Mudharabah
Mudharabah adalah suatu konsep yang marak dipakai (lazim) dalam bisnis syariah
dan sepertinya sudah menjadi trend sehingga setiap lembaga keuangan di
Indonesia yang berbasis syariah biasa menggunakan konsep ini. Definisi
Mudharabah: Akad kerjasama antara pemilik dana/nasabah/tertanggung (shahibul
maal) dengan pengusaha/penanggung (mudharib) untuk melakukan suatu usaha
bersama. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan
nisbah yang disepakati sebelumnya.
Mekanisme pengelolaan dana premi syariah
Sesuai dengan prinsip yang menjadi dasar pelaksanaan Asuransi Syariah, maka
seluruh dana yang dihimpun dari pemegang polis asuransi akan dikelola sesuai
dengan prinsip syariah. Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian
keuntungan dana pemegang polis asuransi yang dikembangkan dengan prinsip bagi
hasil (mudharabah).
Para pemegang polis dalam hal ini berkedudukan sebagai pemilik modal (shohibul
mal) dan Asuransi Syariah berfungsi sebagai pemegang amanah (mudharib). Setiap
premi yang dibayar oleh pemegang polis akan dimasukkan dalam rekening Tabarru
perusahaan, yaitu kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran
dan kebajikan untuk tujuan saling tolong menolong dan saling membantu. Kumpulan
dana pemegang polis sebelum dikelola lebih lanjut terlebih dulu dipisahkan
menjadi dua golongan, yaitu Dana Pemegang Saham (Shareholder Fund) dan Dana
Peserta Asuransi (Participant Fund / Premium), dan masing-masing dana mempunyai
akuntansi terpisah. Hasil pengembangan dana setelah dikurangi dengan beban
asuransi (klaim dan premi reasuransi) akan dibagi antara pemegang polis dan
perusahaan menurut prinsip al-mudharabah dalam suatu perbandingan tetap yang
besarnya telah ditentukan pada awal penutupan polis asuransi. Misal: 70% untuk
perusahaan dan 30% untuk seluruh peserta. Ilustrasi mekanisme pengelolaan dana
dapat dilihat pada diagram alur berikut ini.
Asuransi
Syariah
|
|
Asuransi Umum
Konvensional
|
Ada Dewan
Pengawas Syariah, fungsinya mengawasi Manajemen, Produk, dan Investasi Dana
|
Dewan
Pengawas Syariah
|
Tidak ada
|
|
||
Tolong
menolong (Takafuli)
|
Akad
|
Jual beli
(Tabaduli)
|
|
||
Investasi
dana berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (Mudharabah)
|
Investasi
Dana
|
Investasi
Dana berdasarkan bunga (riba)
|
|
||
Dana yang
terkumpul dari nasabah (premi) merupakan milik peserta, perusahaan hanya
sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya
|
Kepemilikan
Dana
|
Dana yang
terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik Perusahaan. Perusahaan bebas
untuk menentukan investasinya
|
|
||
Dari rekening
tabarru (dana sosial) seluruh peserta, yang sejak awal sudah diikhlaskan oleh
peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah
|
Pembayaran
Klaim
|
Dari rekening
dana perusahaan
|
|
||
Dibagi antara
Perusahaan dengan Peserta (sesuai prinsip bagi hasil/Mudharabah)
|
Keuntungan
|
Seluruhnya
menjadi milik perusahaan
|
Perbedaan
Asuransi Syariah dengan Konvensional
Sejarah Asuransi Syariah
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah sudah dikenal dengan
sebutan Al-Aqila. Saat itu suku arab terdiri atas berbagai suku besar
dan suku kecil. Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah adalah keturunan suku
Qurais, salah satu suku yang terbesar. Menurut dictionary of islam, yang
ditulis Thomas Patrick, jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh
anggota suku lainnya, sebagai kompensasi, keluarga terdekat dari si pembunuh
akan membayar sejumlah uang, darah atau diyat kepada pewaris Qurban.
Al’aql adalah denda, sedangkan makna al’aqil adalah orang
yang menbayar denda. Beberapa ketentuan system Aqilah yang merupakan bagian
dari asuransi social dituangkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam piagam madina yang
merupakan konstitusi pertama setelah Nabi hijrah ke madina. Dalam pasal 3
Konstitusi madina, Rasullulah membuat ketentuan mengenai penyelamatan jiwa para
tawanan. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa jika tawanan tertahan oleh musuh
karena perang, pihak tawanan harus membayar tebusan pada musuh untuk
membebaskannya
Perbedaa Asuransi Syari’ah dengan Konvensional
Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong
menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (al birri wat taqwa). Konsep
tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian transaksi
bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan
semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di
dalam menghadapi resiko, yang kita kenal sebagai sharing of risk,
sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan kepada kita untuk taawun
(tolong menolong) yang berbentuk al birri wat taqwa (kebaikan dan ketakwaan)
dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan (dosa dan
permusuhan).
Firman Allah dalam surat al-Baqarah 188, ‘Dan janganlah kalian memakan
harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian
bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan
sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu.” Hadist
Nabi Muhammad SAW, “Mukmin terhadap mukmin yang lain seperti suatu bangunan
memperkuat satu sama lain,” Dan “Orang-orang mukmin dalam kecintaan
dan kasih sayang mereka seperti satu badan. Apabila satu anggota badan
menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya.
Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk
yaitu pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/penanggung
sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu pemindahan dana dari
tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekwensi maka kepemilikan dana pun
berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi.
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di
antaranya adalah sebagai berikut:
Akad (Perjanjian)
Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya
harus jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan
bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah
menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara
syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi
syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas,
menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful).
Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli
atau perjanjian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan
atas adanya penjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan.
Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional
hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang
diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara
kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk
mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan
kita meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan
perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak
jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan
untung namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka
perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat
karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan
dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar
yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang ulama salaf ternama dalam kitabnya “Majmu
Fatwa” menyatakan bahwa akad dalam Islam dibangun atas dasar
mewujudkan keadilan dan menjauhkan penganiayaan. Harta seorang muslim yang lain
tidak halal, kecuali dipindahkan haknya kepada yang disukainya. Keadilan dapat
diketahui dengan akalnya, seperti pembeli wajib menyatakan harganya dan penjual
menyerahkan barang jualannya kepada pembeli. Dilarang menipu, berkhianat, dan
jika berhutang harus dilunasi. Jika kita mengadakan suatu perjanjian dalam
suatu transaksi bisnis secara tidak tunai maka kita wajib melakukan hal-hal
berikut: I% Menuliskan bentuk perjanjian (seperti adanya SP dan polis). I%
Bentuk perjanjian harus jelas dimengerti oleh pihak-pihak yang bertransaksi (akad
tadabuli atau akad takafuli). I% Adanya saksi dari kedua belah
pihak. I% Para saksi harus cakap dan bersedia secara hukum jika suatu saat
diminta kewajibannya. (Penulis simpulkan dari firman Allah SWT, surat
al-Baqarah ayat 282).
Gharar (Ketidakjelasan)
Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang
akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional,
dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia
tertanggung, sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang
Mahakuasa. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan
meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung
secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung
dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua
belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan
transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah
pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita
kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual
beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.
Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad
takafuli, yaitu suatu niat tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang
ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling
selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam praktik muamalah
yang gharar.
Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik
perusahaan asuransi (transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi
syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta (shahibul mal) dan
perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi
milik perusahaan.
Tabarru dan
Tabungan
Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan,
yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri
(dermawan). Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara
ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi
syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru
disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim
yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh
sesama peserta untuk saling menolong.
Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat
dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di
hadapan Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,”Barang siapa
memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya.”(HR Bukhari
Muslim dan Abu Daud).
Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving
maka dana yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru
terdapat pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh
perusahaan. Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana
tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi
akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta
mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada
peserta secara penuh.
Maisir (Judi)
Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 90,”Hai orang-orang yang
beriman sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan.”
Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat
unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar.
Sedangkan al qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli
Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional karena
adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila
pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis
asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima
sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana
cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal
ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil
risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan,
tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi.
Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya
klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi
oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
Riba
Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan
dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba.
Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan
menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada
peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang
aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban
yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan
KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.
Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam
dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya
didasarkan atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam
surat Ali Imron ayat 130,”Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu
memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan.” Hadist, “Rasulullah
mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya
bersabda kepada mereka semua sama.”(HR Muslim)
Dana Hangus
Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta
karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing
period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah
membayar sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah
dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving
atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka
premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.
Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan
menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang
tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana
untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk
akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah
melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada
yang merugikan dan dirugikan).
Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai
tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang
baru masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang
sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang
dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku
pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi
klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut
dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad).
Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke
peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.
Konsep Taawun Dalam Asuransi Syariah
Sebagian para ahli syariah meyamakan sistem asuransi syariah dengan sistem aqilah
pada zaman Rasulullah SAW. Dr. Satria Effendi M.Zein dalam makalahnya
mendefinisikan takaful dengan at takmin, at taawun atau at
takaful (asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu
badan, dan terjadi kesepakatan dari anggota untuk bersama -sama memikul suatu
kerugian atau penderitaan yang mungkin terjadi pada anggotanya. Untuk
kepentingan itu masing-masing anggota membayar iuran berkala (premi). Dana yang
terkumpul akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk
kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola (asuransi
syariah). Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk
keuntungan untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling menonjol adalah
tolong-menolong seperti yang diajarkan Islam.
Dewan Pengawas Syariah
Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional (DSN),
baik dari segi operational perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan DPS
dalam Struktur oraganisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris.
Itulah beberapa hal yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi
konvensional. Apabila dilihat dari sisi perbedaannya, baik dari sisi ekonomi,
kemanuasiaan atau syariahnya, maka sistem asuransi syariah adalah yang terbaik
dari seluruh sistem asuransi yang ada.
- KonsepSyariah (S) : Sekumpulan orang yg saling membantu,saling menjamin dan bekerja sama dengan cara masing – masing mengeluarkan dana terbaru.Konvensional (K) : Perjanjian dua pihak atau lebih: pihak penanggung meningkatkan diri pada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung.
- MisiS : Misi aqidah, ibadah (ta’awun), misi ekonomi (iqtishodl) dan misi pemberdayaan umat(sosial)K : Misi ekonomi dan sosial
- Asal UsulS : System Al-Aqilah, suatu kebiasaan suku arab sebelum Islam datang yang kemudian disahkan oleh Rasulullah sebagai hukum islamK : Dimulai dari masyarakat babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi.
- SumberS : Bersumber dari firman Allah, Al-Hadist dan Ijma Ulama.K : Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif, hukum alami dan berbagai contoh sebelumnya.
- Maisir, Gharar dan RibaS : Terbebas dari praktik dan unsur Maisir, Gharar, RibaK : Tidak sesuai dengan syariah Islam karena ada hal-hal yang tidak sesuai dengan syariah
- AkadS : Akad tabarru dan akad tijarat (mudharaba,wakalh, syrikah, dll)K : Akad jual beli (akad mu’awadhah) dan akad gharar
- Jaminan atau resikoS : Sharing of risk, terjadinya proses saling menanggung antara satu peserta satu dan peserta lainnya.(ta’awun)K : Transfe risk; terjadi transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung.
- Pengelolaan DanaS : Pada produk saving (life) terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru (derma) dari dana peserta, sehingga tidak mengenal adanya dana hangus untuk terminsurance (life) dan general insurance semua bersifat tabarru.K : Tidak ada pemisah dana yang berakibat pada terjadinya dana hangus (produk saving life)
- InvestasiS : Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bebas dari riba dan berbagai tempat investasi yang terlarangK : Debas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundangan-undangan dan tidak terbatas pada halal dan haramnya investasi yang di gunakan
- Kepemilikan DanaS : Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan milik peserta (shahibul maal), sedangkan perusahaan hanya pemegang amanah (mudharib) dan mengelola danaK : Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemanapun dana tersebut
0 komentar:
Posting Komentar