Jumat, 15 Juli 2016

Perkembangan Jiwa Beragama pada Masa Dewasa dan Usia Lanjut


1.      Agama pada Masa Dewasa danUsia  Lanjut
Masa dewasa dalam tahap perkembangan manusia dibagi menjadi tiga bagian, sebagai dikemukakan oleh Lewis Sherril, yaitu :
a.       Masa Dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.
b.      Masa Dewasa tengah, sudah mulai menghadapi tantangan hidup, sambil memantapkan tempat dan mengembangkan filsafat untuk mengolah kenyataan yang tidak disangka-sangka. Masalah sentral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat mennadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten.
c.       Masa Dewasa akhir, ciri utamanya adalah pasrah. Pada masa ini minat dan kegiatan kurang beragam. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih terpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesadaran lebih hangat menonjol pada usia tua.

Masa dewasa awal (sekitar usia 25-40 tahun) merupakan pengalaman menggali keintiman, kemampuan untuk membaurkan identitas anda dengan identitas orang lain tanpa takut bahwa anda akan kehilangan sesuatu dari diri anda. Lawan dari identitas adalah isolasi, yaitu mempertahankan jarak antara diri sendiri dengan orang lain. Kesimbangan antara intimitas dengan isolasi adalah belajar melepaskan diri dari hubungan dengan orang lain dan tetap mempertahankan identitas diri.
Masa dewasa tengah (sekitar usia 40-65 tahun) merupakan masa produktivitas maksimum. Pada masa ini kekuatan watak yang muncul, perhatian (care) ras prihatin dan tanggung jawab yang menghargai siapa yang membutuhkan perlidungan dan perhatian. Dalam istilah religius, stagnasi dan kesia-siaan dihindari dengan melestarikan fungsinya yang bertanggung jawab dalammengabdikan hidup dan kebudayaan yang menjadi maksud Tuhan.
Sementara itu masa dewasa akhir (di atas usia 65 tahun) merupakan masalah kematangan. Masalah sentral dalam masa ini adalah menemukan kepuasan bahwa pada masa tua, terjadi integirtas emosional. Masa dewasa akhir disebut juga dengan masa usia lanjut. Di usia dewasa orang telah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Orang dewasa telah menyadari nilai-nilai yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankannya. Orang dewasa telah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.
Pilihan tersebut didasarkan pada ajaran yang telah memberikan kepuasan batin dan atas pertimbangan akal sehat.
Kesadaran beragama pada usia dewasa merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang untuk mengadakan tanggapan, reaksi, pengolahan dan penyesuaian diri  terhadap rangsangan dari luar.
Menurut Abd. Aziz Ahyadi, Kesadaran agama tersebut tidak hanya melandasi tingkah laku yang tampak, akan tetapi juga mewarnai sikap, pemikiran, I’tikad, niat, kemauan, tanggung jawab dan tanggapan-tanggapan terhadap nilai-nilai abstrak yang ideal, seperti ; keadilan, pengorbanan, persatuan, kemerdekaan, perdamaian dan kebahagiaan.
Sedangkan motivasi beragama pada orang dewasa didasarkan pada penalaran yang loigis, sehingga ia akan mempertimbangkan sepenuhnya menurut logika. Motivasi beragama, ekspresi bergama pada masa dewasa sudah menjadi hal yang tetap, istomah. Dan ini dimanifestasikan dalam tingkah laku dengan moral tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi demikian akan memunculkan kematangan dalam beragama. Inilah sebabnya mengapa pada masa dewasa juga memunculkan kefanatikan.

2.      Ciri-Ciri Sikap Beragama pada Masa Dewasa Dan Usia Lanjut
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, sikap beragama pada orang dewasa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
b.      Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
c.       Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
d.      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap beragama merupakan realisasi dari sikap hidup.
e.       Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
f.       Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
g.      Terlihat adanya hubungan antara sikap beragama dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.

Sedang ciri-ciri Sikap beragama pada usia lanjut, secara garius besar adalah :
a.       Kehidupan beragama pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kematangan
b.      Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan
c.       Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupa akherat secara lebih sungguh-sungguh.
d.      Sikap bergama cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat luhur.
e.       Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.
f.       Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap beragama dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akherat).

Konsep yang dianjutkan oleh Islam. Perlakukan terhadap orang tua yang berusia lanjut dibebankan kepada anak-anak mereka, bukan kepada badan atau panti asuhan, termasuk panti jompo. Perlakukan terhadap orangtua menurut tuntutan Islam. Allah berfirman, diantaranya dalam (Q.S. 17 : 23-24).


Artinya :
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.

3.      Kematangan Beragama
Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.  Jika kematangan telah ada pada diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku keagamaannya senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggung jawab, buka natas dasar peniruan dan sekedera ikut-ikutan.
William James memaparkan pendapat William Starbuck, ada dua faktor yang menghambat manusia mencapai kematangan beragama, yaitu :



a.      Faktor Intern
1)      Temperamen, tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu memegang peranan penting dalam sikap beragama dan kematangan beragama seseorang.
2)      Gangguan Jiwa, tindakan keagamaan dan pengalaman keagamaan seseorang yang ditampilkan tergantung pada ganggunga jiwa yang mereka rasakan.
3)      Konflik dan keraguan, dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama, seperti taat, fanatik, agnotis maupun eteis.
4)      Jauh dari Tuhan, orang yang hidupnya jauh dari Tuhan akan merasa dirinya lemas dan kehilangan pegangan hidup, terutama saat menghadapi musibah.

b.      Faktor Ekstern
1)      Musibah, sering musibah yang yang sangat serius dapat mengguncangkan seseorang, dan kegoncangan tersebut sering kali memunculkan kesadaran, khususnya kesadaran keberagamaannya.
2)      Kejahatan, mereka yang hidup dalam lembah hitam umumnya menhalami guncangan batin dan rasa berdosa.


Jika diamati secara seksama, kematangan atau kedewasaan dalam beragama itu merupakan perkembangan lebih lanjut dari adanya konversi agama, mengikuti perkembangan kepribadiannya yang semakin lama semakin menuju kepada kedewasaan yang termasuk di dalamnya kematangan dalam beragama. 

0 komentar: