Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apakah hukum rokok, haram atau makruh ? Dan apakah hukum menjual dan memperdagangkannya ?
Jawaban.
Rokok diharamkan karena ia termasuk Khabits (sesuatu yang buruk) dan mengandung banyak sekali mudharat, sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya membolehkan makanan, minuman dan selain keduanya yang baik-baik saja bagi para hambaNya dan mengharamkan bagi mereka semua yang buruk (Khaba’its). Dalam hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Mereka menanyakan kepadamu, ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka’ Katakanlah, ‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik†[Al-Maidah : 4]
Demikian juga dengan firmanNya ketika menyinggung sifat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam surat Al-Araf.
“Artinya :…Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk†[Al-A’raf : 157]
Jadi, rokok dengan segala jenisnya bukan termasuk Ath-Thayyibat (segala yang baik) tetapi ia adalah Al-Khaba’its. Demikian pula, semua hal-hal yang memabukkan adalah termasuk Al-Khaba’its. Oleh karenanya, tidak boleh merokok, menjual ataupun berbisnis dengannya sama hukumnya seperti Khamr (arak).
Adalah wajib bagi orang yang merokok dan memperdagangkannya untuk segera bertaubat dan kembali ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, menyesali perbuatan yang telah diperbuat serta bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Dan barangsiapa melakukan taubat dengan setulus-tulusnya, niscaya Allah akan menerimanya sebagaimana firmanNya.
“Artinya : Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung†[An-Nur : 31]
Dan firmanNya.
“Artinya : Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian tetap di jalan yang benar†[Thaha : 82]
[Kitabut Da’wah, dari fatwa Syaikh Ibn Baz, hal.236]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 21-22 Darul Haq]
HUKUM SESUATU YANG TIDAK TERDAPAT DALAM AL-QUR'AN
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian orang melakukan
pembenaran terhadap amalan dan perbuatannya yang jahat, seperti merokok atau
yang semcamamnya dengan alas an bahwa hal tersebut tidak terdapat dalam
Al-Qur'an dan As-Sunnah di dalamnya, maka bagaimana Syaikh menasehati mereka ?
Jawaban
Sesungguhnya merupakan sesuatu hal yang wajib diketahui bahwa agama Islam
disyari'atkan sejak diutusnya Nabi hingga datangnya hari kiamat. Seandainya
setiap kejadian yang terjadi itu dinashkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah,
maka tentulah Al-Qur'an akan menjadi berjilid-jilid tanpa batas, dan
As-Sunnah pun akan menjadi seperti itu.
Akan tetapi syariat Islam -salah satu kekhususannya- adalah ia merupakan
kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip umum. Dan masuklah ke dalam kaidah dan
prinsip umum ini berbagai masalah (juz'iyat) yang tak dapat dihitung kecuali
oleh Allah Azza wa Jalla. Maka (dalam masalah rokok ini) hendaklah kita
merujuk kepada firman Allah Azza wa Jalla.
"Artinya : Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu" [An-Nisa : 29]
Kita merujuk kepada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasanmu) yang dijadikan
Allah sebagai pokok kehidupan" [An-Nisa : 5]
Rujuk pula sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Tidak ada kemudharatan dan tidak (boleh) menyebabkan mudharat
(kepada orang lain)" [1]
Ini merupakan kaidah-kaidah umum, yang dapat kita terapkan pada masalah
rokok dan yang semacamnya.
Maka rokok termasuk sebab yang mematikan, dan merujuklah kepada hasil-hasil
penelitian yang memperhatikan masalah ini, berapa banyak yang meninggal
akibat mengisap rokok setiap tahunnya ? Dengan demikian, berarti termasuk
dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian" [An-Nisa : 29]
Mengisap rokok juga membuang-buang harta, karena seseorang tidak mendapatkan
faidah sedikitpun darinya. Dan Allah telah menyebut harta sebagai qiyaam
(pendukung) untuk manusia.
"Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan
Allah sebagai pokok kehidupan" [An-Nisa : 5]
Yang dengannya kalian dapat menegakkan kemaslahatan kalian, maslahat Ad-Din
dan dunia, sementara mengisap rokok dan yang semcamnya sama sekali tidak
mengandung maslahat secara agama demikian pula secara duniawi
Dan marilah kita merujuk kepada sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
"Artinya : Tidak ada mudharat dan tidak (boleh menimpakan) kemudharatan
kepada orang lain"
Dan ternyata kita menemukan rokok membahayakan/mendatangkan kemudharatan
berdasrkan kesepakatan para dokter saat ini, oleh karena itu sebagian
Negara-negara maju telah melarang pengiklanannya di depan umum -walaupun
(Negara-negara) itu adalah Negara kafir- karena mengetahui mudharatnya.
Dengan demikian rokok termasuk dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
"Artinya : Tidak ada kemudharatan dan tidak (boleh) mendatangkan
kemudharatan".
Dan tidak perlu untuk menyebutkan nash (khusus) dalam masalah ini, karena
boleh jadi akan terjadi lagi banyak hal yang serupa dengannya.
Dan boleh jadi pada abad-abad pertengahan telah terjadi banyak hal yang
tidak kita ketahui, namun salah satu keitimewaan Dinul Islam serta nash-nash
syar'i adalah ia berupa kaidah-kaidah umum, yang masuk kedalamnya berbagai
masalah yang tak dapat dihitung kecuali oleh Allah hingga tiba hari kiamat.
[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi
Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. HAdits Riwayat Ibnu Majah no 2340 dan 2341, Ahmad 1/313 (2867 menurut
urutan Ahmad Syakir). Ahmad Syakir berkata : "Sanadnya lemah disebabkan
kelemahan Jabir bin Al-Ju'fiy, namun maknanya shahih dan tsabit dengan sanad
yang shahih (dalam riwayat) Ibnu Majah juga hadits Ubadah bin Ash-Shamit
Radhiyallahu 'anhu
sumber http://www.almanhaj.or.id
________________________________________
FATWA ULAMA
25 April 2006 Harta & Keluarga Yang Benar-Benar Membanggakan
Menurut al Mawardi dalam Kitab Adab ad Dunya wa ad Din, harta dan
kekuasaan akan benar-benar menjadi kebanggaan jika ia duduk dalam
sistem yang bersendikan enam subsistem, yaitu; (1) dinun
muttaba‘un, agama yang diikuti aturannya (2) sulthanun qahirun,
kekuasaan yang efektif, (3) ‘adlun syamilun, keadilan yang merata
(4) amnun ‘am, keamanan umum yang terjamin, (5) khishbun
da’imun, kesuburan yang konstan, dan (6) amalun fasihun, cita-cita
yang tinggi.
Agama yang diikuti aturannya
Dengan mengikuti aturan agama maka kekayaan akan sebangun dengan
kemaslahatan dan kesejahteraan umum. Orang kaya membayar zakat,
sedekah dan infaqnya, masyarakat miskin merasakan manfaat dari
kehadiran orang kaya. Orang-orang miskin yang terbantu menghormati,
menyayangi, mendoakan, membela dan melindungi orang kaya, dan orang
kaya yang patuh beragama ini hidup tenang aman dan bahagia. Demikian
juga penguasa yang mematuhi ajaran agama, ia tidak merasa sebagai
penguasa, tetapi merasa sebagai pelayan masyarakat, sayyid al qaumi
khadimuhum.
Kekuasaan yang efektif
Menjadi orang kaya di lingkungan masyarakat dimana sistem kekuasaan
tidak berjalan efektif, akan sulit untuk mengembangkan kejujuran,
karena ia harus selalu siap menghadapi ketidak menentuan. Kekuasaan
yang efektif bisa melindungi si lemah dari kezaliman, bisa memaksa
orang kaya untuk membayar kewajibannya. Demikian juga menduduki
kursi kekuasaan dari sistem kekuasaan yang tidak effektif hanya akan
menempakan penguasa menjadi boneka kepentingan.
Keadilan dan keamanan
Keadilan umum yang merata akan membuat masyarakat merasa aman,
percaya diri dan bercita-cita. Dalam suasana keadilan yang merata
orang kaya merasa tidak sia-sia berbuat baik dengan hartanya,
penguasa merasa berani untuk bertindak fair karena didukung oleh
rasa keadilan masyarakat.
Kesuburan dan cita-cita
Kesuburan yang konstan akan menghidupkan perekonomian masyarakat
yang berpola, dan dalam suasanan adil, aman dan subur akan terbangun
cita-cita yang tinggi
Wassalam,
agussyafii
http://mubarok-institute.blogspot.com
Hukum Merokok
Apa hukum merokok menurut syari'at, berikut dalil-dalil yang mengharamkannya?
Jawaban:
Merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Alquran dan As-Sunah serta i'tibar (logika) yang benar.
Allah berfirman (yang artinya), "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan." (Al-Baqarah: 195).
Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat di atas adalah merokok termasuk perbuatan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.
Sedangkan dalil dari As-Sunah adalah hadis shahih dari Rasulullah saw. bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasian harta pada hal yang tidak bermanfaat, bahkan pengalokasian harta kepada hal-hal yang mengandung kemudharatan.
Dalil yang lain, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340).
Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari'at, baik bahayanya terhadap badan, akal, ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.
Adapun dalil dari i'tibar (logika) yang benar yang menunjukkan keharaman rokok adalah karena dengan perbuatan itu perokok mencampakkan dirinya ke dalam hal yang menimbukan bahaya, rasa cemas, dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentu tidak rela hal itu terjadi pada dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisinya, dan demikian sesaknya dada si perokok bila tidak menghisapnya. Alangkah berat ia melakukan puasa dan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu menghalagi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang saleh karena tidak mungkin mereka membiarkan asap rokok mengepul di hadapan mereka. Karena itu, Anda akan melihat perokok demikian tidak karuan bila duduk dan berinteraksi dengan orang-orang saleh.
Semua i'tibar itu menunjukkan bahwa merokok hukumnya diharamkan. Karena itu, nasehat saya untuk saudara-saudara kaum muslimin yang masih didera oleh kebiasaan menghisap rokok agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalkannya. Sebab, di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah, mengharap pahala dari-Nya dan menghindari siksaan-Nya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkan hal tersebut.
Jawaban Atas Berbagai Bantahan
Jika ada orang yang berkilah, "Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam kitabullah ataupun sunah Rasulullah saw. perihal haramnya rokok."
Maka, jawaban atas penyataan ini adalah bahwa nash-nash Alquran dan sunah terdiri dari dua jenis;
1. Jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah yang mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga hari kiamat.
2. Jenis yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada suatu itu sendiri secara langsung.
Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Alquran dan dua hadis yang kami sebutkan di atas yang menunjukkan keharaman merokok secara umum meskipun tidak diarahkan secara langsung kepadanya.
Sedangkan untuk jenis kedua, adalah seperti fiman Allah (yang artinya), "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (dagig hewan) yang disembelih atas nama selain Allah." (Al-Maidah: 3).
Dan firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu." (Al-Maidah: 90).
Jadi, baik nash-nash itu termasuk jenis pertama atau kedua, ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pengambilan dalil mengindikasikan hal itu.
Sumber: Program Nur 'alad Darb, dari Fatwa Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, dari kitab Fatwa-Fatwa Terkini 2.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apakah hukum rokok, haram atau makruh ? Dan apakah hukum menjual dan memperdagangkannya ?
Jawaban.
Rokok diharamkan karena ia termasuk Khabits (sesuatu yang buruk) dan mengandung banyak sekali mudharat, sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya membolehkan makanan, minuman dan selain keduanya yang baik-baik saja bagi para hambaNya dan mengharamkan bagi mereka semua yang buruk (Khaba’its). Dalam hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Mereka menanyakan kepadamu, ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka’ Katakanlah, ‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik†[Al-Maidah : 4]
Demikian juga dengan firmanNya ketika menyinggung sifat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam surat Al-Araf.
“Artinya :…Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk†[Al-A’raf : 157]
Jadi, rokok dengan segala jenisnya bukan termasuk Ath-Thayyibat (segala yang baik) tetapi ia adalah Al-Khaba’its. Demikian pula, semua hal-hal yang memabukkan adalah termasuk Al-Khaba’its. Oleh karenanya, tidak boleh merokok, menjual ataupun berbisnis dengannya sama hukumnya seperti Khamr (arak).
Adalah wajib bagi orang yang merokok dan memperdagangkannya untuk segera bertaubat dan kembali ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, menyesali perbuatan yang telah diperbuat serta bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Dan barangsiapa melakukan taubat dengan setulus-tulusnya, niscaya Allah akan menerimanya sebagaimana firmanNya.
“Artinya : Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung†[An-Nur : 31]
Dan firmanNya.
“Artinya : Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian tetap di jalan yang benar†[Thaha : 82]
[Kitabut Da’wah, dari fatwa Syaikh Ibn Baz, hal.236]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 21-22 Darul Haq]
HUKUM SESUATU YANG TIDAK TERDAPAT DALAM AL-QUR'AN
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian orang melakukan
pembenaran terhadap amalan dan perbuatannya yang jahat, seperti merokok atau
yang semcamamnya dengan alas an bahwa hal tersebut tidak terdapat dalam
Al-Qur'an dan As-Sunnah di dalamnya, maka bagaimana Syaikh menasehati mereka ?
Jawaban
Sesungguhnya merupakan sesuatu hal yang wajib diketahui bahwa agama Islam
disyari'atkan sejak diutusnya Nabi hingga datangnya hari kiamat. Seandainya
setiap kejadian yang terjadi itu dinashkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah,
maka tentulah Al-Qur'an akan menjadi berjilid-jilid tanpa batas, dan
As-Sunnah pun akan menjadi seperti itu.
Akan tetapi syariat Islam -salah satu kekhususannya- adalah ia merupakan
kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip umum. Dan masuklah ke dalam kaidah dan
prinsip umum ini berbagai masalah (juz'iyat) yang tak dapat dihitung kecuali
oleh Allah Azza wa Jalla. Maka (dalam masalah rokok ini) hendaklah kita
merujuk kepada firman Allah Azza wa Jalla.
"Artinya : Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu" [An-Nisa : 29]
Kita merujuk kepada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasanmu) yang dijadikan
Allah sebagai pokok kehidupan" [An-Nisa : 5]
Rujuk pula sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Tidak ada kemudharatan dan tidak (boleh) menyebabkan mudharat
(kepada orang lain)" [1]
Ini merupakan kaidah-kaidah umum, yang dapat kita terapkan pada masalah
rokok dan yang semacamnya.
Maka rokok termasuk sebab yang mematikan, dan merujuklah kepada hasil-hasil
penelitian yang memperhatikan masalah ini, berapa banyak yang meninggal
akibat mengisap rokok setiap tahunnya ? Dengan demikian, berarti termasuk
dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian" [An-Nisa : 29]
Mengisap rokok juga membuang-buang harta, karena seseorang tidak mendapatkan
faidah sedikitpun darinya. Dan Allah telah menyebut harta sebagai qiyaam
(pendukung) untuk manusia.
"Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan
Allah sebagai pokok kehidupan" [An-Nisa : 5]
Yang dengannya kalian dapat menegakkan kemaslahatan kalian, maslahat Ad-Din
dan dunia, sementara mengisap rokok dan yang semcamnya sama sekali tidak
mengandung maslahat secara agama demikian pula secara duniawi
Dan marilah kita merujuk kepada sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
"Artinya : Tidak ada mudharat dan tidak (boleh menimpakan) kemudharatan
kepada orang lain"
Dan ternyata kita menemukan rokok membahayakan/mendatangkan kemudharatan
berdasrkan kesepakatan para dokter saat ini, oleh karena itu sebagian
Negara-negara maju telah melarang pengiklanannya di depan umum -walaupun
(Negara-negara) itu adalah Negara kafir- karena mengetahui mudharatnya.
Dengan demikian rokok termasuk dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
"Artinya : Tidak ada kemudharatan dan tidak (boleh) mendatangkan
kemudharatan".
Dan tidak perlu untuk menyebutkan nash (khusus) dalam masalah ini, karena
boleh jadi akan terjadi lagi banyak hal yang serupa dengannya.
Dan boleh jadi pada abad-abad pertengahan telah terjadi banyak hal yang
tidak kita ketahui, namun salah satu keitimewaan Dinul Islam serta nash-nash
syar'i adalah ia berupa kaidah-kaidah umum, yang masuk kedalamnya berbagai
masalah yang tak dapat dihitung kecuali oleh Allah hingga tiba hari kiamat.
[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi
Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. HAdits Riwayat Ibnu Majah no 2340 dan 2341, Ahmad 1/313 (2867 menurut
urutan Ahmad Syakir). Ahmad Syakir berkata : "Sanadnya lemah disebabkan
kelemahan Jabir bin Al-Ju'fiy, namun maknanya shahih dan tsabit dengan sanad
yang shahih (dalam riwayat) Ibnu Majah juga hadits Ubadah bin Ash-Shamit
Radhiyallahu 'anhu
sumber http://www.almanhaj.or.id
________________________________________
FATWA ULAMA
25 April 2006 Harta & Keluarga Yang Benar-Benar Membanggakan
Menurut al Mawardi dalam Kitab Adab ad Dunya wa ad Din, harta dan
kekuasaan akan benar-benar menjadi kebanggaan jika ia duduk dalam
sistem yang bersendikan enam subsistem, yaitu; (1) dinun
muttaba‘un, agama yang diikuti aturannya (2) sulthanun qahirun,
kekuasaan yang efektif, (3) ‘adlun syamilun, keadilan yang merata
(4) amnun ‘am, keamanan umum yang terjamin, (5) khishbun
da’imun, kesuburan yang konstan, dan (6) amalun fasihun, cita-cita
yang tinggi.
