Rabu, 15 Juni 2016

Sejarah Peradaban Islam “Arab Pra Islam”

KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum Wr.Wb

Puji syukur alhamdulillah ke-hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mandiri ini pada mata kuliah “Sejarah Peradaban Islam”, tepat pada waktu yang telah di tetapkan oleh selaku dosen penggampu.
Saya mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini, baik berupa materi maupun moril.
            Saya mengharapkan semoga tugas kelompok ini dapat memberi manfaat kepada semua pembaca. Saya menyadari bahwa tugas mandiri ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas yang akan datang.
Amien.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Metro, ..................2012

PPenyusun, 

A.        Letak Geografis Arab
Masa seblum lahirnya islam disebut zaman Jahiliyah. Zaman ini terbagi atas dua periode, yaitu jahiliyah pertama dan jahilyah kedua. Jahilayah pertama meliputi masa yang sangat panjang, tetapi tidak banya yang bisa diketahui hal ihwalnya dan sudah lenyap sebagian besar masyrakat pendukungnya. Adapun jahiliyah kedua sejarahnya bisa diketahui agak jelas. Zaman jahiliyah kedua ini berlangsung kira-kira 150 tahun sebelum islam lahir. Kata jahiliyah bersal dari kata jahl  tetapi yang dimaksud disini bukan jahl lawan dari ‘ilm, melainkan lawan dari hilm.
Daerah tanah Arab atau Jazirah Arab, atau semenanjung Arab itu, terletak disebelah barat daya Benua Asia. Sebelah utara berbatasan dengan negeri Palestina, perkampungan Badui Syam, dan negeri Irak. Disebelah timur berbatasan dengan teluk Parsi,  teluk Oman. Ke selatan lautan hindia dan teluk Aden . Ke barat selat Babel Mandeb, laut merah dan terusan Suez. Tanah diantara port said dengan Aden itu panjangnya sampai 5000 mil, dan diantara Babel Mandeb dengan Rasul Hadd 1300 mil. Antara port Said sebelah selatan dengan sungai Furad 600 mil. Adapun luas semenanjung Arabia itu sampai 1.200.000 mil persegi, atau 3.000.000 kilometer persegi. Ahli ilmu bumi R. Blanchard  mengatakan sampai 3.700.000 kilometer persegi.
Keadaan  tanahnya sebagian besar terdiri  dari  Padang Pasir tandus, bukit dan batu, terutama bagian tengah. Sedang bagian  selatan  atau bagian pesisir pada umumnya tanahnya cukup  subur.
Untuk wilayah bagian Tengah terbagi pada :
1.         Sahara Langit atau disebut pula Sahara Nufud memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan  180  mil  dari timur ke barat. Oase dan mata air sangat  jarang, tiupan angina sering kali menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah ini sukar ditempuh.

2.         Sahara Selatan disebut al-u'ul  Khali yang membentang dan menyambung sahara Langit kearah timur sampai selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan daratan Keras, tandus dan pasir bergelombang.
3.         Sahara Harrat suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam bagaikan Terbakar. Gugusan batu-batu hitam itu menyebar di keluasan Sahara ini, seluruhnya Mencapai 29 buah.
Kondisi  alam/tanah  adalah :
·           Kering  dan tandus, kalaupun ada air hanyalah  Oase  atau Mata Air ini.
·           Menyebabkan  penduduknya suka berpindah-pindah  (Nomaden) dari satu wilayah ke wilayah lain, oleh para ahli  mereka disebut suku Badui.
·           Dari segi pekerjaan mereka umumnya bekerja menggembalakan kambing dan    binatang ternak lainnya.
Sementara  wilayah bagian Pesisir, yaitu  terdiri  wi­layah  pesisir Laut Merah, Samudera Hindia dan Teluk  Persi, sehingga kondisi tanahnya :
·           Sangat subur, di tempat ini banyak dilakukan usaha perta­nian.
·           Di samping itu juga dilakukan usaha perdagangan.
·           Penduduknya menetap dan sangat padat.
Penduduknya pada masa ini adalah diantara 12 dengan 14 juta.

B.        Aspek Sosial-Budaya Arab Pra-Islam
Sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur. Wajar saja bila dunia tidak tertarik, negara yang akan bersahabat pun tidak merasa akan mendapat keuntungan dan pihak penjajah juga tidak punya kepentingan. Sebagai imbasnya, mereka yang hidup di daerah itu menjalani hidup dengan cara pindah dari suatu tempat ke tempat lain.
Mereka tidak betah tinggal menetap di suatu tempat. Yang mereka kenal hanyalah hidup mengembara selalu, berpindah-pindah mencari padang rumput dan menuruti keinginan hatinya. Mereka tidak mengenal hidup cara lain selain pengembaraan itu. Seperti juga di tempat-tempat lain, di sini pun [Tihama, Hijaz, Najd, dan sepanjang dataran luas yang meliputi negeri-negeri Arab] dasar hidup pengembaraan itu ialah kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu pindah dan pengembara itu tidak mengenal suatu peraturan atau tata-cara seperti yang kita kenal. Mereka hanya mengenal kebebasan pribadi, kebebasan keluarga, dan kebebasan kabilah yang penuh.
Keadaan itu menjadikan loyalitas mereka terhadap kabilah di atas segalanya. Seperti halnya sebagian penduduk di pelosok desa di Indonesia yang lebih menjunjung tinggi harga diri, keberanian, tekun, kasar, minim pendidikan dan wawasan, sulit diatur, menjamu tamu dan tolong-menolong dibanding penduduk kota, orang Arab juga begitu sehingga wajar saja bila ikatan sosial dengan kabilah lain dan kebudayaan mereka lebih rendah. Ciri-ciri ini merupakan fenomena universal yang berlaku di setiap tempat dan waktu. Bila sesama kabilah mereka loyal karena masih kerabat sendiri, maka berbeda dengan antar kabilah. Interaksi antar kabilah tidak menganut konsep kesetaraan; yang kuat di atas dan yang lemah di bawah. Ini tercermin, misalnya, dari tatanan rumah di Mekah kala itu. Rumah-rumah Quraysh sebagai suku penguasa dan terhormat paling dekat dengan Ka’bah lalu di belakang mereka menyusul pula rumah-rumah kabilah yang agak kurang penting kedudukannya dan diikuti oleh yang lebih rendah lagi, sampai kepada tempat-tempat tinggal kaum budak dan sebangsa kaum gelandangan. Semua itu bukan berarti mereka tidak mempunyai kebudayaan sama-sekali.

Sebagai lalu lintas perdagangan penting terutama Mekah yang merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab, baik karena meluasnya pengaruh perdagangannya ke Persia dan Bizantium di sebelah selatan dan Yaman di sebelah utara atau karena pasar-pasar perdagangannya yang merupakan yang terpenting di Jazirah Arab karena begitu banyaknya, yaitu Ukāẓ, Majnah, dan Dzū al-Majāz yang menjadikannya kaya dan tempat bertemunya aliran-aliran kebudayaan. Mekah merupakan pusat peradaban kecil. Bahkan masa Jahiliah bukan masa kebodohan dan kemunduran seperti ilustrasi para sejarahwan, tetapi ia merupakan masa-masa peradaban tinggi. Kebudayaan sebelah utara sudah ada sejak seribu tahun sebelum masehi. Bila peradaban di suatu tempat melemah, maka ia kuat di tempat yang lain. Ma’īn yang mempunyai hubungan dengan Wādī al-Rāfidīn dan Syam, Saba` (955-115 SM), Anbāṭ (400-105 SM) yang mempunyai hubungan erat dengan kebudayaan Helenisme, Tadmur yang mempunyai hubungan dengan kebudayaan Persia dan Bizantium, Ḥimyar, al-Munādharah sekutu Persia, Ghassan sekutu Rumawi, dan penduduk Mekah yang berhubungan dengan bermacam-macam penjuru.
Fakta di atas menunjukkan bahwa pengertian Jahiliah yang tersebar luas di antara kita perlu diluruskan agar tidak terulang kembali salah pengertian. Pengertian yang tepat untuk masa Jahiliah bukanlah masa kebodohan dan kemunduran, tetapi masa yang tidak mengenal agama tauhid yang menyebabkan minimnya moralitas. Pencapaian mereka membuktikan luasnya interaksi dan wawasan mereka kala itu, seperti bendungan Ma’rib yang dibangun oleh kerajaan Saba`, bangunan-bangunan megah kerajaan Ḥimyar, ilmu politik dan ekonomi yang terwujud dalam eksistensi kerajaan dan perdagangan, dan syi’ir-syi’ir Arab yang menggugah. Sebagian syi’ir terbaik mereka dipajang di Ka’bah. Memang persoalan apakah orang Arab bisa menulis atau membaca masih diperdebatkan.
Tetapi fakta tersebut menunjukkan adanya orang yang bisa mambaca dan menulis, meski tidak semuanya. Mereka mengadu ketangkasan dalam berpuisi, bahkan hingga Islam datang tradisi ini tetap ada. Bahkan al-Quran diturunkan untuk menantang mereka membuat seindah mungkin kalimat Arab yang menunjukkan bahwa kelebihan mereka dalam bidang sastra bukan main-main, karena tidak mungkin suautu mukjizat ada kecuali untuk membungkam hal-hal yang dianggap luar biasa.

C.        Sistem Kepercayaan Arab Pra-Islam
Kepercayaan bangsa Arab sebelum lahirnya Islam, mayoritas mengikuti dakwah Isma’il Alaihis-Salam, yaitu menyeru kepada agama bapaknya Ibrahim Alaihis-Salam yang intinya menyeru menyembah Allah, mengesakan-Nya, dan memeluk agama-Nya.
Waktu terus bergulir sekian lama, hingga banyak diantara mereka yang melalaikan ajaran yang pernah disampaikan kepada mereka. Sekalipun begitu masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga muncul Amr Bin Luhay, (Pemimpin Bani Khuza’ah). Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal baik, mengeluarkan shadaqah dan respek terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua orang mencintainya dan hampir-hampir mereka menganggapnya sebagai ulama besar dan wali yang disegani.
Kemudian Amr Bin Luhay mengadakan perjalanan ke Syam. Disana dia melihat penduduk Syam menyembah berhala. Ia menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik dan benar. Sebab menurutnya, Syam adalah tempat para Rasul dan kitab. Maka dia pulang sambil membawa HUBAL dan meletakkannya di Ka’bah.
Setelah itu dia mengajak penduduk Mekkah untuk membuat persekutuan terhadap Allah. Orang orang Hijaz pun banyak yang mengikuti penduduk Mekkah, karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka’bah dan penduduk tanah suci.
Pada saat itu, ada tiga berhala yang paling besar yang ditempatkan mereka ditempat-tempat tertentu, seperti :
1.         Manat, mereka tempatkan di Musyallal ditepi laut merah dekat Qudaid.
2.         Lata, mereka tempatkan di Tha’if.
3.         Uzza, mereka tempatkan di Wady Nakhlah.
Setelah itu, kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran disetiap tempat di Hijaz. Yang menjadi fenomena terbesar dari kemusyrikan bangsa Arab kala itu yakni mereka menganggap dirinya berada pada agama Ibrahim.
Ada beberapa contoh tradisi dan penyembahan berhala yang mereka lakukan, seperti :
1.         Mereka mengelilingi berhala dan mendatanginya, berkomat-kamit dihadapannya, meminta pertolongan tatkala kesulitan, berdo’a untuk memenuhi kebutuhan, dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan syafaat disisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki.
2.         Mereka menunaikan Haji dan Thawaf disekeliling berhala, merunduk dan bersujud dihadapannya.
3.         Mereka mengorbankan hewan sembelihan demi berhala dan menyebut namanya.
Banyak lagi tradisi penyembahan yang mereka lakukan terhadap berhala-berhalanya, berbagai macam yang mereka perbuat demi keyakinan mereka pada saat itu.
Bangsa Arab berbuat seperti itu terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan bahwa hal itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan menghubungkan mereka kepada-Nya, serta memberikan manfaat di sisi-Nya.
Selain itu, Orang-orang Arab juga mempercayai dengan pengundian nasib dengan anak panah dihadapan berhala Hubal. Mereka juga percaya kepada perkataan Peramal, Orang Pintar dan Ahli Nujum.
Dikalangan mereka ada juga yang percaya dengan Ramalan Nasib Sial dengan sesuatu. Ada juga diantara mereka yang percaya bahwa orang yang mati terbunuh, jiwanya tidak tentram jika dendamnya belum dibalaskan, ruh nya bisa menjadi burung hantu yang berterbangan di padang seraya berkata,”Berilah aku minum, berilah aku minum”!jika dendamnya sudah dibalaskan, maka ruh nya akan menjadi tentram.
Sekalipun masyarakat Arab jahiliyah seperti itu, toh masih ada sisa-sisa dari agama Ibrahim dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya, seperti pengagungan terhadap ka’bah, thawaf disekelilingnya, haji, umrah, Wufuq di Arafah dan Muzdalifah. Memang ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya.
Semua gambaran agama dan kebiasaan ini adalah syirik dan penyembahan terhadap berhala menjadi kegiatan sehari-hari , keyakinan terhadap hayalan dan khurafat selalu menyelimuti kehidupan mereka. Begitulah agama dan kebiasaan mayoritas bangsa Arab masa itu. Sementara sebelum itu sudah ada agama Yahudi, Masehi, Majusi, dan Shabi’ah yang masuk kedalam masyarakat Arab. Tetapi itu hanya sebagian kecil oleh penduduk Arab. Karena kemusyrikan dan penyesatan aqidah terlalu berkembang pesat.
Itulah agama-agama dan tradisi yang ada pada saat detik-detik kedatangan islam. Namun agama-agama itu sudah banyak disusupi penyimpangan dan hal-hal yang merusak. Orang-orang musyrik yang mengaku pada agama Ibrahim, justru keadaannya jauh sama sekali dari perintah dan larangan syari’at Ibrahim. Mereka mengabaikan tuntunan-tuntunan tentang akhlak yang mulia.

Kedurhakaan mereka tak terhitung banyaknya, dan seiring dengan perjalanan waktu, mereka berubah menjadi para paganis (penyembah berhala), dengan tradisi dan kebiasaan yang menggambarakan berbagai macam khurafat dalam kehidupan agama, kemudian mengimbas kekehidupan social, politik dan agama.
Sedangkan orang-orang Yahudi, berubah menjadi orang-orang yang angkuh dan sombong. Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah. Para pemimpin inilah yang membuat hukum ditengah manusia dan menghisab mereka menurut kehendak yang terbetik didalam hati mereka.
Ambisi mereka hanya tertuju kepada kekayaan dan kedudukan, sekalipun berakibat musnahnya agama dan menyebarnya kekufuran serta pengabaian terhadap ajaran-ajaran yang telah ditetapkan Allah kepada mereka, dan yang semua orang dianjurkan untuk mensucikannya.
Sedangkan agama Nasrani berubah menjadi agama paganisme yang sulit dipahami dan menimbulkan pencampuradukkan antara Allah dan Manusia. Kalaupun ada bangsa Arab yang memeluk agama ini, maka tidak ada pengaruh yang berarti. Karena ajaran-ajarannya jauh dari model kehidupan yang mereka jalani, dan yang tidak mungkin mereka tinggalkan.
Semua agama dan tradisi Bangsa Arab pada masa itu, keadaan para pemeluk dan masyarakatnya sama dengan keadaan orang-orang Musyrik. Musyrik hati, kepercayaan, tradisi dan kebiasaan mereka hampir serupa.


Daftar Pustaka

Syalabi, Ahmad. Sejarah Dan Kebudayaan Islam I, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 2000).

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2008).

Bardrika, I Wayan. 2006. Sejarah. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Bellah, Robert N. 1992. Religi Tokugawa (Akar-Akar Budaya Jepang). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Boomgard,Peter. 2004. Anak Jajahan Belanda: Sejarah Sosial Ekonomi Jawa 1795-1880. Jakarta: KITLV & Djambatan.


Buchori, Mochtar. 2007. Evolusi Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: INSISTPress.

0 komentar: