. Secara syari'at, mereka diberikan ampunan.
Namun setelah turunnya ayat tersebut hingga akhir zaman, orang-orang yang
memakan riba ini akan dimasukkan neraka. "..Barangsiapa mengulangi
(memakan riba tersebut), maka mereka kekal di dalamnya"
(QS.Al-Baqarah:275)
Kenapa ada
trend kredit?
Semakin
bertambahnya komoditi barang dagang yang menarik dan fusngsional baik untuk
memenuhi kebutuhan keluarga ataupun kebutuhan pribadi membuat masyarakat
semakin memiliki hasrat untuk memperbanyak properti hidup yang dimilikinya.
Meskipun hal
tersebut bukan merupakan kebutuhan pokok, namun tak sedikit akhirnya
orang-orang terjebak dalam angan-angan dengan fasilitas barang baru yang
menurutnya akan menambah kenyamanan hidupnya. Apalagi barang tersebut ada di
depan mata. Meskipun tidak punya uang, tetapi demi 'keinginannya' orang modern
sekarang sanggup menghilangkan logikanya
terhadap barang tersebut. Melihat permintaan yang besar namun daya beli yang rendah, akhirnya diambil kesepakatan untuk membayar 'upah pembayaran' dari cicilan barang tersebut. Jika diantara pembeli dan penjual sudah dicapai kesepakatan jumlah upah pembayaran yang harus dibayar maka transaksi dagang akan terjadi. Lama-kelamaan, penentuan besarnya upah pembayaran ini menjadi hak penjual. Alasannya, untuk membuat transaksi menjadi mudah. Jadi pembeli tinggal mengikuti besarnya upah ini sesuai dengan kebiasaan yang berada di dalam masyarakat. Di sisi lain, hal ini sangat menguntungkan penjual yang berjiwa kapitalis.
terhadap barang tersebut. Melihat permintaan yang besar namun daya beli yang rendah, akhirnya diambil kesepakatan untuk membayar 'upah pembayaran' dari cicilan barang tersebut. Jika diantara pembeli dan penjual sudah dicapai kesepakatan jumlah upah pembayaran yang harus dibayar maka transaksi dagang akan terjadi. Lama-kelamaan, penentuan besarnya upah pembayaran ini menjadi hak penjual. Alasannya, untuk membuat transaksi menjadi mudah. Jadi pembeli tinggal mengikuti besarnya upah ini sesuai dengan kebiasaan yang berada di dalam masyarakat. Di sisi lain, hal ini sangat menguntungkan penjual yang berjiwa kapitalis.
Apa ruginya
kredit? Bagaimana Islam menyelesaikannya?
Kredit
membuat pembeli menderita kerugian materi yang sangat besar. Sebuah benda
seharga sepuluh juta, jika dibeli dengan kredit selama setahun bisa dibayar
dengan harga total lima belas juta. Dalam hal ini pembeli memang mendapatkan
kemudahan pembayaran tiap bulan dan dapat menikmati barang tersebut secepatnya
ketimbang harus menabung setahun, namun barang tersebut mendatangkan kerugian 5
juta kepada pembelinya.
Untuk
menyelesaikan masalah ini, maka menurut Imam Malik dan Ahmad, si pembeli boleh
membatalkan transaksi mereka. Kemudian Imam Malik menambahkan, "Jika
kerugian yang dialami mencapai sepertiga harga barang, maka pembeli boleh
membatalkan transaksi."
Allah swt
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
Jual beli
tanpa riba itu sah dan halal dalam Islam. Jika khawatir di dalam jual beli ada
riba, maka hilangkanlah kekhawatiran itu dengan cara mencari tahu harga pasar
secara kontan dari barang yang kita beli. Kemudian, hilangkanlah rasa khawatir
itu. Hibban bin Munqidz mengadu kepada Rasulullah saw. bahwa ia khawati telah
melakukan penipuan dalam jual beli karena berkembang riba di dalam masyarakat
zaman tersebut.
Kemudian
Rasulullah saw menjawab "Jika kamu melakukan jual beli katakanlah 'Tidak
ada penipuan di dalam jual beli'."(h.r. Muslim dan yang lain disampaikan
oleh Ibnu Umar).
Cerdas dalam
memprioritaskan kebutuhan hidup
Ibu-ibu
adalah sasaran empuk para debitur yang ingin mengkreditkan barang-barang atau
uangnya. Mulai dari sandal japit hingga mobil. Jika kita masuk ke daerah
perkampungan, ternyata barang-barang kebutuhan rumah tangga yang dibeli ibu-ibu
tersebut adalah dari hasil kredit kepada tukang kelontong yang datang ke
perkampungan tersebut. Bahkan, bahan makanan yang dimakan sehari-hari pada
tukang sayur pun dibelinya dengan cara kredit. Setiap hari dihitung berapa
belanjaan yang ia ambil. Lalu di akhir bulan dibayar dengan bunga mencapai 50%.
Berhati-hatilah
dengan kredit, apalagi jika barang tersebut langsung dimakan. Makanan yang kita
makan dari hasil yang tidak halal (meskipun thayyib/baik zat-zatnya), maka
makanan tersebut akan menjadi racun dalam darah dan daging. Karena tidak halal,
makanan tersbut bisa menjadi penghambat kecerdasan anak, membuat anak menjadi
nakal dan durhaka pada orang tua, membuat anak akan mengikuti jejak orang
tuanya yang suka memakan riba, menjadikan anak seorang manusia yang hanya mau
enaknya saja dan tidak bertanggung jawab terhadap lingkungannya.
Yang terbaik
sebagai seorang ibu rumah tangga yang cerdas adalah melakukan pendataan
terhadap barang-barang kebutuhan pokok yang diperlukan di dalam rumah tangga,
dan harus disesuaikan dengan kondisi keuangan keluarga yang dimiliki. Jika memiliki keinginan terhadap
barang-barang yang sekunder yang sifatnya hanya memberikan kesenangan
sementara, maka lebih baik menahan diri. Lama kelamaan, keinginan itu akan
hilang seiring dengan hilangnya trend masyarakat terhadap barang tersebut.
Meminta
pandangan suami
Semua barang
yang dibeli harus dibeli dengan kontan. Jika memang belum mampu membeli, maka
menabunglah dulu. Pada zaman sekarang, lebih banyak keluarga yang akhirnya
besar pasak daripada tiang (lebih besar pendapatan daripada pandapatan).
Allah swt
sendiri membatasi hal tersebut dalam firmanNya di dalam (QS. Asy-Syuura:27),
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka
akan melampaui batas dimuka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang
dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan)
hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.”
Bersabarlah
terhadap keinginan kita, meskipun itu sulit. Jika tidak kuat bersabar, maka
alihkan perhatian kita pada anak-anak dan suami. Mintalah selalu pandangan
suami tentang barang yang ingin kita beli. Meskipun kadang terlihat sepele.
Katakan padanya, jika kita membeli barang ini, maka akan mengurangi uang
belanja. Hal ini pastinya akan berakibat pada uang ongkos kerja yang diberikan
padanya. Dengan berkata seperti itu, maka suami yang tadinya tidak perhatian
dengan barang yang akan kita beli menjadi perhatian dan akan memberikan
pandangannya. Alasan terpenting mengapa seorang istri harus meminta pandangan
suami adalah :
Laki-laki
itu dianugerahi 9 akal dan 1 perasaan sedangkan wanita justru sebaliknya,
sehingga dalam mengambil pilihan, biasanya wanita hanya menggunakan
keinginannya sesaat tanpa mempertimbangkan kemanfaatan barang tersebut di dalam
rumah tangganya. Karena
seringnya wanita hanya terjebak pada keinginan yang disebabkan 'rumput tetangga
lebih hijau'.
Dengan adanya komunikasi dua arah di dalam keluarga maka akan terjadi hubungan yang harmonis di dalam keluarga. Biasanya jika terjadi hubungan yang harmonis, maka istri cenderung merasa cukup dengan kebutuhan rumah tangganya. Cukuplah suami dan anak-anaknya yang menjadi barang berharga dibandingkan dengan barang yang ingin dibelinya. Dengan cara ini, maka sang istri akan lebih dapat menahan keinginannya terhadap barang tersebut.
Dengan adanya komunikasi dua arah di dalam keluarga maka akan terjadi hubungan yang harmonis di dalam keluarga. Biasanya jika terjadi hubungan yang harmonis, maka istri cenderung merasa cukup dengan kebutuhan rumah tangganya. Cukuplah suami dan anak-anaknya yang menjadi barang berharga dibandingkan dengan barang yang ingin dibelinya. Dengan cara ini, maka sang istri akan lebih dapat menahan keinginannya terhadap barang tersebut.
Daftar
Pustaka
Agustianto.2008.Dampak Riba terhadap
Keterpurukan Ekonomi Indonesia (1). http://agustianto.niriah.com/2008/04/19/dampak-riba-terhadap-keterpurukan-ekonomi-indonesia-1/.
[Diakses pada tanggal 20 November 2009]
Amir,
Amri.2009.Hubungan Inflasi dan Suku Bunga.
http://amriamir.wordpress.com/2009/12/02/hubungan-inflasi-dan-suku-bunga/
[Diakses pada tanggal 26 Desember 2009]
http://belajarforex.com/index.php [Diakses
pada tanggal 27 Desember 2009].
Mankiw,
N. Gregory. 2007. Makro Ekonomi. Jakarta : Erlangga
Muhammad,
Nur Ichwan Muslim. 2009. Riba dan Dampaknya (2)
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/riba-dan-dampaknya-2.html.
[Diakses pada tanggal 20 November 2009].
Sakti,
Ali.2007.Ekonomi Islam : Jawaban Atas kekacauan Ekonomi Modern.Paradigma
& Aqsa
0 komentar:
Posting Komentar