Agama yang diikuti aturannya
Dengan mengikuti aturan agama maka kekayaan akan sebangun dengan
kemaslahatan dan kesejahteraan umum. Orang kaya membayar zakat,
sedekah dan infaqnya, masyarakat miskin merasakan manfaat dari
kehadiran orang kaya. Orang-orang miskin yang terbantu menghormati,
menyayangi, mendoakan, membela dan melindungi orang kaya, dan orang
kaya yang patuh beragama ini hidup tenang aman dan bahagia. Demikian
juga penguasa yang mematuhi ajaran agama, ia tidak merasa sebagai
penguasa, tetapi merasa sebagai pelayan masyarakat, sayyid al qaumi
khadimuhum.
Kekuasaan yang efektif
Menjadi orang kaya di lingkungan masyarakat dimana sistem kekuasaan
tidak berjalan efektif, akan sulit untuk mengembangkan kejujuran,
karena ia harus selalu siap menghadapi ketidak menentuan. Kekuasaan
yang efektif bisa melindungi si lemah dari kezaliman, bisa memaksa
orang kaya untuk membayar kewajibannya. Demikian juga menduduki
kursi kekuasaan dari sistem kekuasaan yang tidak effektif hanya akan
menempakan penguasa menjadi boneka kepentingan.
Keadilan dan keamanan
Keadilan umum yang merata akan membuat masyarakat merasa aman,
percaya diri dan bercita-cita. Dalam suasana keadilan yang merata
orang kaya merasa tidak sia-sia berbuat baik dengan hartanya,
penguasa merasa berani untuk bertindak fair karena didukung oleh
rasa keadilan masyarakat.
Kesuburan dan cita-cita
Kesuburan yang konstan akan menghidupkan perekonomian masyarakat
yang berpola, dan dalam suasanan adil, aman dan subur akan terbangun
cita-cita yang tinggi
Wassalam,
agussyafii
http://mubarok-institute.blogspot.com
Hukum Merokok
Apa hukum merokok menurut syari'at, berikut dalil-dalil yang mengharamkannya?
Jawaban:
Merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Alquran dan As-Sunah serta i'tibar (logika) yang benar.
Allah berfirman (yang artinya), "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan." (Al-Baqarah: 195).
Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat di atas adalah merokok termasuk perbuatan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.
Sedangkan dalil dari As-Sunah adalah hadis shahih dari Rasulullah saw. bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasian harta pada hal yang tidak bermanfaat, bahkan pengalokasian harta kepada hal-hal yang mengandung kemudharatan.
Dalil yang lain, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340).
Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari'at, baik bahayanya terhadap badan, akal, ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.
Adapun dalil dari i'tibar (logika) yang benar yang menunjukkan keharaman rokok adalah karena dengan perbuatan itu perokok mencampakkan dirinya ke dalam hal yang menimbukan bahaya, rasa cemas, dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentu tidak rela hal itu terjadi pada dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisinya, dan demikian sesaknya dada si perokok bila tidak menghisapnya. Alangkah berat ia melakukan puasa dan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu menghalagi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang saleh karena tidak mungkin mereka membiarkan asap rokok mengepul di hadapan mereka. Karena itu, Anda akan melihat perokok demikian tidak karuan bila duduk dan berinteraksi dengan orang-orang saleh.
Semua i'tibar itu menunjukkan bahwa merokok hukumnya diharamkan. Karena itu, nasehat saya untuk saudara-saudara kaum muslimin yang masih didera oleh kebiasaan menghisap rokok agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalkannya. Sebab, di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah, mengharap pahala dari-Nya dan menghindari siksaan-Nya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkan hal tersebut.
Jawaban Atas Berbagai Bantahan
Jika ada orang yang berkilah, "Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam kitabullah ataupun sunah Rasulullah saw. perihal haramnya rokok."
Maka, jawaban atas penyataan ini adalah bahwa nash-nash Alquran dan sunah terdiri dari dua jenis;
1. Jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah yang mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga hari kiamat.
2. Jenis yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada suatu itu sendiri secara langsung.
Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Alquran dan dua hadis yang kami sebutkan di atas yang menunjukkan keharaman merokok secara umum meskipun tidak diarahkan secara langsung kepadanya.
Sedangkan untuk jenis kedua, adalah seperti fiman Allah (yang artinya), "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (dagig hewan) yang disembelih atas nama selain Allah." (Al-Maidah: 3).
Dan firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu." (Al-Maidah: 90).
Jadi, baik nash-nash itu termasuk jenis pertama atau kedua, ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pengambilan dalil mengindikasikan hal itu.
Sumber: Program Nur 'alad Darb, dari Fatwa Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, dari kitab Fatwa-Fatwa Terkini 2.
0 komentar:
Posting Komentar